Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Nenek Amur Hidup Sebatang Kara di Gubuk Reyot, Berteriak-teriak Saat Lapar

Teriakannya terdengar sampai ke rumah tetangganya yang jaraknya hingga 100 meter dari tempat tinggal Amur.

Editor: Choirul Arifin
zoom-in Nenek Amur Hidup Sebatang Kara di Gubuk Reyot, Berteriak-teriak Saat Lapar
KOMPAS.COM
Gubug reyot tempat tinggal nenek Amur di Pamekasan, Madura. 

Untuk kebutuhan belanja sehari-hari, Sumairah mengaku kadang seminggu hanya punya uang Rp 5.000. Uang tersebut dibelanjakan untuk lauk ibunya.

Untuk dirinya, sudah tidak dipikirkan. Yang didahulukan adalah ibunya. "Kalau saya bisa kuat menahan lapar. Ibu saya teriak-teriak kalau lapar," imbuh Sumairah.

Berteriak dan menangis saat sakit lambung Yang paling membingungkan, ketika Amur mengeluh sakit lambung. Selain teriak-teriak, Amur juga sampai menangis karena menahan sakit.

Saat kondisi seperti itu, Sumairah harus pergi mencari utangan ke tetangganya untuk membeli obat pereda sakit lambung. "Saya tidak tega kalau penyakit lambung ibu kambuh. Demamnya langsung naik. Meskipun utang, terpaksa saya jalani," ungkap Sulihah.

Baca: Curhatan Raffi Ahmad ke Ferdian Ini Tunjukkan Begitu Berartinya Sosok Nagita Slavina

Suatu waktu, demam Amur tidak turun selama dua hari. Sumairah kebingungan. Ia mengubungi adiknya, Sulihah. Keduanya memutuskan untuk mendatangkan seorang perawat di desanya. Namun, segala biaya dan obat tidak ditarik biaya. Alasannya, perawat itu datang hanya sekedar membantu.

"Ada tetangga yang jadi perawat. Ia beberapa kali kami datangkan karena ibu sudah tidak bisa jalan. Alhamdulillah, perawat itu tidak pernah minta bayaran," ujar Sumairah. Tidak ada perhatian pemerintah Belakangan, ada beberapa orang yang prihatin dengan kondisi Amur.

Mereka datang menyalurkan bantuan kepada Amur. Bahkan ada sekelompok pemuda, datang memberikan bantuan alas kasur, sembako dan uang sekedarnya.

Baca: Mahkamah Agung Tolak PK Baiq Nuril, Presiden Jokowi Didesak Berikan Amnesti

Berita Rekomendasi

"Saya prihatin mendengar kehidupan Amur. Bersama kawan-kawan, saya kumpulkan uang untuk membantu Amur," ucap Fudholi, pemuda asal Kecamatan Palengaan, Pamekasan.

Bahkan, Fudholi dan kawan-kawannya, akan berusaha untuk merehab rumah tinggal Amur. Ia akan mengumpulkan donasi bersama kawan-kawannya. "Mator kaso'on bentoana. Samoga etarema bik se kobesa Allah ta'ala. (Terima kasih bantuannya. Semoga diterima oleh Allah SWT)," kata Amur kepada Fudholi dengan bahasa Madura.

Baca: Inilah Pengalaman Warga Jakarta Saat Naik LRT

Hingga saat ini, belum pernah ada aparat dari desa atau kecamatan yang datang melihat kondisi Amur. Namun demikian, Sulihah tidak mempersoalkannya. Hidup serba kekurangan, sudah lama dijalani Sulihah dan Amur serta anak-anaknya.

"Ada bantuan atau tidak ada, saya pasrah kepada Allah. Karena hidup dan mati itu di tanganNya," kata Sumairah.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kisah Pilu Nenek Amur, Sebatang Kara di Gubuk Reyot, Teriak-teriak Saat Lapar...",

Penulis : Kontributor Pamekasan, Taufiqurrahman

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas