Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pro Kontra Referendum Aceh, Wiranto Tak Memberi Ruang Tumbuhnya Gagasan Tersebut

Referendum sudah tidak relevan dan tidak ada lagi dalam sistem hukum di Indonesia.

Editor: Sugiyarto
zoom-in Pro Kontra Referendum Aceh, Wiranto Tak Memberi Ruang Tumbuhnya Gagasan Tersebut
Kolase SERAMBINEWS.COM/ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Soal Referendum di Aceh, Wiranto Sebut Tak Akan Terjadi, Muzakir Manaf Tak Mau Komen Lagi 

TRIBUNJABAR.ID, JAKARTA - Referendum sudah tidak relevan dan tidak ada lagi dalam sistem hukum di Indonesia.

Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Wiranto, usai memimpin rapat koordinasi di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, Jumat (31/5/2019).

Soal Referendum di Aceh, Wiranto Sebut Tak Akan Terjadi, Muzakir Manaf Tak Mau Komen Lagi
Soal Referendum di Aceh, Wiranto Sebut Tak Akan Terjadi, Muzakir Manaf Tak Mau Komen Lagi (Kolase SERAMBINEWS.COM/ANTARA FOTO/Aprillio Akbar)

"Yang terpenting yang perlu saya sampaikan bahwa masalah refrendum itu sebenarnya dalam khasanah hukum positif di Indonesia, itu sudah selesai, sudah tidak ada," ujar Wiranto.

Menurut Wiranto, aturan mengenai refrendum telah dibatalkan melalui sejumlah payung hukum.

Beberapa di antaranya seperti Ketetapan MPR Nomor 8 Tahun 1998 yang mencabut TAP MPR Nomor 4 Tahun 1993 tentang Refrendum.

Kemudian, Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1999 yang mencabut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Refrendum.

Tak hanya itu, menurut Wiranto, refrendum juga dianggap tidak relevan oleh pengadilan internasional.

Berita Rekomendasi

"Jadi ruang untuk refrendum dalam hukum positif di Indonesia sudah tidak ada. Jadi tidak relevan lagi," kata Wiranto.

Sebelumnya, wacana mengenai refrendum di Aceh digulirkan oleh Ketua Partai Aceh Muzakir Manaf.

Mantan panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu memunculkan istilah refrendum pasca pemilihan umum 2019.

Bukan Karena Pilpres

Partai Aceh mengklaim bahwa referendum yang diwacanakan Muzakir Manaf alias Mualem bukan dikarenakan hasil Pilpres 2019.

Hal itu disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Dewan Pimpinan Aceh Partai Aceh (DPA-PA), Suadi Sulaiman, dilansir dari Serambinews.com, Kamis (30/5/2019).

"Statemen ini Mualem lontarkan bukan atas dasar kekecewaan hasil Pilpres 2019, melainkan sebagai tanggung jawab dirinya sebagai Panglima GAM," kata Suadi yang akrab disapa Adi Laweung itu.

Mantan Juru Bicara Partai Aceh ini menjelaskan, perjanjian damai dalam MoU Helsinki untuk mengakhiri konflik Aceh sudah dilalui selama belasan tahun, tetapi pemerintah pusat seperti main-main dengan amanat perdamaian tersebut.

Menurut Adi Laweung, amanat perdamaian itu merupakan kedaulatan Aceh yang wajib diakomodasi dan dilaksanakan oleh pemerintah pusat.

Apalagi perjanjian damai itu ditandangani oleh Pemerintah RI setelah mendapatkan kesepakatan dan persetujuan DPR RI.

"Akibat Pemerintah Pusat tidak menjalankan amanat perdamaian ini, maka kami mengusulkan referendum, " ujarnya.

Di sisi lain, jika ada peselisihan para pihak yang tidak selesai dibahas bersama antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pimpinan Politik Gerakan Aceh Merdeka (GAM), maka harus merujuk kembali pada bagian penutupan MoU Helsinki yang termaktub pada point 6.1.

