Gunung Merapi, Merbabu, dan Menoreh Diusulkan Ke UNESCO Jadi Cagar Biosfer
- Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI) mengusulkan tiga gunung di Jawa Tengah,menjadi cagar Biosfer baru ke Unesco.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, YOGYA - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI) mengusulkan tiga gunung di Jawa Tengah, yaitu Gunung Merapi, Gunung Merbabu dan Gunung Menoreh menjadi cagar Biosfer baru ke Unesco.
Jika usulan ini disetujui maka Indonesia bisa memiliki 17 cagar biosfer yang diakui internasional.
"Kami tengah mengusulkan tiga gunung tersebut sebagai cagar biosfer nantinya dalam sidang ke 32 International Co-ordinating Council of the Man and the Biosphere Programme (ICC-MAB) UNESCO, " kata Deputi Ilmu Pengetahuan Hayati Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Enny Sudarmonowati usai bertemu dengan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X di Kepatihan, Selasa (2/7/2019).
Enny yang juga terpilih sebagai Presiden International Co-ordinating Council of the Man and the Biosphere Programme (ICC-MAB) UNESCO mengatakan, proses untuk pengusulan cagar biosfer ini sudah berjalan selama dua tahun.
Hal ini karena menyangkut dua provinsi yakni Jateng dan DIY.
Selain itu, keberadaan gunung tersebut mencakup 9 kabupaten.
Jika nantinya disetujui, maka, akan menjadi biosfer pertama di DIY dan Jateng.
Selain itu, Indonesia akan memiliki 17 biosfer.
Saat ini, beberapa cagar biosfer yang dimiliki diantaranya adalah Pulau Komodo yang berusia sekitar 42 tahun, Gunung Leuser yang memiliki usia 38 tahun.
Di dunia, kata dia saat ini ada 701 biosfer yang tersebar di 124 negara.
Pihaknya berharap, kekayaan hayati dan juga keunikan yang dimiliki bentang alam Gunung Merapi, Merbabu, dan Menoreh akan menjadi salah satu pertimbangan Unesco.
"Kedatangan kami ke sini adalah untuk meminta dukungan Gubernur DIY yang menjadi salah satu persyaratan. Dan, tadi Gubernur sangat mendukung mudah-mudahan segera dikeluarkan surat dukungan ini," jelasnya.
Adapun beberapa persyaratan yang membuat pihaknya mengusulkan tiga kawasan ini diantaranya adalah adanya keunikan biodiversity (keanekaragaman hayati), biografinya, sosial kultur dan flora fauna unik.
Di kawasan ini juga terdapat potensi pengembangan berkelanjutan.
"Dalam hal ini, konsep ini akan meliputi konservasi, logistik dan support penentuan kebijakan daerah harus tercapai dan dicapai. Serta potensi pengembangan berkelanjutan," jelasnya.
Luasan lahan untuk kawasan inti konservasinya mencapai 12.000 hektar di dalam 250. 000 hektare lahan yanh diusulkan.
Nantinya sisanya adalah lahan yang nantinya akan dikelola oleh Pemerintah Daerah (Pemda).
Untuk itu, Pemda pun harus segera membentuk badan pengelola cagar biosfer.
Pihaknya berharap cagar biosfer ini juga melibatkan kerjasama multipihak.
Hal ini karena banyak yang bisa dikemas.
Satu di antaranya adalah ekowisata yang tidak hanya berbicara kuantitas wisatawan, namun juga tidak merusak alam.
"Akan sangat baik model muktipihak dan berkelanjutan. Di sana nanti ada NGO, Perguruan tinggi, swasta dan pemerintah. Gubernur juga berharap agar persoalan egosektoral di DIY bisa terpecahkan," ulasnya.
Potensi Branding
Menurutnya, Biosfer adalah harmonisasi manusia lingkungan didukung riset dan pendidikan.
Sehingga, jika nanti disetujui menjadi Biosfer maka akan ada beberapa keuntungan yang diperoleh.
Di antaranya adalah potensi untuk branding kawasan ini.
"Dari pengalaman saya pada saat ke Paris saya mengunjungi sebuah wilayah Biosfer dan wali kotanya sangat antusias. Ternyata, karena bisa meningkatkan branding dan nilai tambah," jelasnya.
Selain tiga kawasan ini, dua tempat lain juga diusulkan seperti taman Bunaken, Manado dan Karimun Jawa.
Dia berharap semua usulan bisa disetujui Unesco sehingga ke depan akan menjadi kawasan yang diperhatikan pihak internasional.
"Sebelumnya ada lima usulan yang ditolak. Harapannya semua disetujui untuk menjadi jaringan biosfer dunia. Dunia bisa ikut menyelesaikan memecahkan persoalan di biosfer ini nantinya, " urainya.
Usai bertemu dengan Sultan HB X pihaknya berharap surat dukungan Gubernur, Bupati juga akan segera tanda tangan.
Selain itu, pihaknya juga akan menyusun manajemen plan untuk 10 tahun ke depan yang melibatkan Dinas Pekerjaan Umum, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan, serta Kementrian LHK.
Disinggung persoalan penambangan di sekitar Merapi, Enny berharap masalah ini bisa diselesaikan dengan surat larangan.
Atau, pemerintah bisa membuat surat tertulis agar tidak terjadi lagi penambangan liar yang dampaknya membahayakan lingkungan.
"Atau bisa juga pelaku tambang ini diajak untuk menjadi pelaku ekowisata. Sama dengan Leuser yang awalnya adalah penebang hutan liar kemudian menjadi pelaku ekowisata yang lebih makmur, " jelasnya. (*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul Gunung Merapi, Merbabu, Menoreh Diusulkan Jadi Cagar Biosfer di Unesco