Gara-Gara Sistim Zonasi, Pelajar Ini Berniat Bunuh Diri karena Tidak Bisa Masuk Negeri
Ia berharap pihak DPRD dapat mampu memperjuangkan anak-anak mereka bisa masuk SMA negeri.
Editor: Eko Sutriyanto
"Di gang saya ada tiga orang yang mendaftar, dua orang tidak diterima karena jaraknya menjadi 1,3 KM sedangkan satu orangnya diterima dengan jarak 500 meter," ucap Sahrul saat menjelaskan pada pihak dewan.
Baca: Lewat BKOT, Orangtua Mahasiswa Baru Dikenalkan Pada Budaya Kampus
Masyarakat meminta keadilan, karena merasa tidak sesuai dengan jarak yang ada.
Kritik Sistem Zonasi
Gubernur Kalbar Sutarmidji sebelumnya mengkritisi sistem zonasi yang diterapkan pada Penerimaan Perserta Didik Baru (PPDB) tingkat SMA tahun ajaran 2019.
Gubernur meminta Ombudsman selaku instansi yang mengawasi pelayanan publik untuk mengawasi dengan ketat setiap sekolah guna memastikan penerimaan berjalan dengan baik tanpa penyimpangan.
"Saya sudah minta Ombudsman melakukan pengawasan ketat, jangan ada pelanggaran-pelanggaran lagi dan saya juga berharap ke depan pak menteri tak perlu mengatur seperti ini. Biarkan daerah. Daerah lebih pandai mengatur penerimaan murid," ucap Sutarmidji saat diwawancarai, Senin (24/6).
Menurutnya, level menteri tak perlu mengurus penerimaan murid baru, cakup membuat kebijakan yang membuat pendidikan ini lebih maju kedepannya.
"Kalau menteri masih gak ngurus yang kayak gini, aduh ape ceritanye. Seharusnya cukup buat regulasi yang lain," tegas Midji.
Ia menegaskan, belum kelar masalah zonasi penerimaan murid. Saat ini sudah mau dibuat lagi aturan tentang zonasi penempatan guru.
"Die kire nyaman mindahan guru sana sini. Kalau di daerah Jawa mungkin enak, satu hari satu kabupaten bisa tawaf tujuh kali. Nah kalau di sini bagaimane? Itu semue merampot-merampot jak ye," tegasnya.
Memang untuk didaerah kota seperti Kota Pontianak, kata Midji, sistem zonasi guru sudah dilakukan dan tidak ada masalah.
"Kalau di Pontianak tidak ade masalah, mau pindahkan kemane jak bise. Misalnya orang yang tinggal di Kota Baru ngajar di Batulayang tak masalah. Bayangkan kalau di Kapuas Hulu, Sanggau, Kubu Raya. Die tinggal Rasau suruh ngajar Pasang Tikar, mau jadi ape," jelasnya.
Ia meminta ke depan masalah penerimaan murid dan penempatan guru diserahkan pada daerah.
Ia mencontohkan, dulu Proses Penerimaan Peserta Didik tidak ada masalah dan tidak membuat pihak sekolah rumit.
"Katenye mau menghilangkan sekolah favorit. Itu bisa dilakukan asal semue dilengkapi dengan fasilitas. Gedung sama, fasilitas sama, kualitas guru sama, nah hilanglah sekolah favorit. Kalau anak-anak cerdas dan pintar, dia perlu penanganan khusus. Perlu ada unggulan itu," tegas Midji.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.