"Seyogyanya semua pihak kembali membaca dan memahami substansi MoU itu dengan utuh," demikian Adi Laweung.

Mantan aktivis mahasiswa Iskandar Usman juga menilai masih banyak poin-poin MoU Helsinki yang belum terwujud sampai saat ini.

Menurut Iskandar Usman, komitmen Pemerintah Pusat untuk mewujudkan poin-poin MoU tersebut masih setengah hati.

"Referendum saya kira menjadi pilihan terbaik untuk Aceh saat ini. Terlebih, referendum adalah salah satu langkah konstitusional di Indonesia, dan juga juga bukan hal baru, Timor Timur sudah melaksanakannya saat Presiden BJ Habibi," kata mantan aktivis mahasiswa ini.

Namun, kata dia, ini tentunya harus diawali dengan kebersamaan oleh semua komponen rakyat.

Harus ada diskursus khusus untuk mempersiapkannya secara matang sehingga didapat output yang maksimal untuk merancang upaya tersebut.

"Referendum ini kan menentukan sikap atas persoalan yang ada, tentua ada yang setuju dan yang tidak. Maka untuk membuktikan mana yang lebih banyak setuju atau tidak, referendum pilihan yang paling tepat," kata Iskandar Usman.

KPA Dukung Referendum

Komisi Peralihan Aceh (KPA) mendukung referendum Aceh yang diwacanakan oleh mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Muzakir Manaf alias Mualem.

Hal itu disampaikan Muntasir Age, mantan kombatan GAM yang juga anggota KPA Wilayah Peureulak, Aceh Timur, Rabu (29/5/2019) malam

Ia mengatakan bahwa dirinya dan para kombatan GAM terus mengamati perkembangan yang terjadi pascaperjanjian damai Aceh. 

"Kami belum temukan adanya keseriusan pihak pemerintah soal masa depan Aceh sebagaimana tertuang dalam perjanjian damai," kata Age seperti dilansir dari Serambinews.com.

Dia menyebutkan, apa yang disampaikan Mualem pada Haul Wali Nanggroe ke-9 itu mewakili keresahan masyarakat dan para mantan kombatan.

"Kami harus rapatkan barisan dan bersatu padu," ujar Age. 

Muntasir Age, mantan kombatan GAM Wilayah Peureulak
Muntasir Age, mantan kombatan GAM Wilayah Peureulak (Serambinews.com)

Pelaksanaan MoU Helsinki lamban

Anggota DPRA, Adly Tjalok bin Ibrahim menyatakan, munculnya wacana referendum seperti yang disuarakan Ketua Umum Partai Aceh (PA)/Komite Peralihan Aceh (KPA), Muzakir Manaf alias Mualem bukan tanpa alasan.

Lambannya implementasi butir-butir MoU Helsinki, sebut Adly Tjalok, menjadi salah satu pemicu tuntutan referendum.

Menurut politisi Adly, rakyat Aceh sudah cukup kecewa dengan plin-plannya pemerintah pusat dalam merealisasinya butir-butir MoU Helsinki.

"Salah satunya soal Qanun Bendera Aceh. Sudah jenuh rakyat Aceh dengan sikap pusat yang setengah hati.

Padahal, DPRA sudah mengesahkan qanunnya, tapi begitu konsultasi ke Mendagri selalu mandek dan cooling down terus," tukas Adly Tjalok.

Sebagai negara demokrasi, ulas mantan ketua Asprov PSSI Aceh ini, Indonesia semestinya tidak alergi dengan aspirasi warganya, termasuk wacana referendum.

Dia juga menegaskan, wacana referendum itu tak ada kaitan sama sekali dengan kasus Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 seperti diisukan selama ini.

"Ini murni suara rakyat Aceh yang ingin berpendapat di alam demokrasi, jadi jangan dianggap makar atau inkonstitusional. Jangan pula pusat menganggap kalau referendum itu sama dengan Aceh merdeka, salah itu. Bukan tak mungkin malah nanti hasil referendum rakyat Aceh makin kuat bersatu dengan Indonesia," ulasnya.

Berpijak dari hal tersebut, anggota DPRA asal Bireuen ini meminta, semua pihak baik yang pro maupun yang kontra untuk bersikap bijak dalam menyikapi wacana referendum.

"Mari kita berpikir jernih dan berdiskusi dengan hati bersih soal referendum. Jadi jangan langsung antipati dan menstigma pengusung wacana referendum sebagai pelaku makar," katanya.

Jangan Torehkan Luka Baru

Mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) Wilayah Linge, Fauzan Azima, berkomentar mengenai wacana referendum tersebut.

Menurut Fauzan Azima, saat ini Aceh baru saja ‘menempel luka’ dengan perdamaian di Helsinki, Finlandia.

"Karenanya, dengan alasan apapun, mantan GAM jangan lagi menorehkan luka baru," kata Fauzan Azima.

Serambinews.com
Fauzan Azima
Serambinews.com Fauzan Azima ()
Perdamaian RI dan GAM, lanjut Fauzan Azima, bukanlah akhir dari tanggung jawab sosial dan sejarah para mantan GAM terhadap tanah dan rakyat Aceh

Tanggung jawab tersebut masih harus diwujudkan. 

"Paling kurang, adalah pemenuhan secara sempurna butir-butir MoU Helsinki pada tahun 2005. Kita tidak berharap sejarah mencatat bahwa GAM menjadikan rakyat Aceh sebagai tumbal dalam mewujudkan ambisi kelompok dan golongan melalui wacana referendum ini," kata Fauzan Azima, dalam rilis yang dilansir Serambinews.com, Kamis (30/5/2019). 

Moeldoko: Itu Hanya Emosi Sesaat

Kepala  Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menilai bahwa wacana tersebut timbul hanya karena emosi.

"Isu itu bukan hal yang fundamental. Itu hanya emosi saja. Emosi karena enggak menang," ujar Moeldoko saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden, Jumat (31/5/2019).

Ketua Harian Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Moeldoko saat sukuran kemenangan Jokowi-Ma'ruf di kantor DPP Projo, Pancoran, Jakarta Selatan, Senin (22/4/2019) malam.
 Moeldoko

Menurut Moeldoko, isu itu dimunculkan karena Partai Aceh tidak memenangkan suara di Aceh sehingga muncul ketidakpuasan dari para pemimpinnya. 

Isu referendum pun dipakai. Mantan Panglima TNI itu juga menilai, isu itu tidak akan memengaruhi masyarakat.

Itu diyakini hanya akan berada sebatas wacana akademik

Oleh sebab itu, Moeldoko meminta publik tak merespons isu itu secara berlebihan.

"Namanya emosi, jangan ditanggapi berlebihan ya. Itu hanya wacana akademik saja atau ya bercandalah," ujar Moeldoko.

Isu referendum Aceh ini digulirkan kembali oleh Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) yang juga menjabat Ketua DPA Partai Aceh (PA), Muzakir Manaf alias Mualem.

Saat acara haul wafatnya Hasan Tiro sekaligus buka puasa bersama di Banda Aceh, Senin (27/5/2019).

Mantan Wakil Gubernur Aceh periode 2012-2017 itu menilai demokrasi di Indonesia tidak jelas arahnya.

Ia juga menilai Indonesia saat ini di ambang kehancuran sehingga lebih baik rakyat Aceh ini mengadakan referendum. (Kompas.com/Fabian Januarius Kuwado)

Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul Partai Aceh Wacanakan Referendum, Moeldoko: Itu Hanya Emosi Saja, http://jabar.tribunnews.com/2019/05/31/partai-aceh-wacanakan-referendum-moeldoko-itu-hanya-emosi-saja.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas