Kas Pesantren An di Lhokseumawe Kosong Pasca Merebaknya Kasus Pencabulan Santri
Pihak Yayasan Pesantren An (singkatan) kini terus berbenah di lokasi yang baru. Namun yang menjadi kesulitan dari pihak yayasan, kondisi kas kosong.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Serambi, Saiful Bahri
TRIBUNNEWS.COM, LHOKSEUMAWE - Pihak Yayasan Pesantren An (singkatan) kini terus berbenah di lokasi yang baru, yakni di bekas lahan Pesantren Al-Muhajirin Buket Rata, Desa Meunasah Masjid Punteut, Kecamatan Blang Mangat, Lhokseumawe.
Namun yang menjadi kesulitan dari pihak yayasan sekarang, kondisi kas yang sedang kosong.
Ketua Yayasan Pesantren An yang baru, Tgk Sulaiman Daud menyebutkan, untuk aktivitas belajar baru dimulai Senin (29/7/2019).
Namun bagi santri yang sudah mendaftar ulang harus masuk ke pesantren, Sabtu (27/72019).
Guna mempersiapkan hal tersebut, maka kini pihak yayasan dibantu wali santri, santri, dan juga relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) terus bergotong royong untuk membersihkan lingkungan dan juga hal-hal lainnya.
Diakuinya, sejak yayasan dipegang oleh pihaknya, kondisi kas kosong.
Sehingga untuk biaya operasional, seperti makan para pekerja dan kebutuhan admistrasi lainnya, sejauh ini masih ada sumbangan dari wali santri.
Namun untuk material yang dibutuhkan untuk merehap gedung dan juga material untuk menarik air dari sumur bor masyarakat ke pemondokan pria, terpaksa pihaknya mengutang dulu ke toko bangunan.
"Bagaimana pun kita terus berupaya proses rehab bisa cepat selesai dan Sabtu besok santri sudah bisa masuk kembali ke pesantren," ujarnya.
Ditambahkan, untuk jumlah santri yang mendaftar ulang kini terus bertambah.
Hingga Kamis siang kemarin, jumlahnya sudah mencapai 137 orang. Namun dipastikan santri yang mendaftar ulang akan bertambah.
Pimpinan Pesantren Ditahan
Diberitakan sebelumnya, oknum pimpinan Pesantren An di Kota Lhokseumawe beserta dengan seorang guru mengajinya (keduanya pria) kini ditahan di Polres Lhokseumawe.
Keduanya ditahan atas dugaan telah melakukan pelecehan seksual pada santri pria (sesama jenis) yang berumur antara 13- 14 tahun.
Akibat mencuat kasus ini, maka Pemko Lhokseumawe mengambil kebijakan untuk membekukan sementara pesantren tersebut.
Serta membuka posko pengaduan untuk wali murid, khususnya untuk membantu proses kelanjutan pendidikan bagi para santri.
Namun setelah berembuk dengan semua pihak, maka beberapa hari lalu, status pembekuan sementara pun dicabut, aktivitas pendidikan di pesantren tersebut pun bisa dilanjutkan kembali.
Disamping juga struktur kepengurusan yayasan diganti.
Untuk lokasi pasantren pun dipindahkan. Dari Kecamatan Muara Dua, dipindahkan sementara ke Pesantren Al Muhajirin di kawasan Buket Rata Desa Meunasah Masjid Punteut, Kecamatan Blang Mangat, Lhokseumawe.
Pesantren Dipindahkan
Pemerintah Kota (Pemko) Lhokseumawe akhirnya memutuskan untuk memindahkan Pesantren An dari lokasi semula di Kecamatan Muara Dua ke Pesantren Al Muhajirin di kawasan Buket Rata, Desa Meunasah Masjid Punteut, Kecamatan Blang Mangat, Kota Lhokseumawe.
Jarak kedua lokasi ini sekitar 8 km. Sedangkan aktivitas belajar-mengajar di pesantren yang direlokasi itu akan dimulai Senin (29/8/2019) mendatang.
Sebagaimana diketahui, AI, oknum pimpinan Pesantren An (singkatan) di Kota Lhokseumawe beserta dengan seorang guru mengaji (keduanya pria) kini ditahan di Polres Lhokseumawe.
Keduanya ditahan atas dugaan melakukan pelecehan seksual terhadap santri pria (sesama jenis) yang berumur antara 13-14 tahun sebanyak 15 orang.
Akibat mencuatnya kasus ini, Pemko Lhokseumawe mengambil kebijakan untuk membekukan sementara pesantren tersebut.
Terlebih karena warga sebuah desa di Kecamatan Muara Dua, tempat pesantren itu semula berada sudah keberatan pesantren tersebut tetap berada di lingkungan mereka.
Namun, setelah berembuk dengan berbagai pihak, maka beberapa hari lalu, status pembekuan sementara pun dicabut oleh Pemko Lhokseumawe, sehingga aktivitas pendidikan di pesantren tersebut bisa dilanjutkan kembali.
Disamping itu, struktur kepengurusan yayasan ikut diganti.
Saat kasus ini mencuat ke publik, sempat beredar tulisan yang menyebutkan bahwa oknum pimpinan pasantren tersebut tidak bersalah dan pihak kepolisian dinilai terlalu memaksakan kehendak dalam kasus ini.
Didasari beredarnya tulisan yang dinilai hoaks tersebut, maka kepolisian pun telah mengamankan empat pengedar tulisan hoaks tersebut.
Sedangkan yang menulis informasi hoaks itu kini masih diburu pihak kepolisian.
Kabag Humas Pemko Lhokseumawe, Muslim Yusuf menyebutkan, setelah status pembekuan dicabut, maka langkah awal yang telah ditempuh pihaknya adalah pergantian struktur pengurus yayasan pesantren.
Sebelumnya yang memimpin adalah Tgk AI yang menjadi tersangka, kini telah dialihkan kepada Tgk Sulaiman Daud.
Selain itu, proses pendaftaran ulang untuk para santri juga terus berlangsung. Disamping itu pihak pemko juga memfasilitasi santri yang ingin pindah.
"Sampai saat ini proses pendaftaran ulang masih berlangsung. Ada memang santri lama yang melanjutkan pendidikan di An dan ada pula yang pindah. Terserah pilihan masing-masing. Begitu juga untuk santri baru, ada yang pindah dan ada juga yang memang ingin tetap di Pesantren An," ujarnya.
Lalu, pihaknya pun telah mengambil kesimpulan untuk memindahkan lokasi Pesantren An ke tempat lain, yakni di Pesantren Al Muhajirin.
Tapi sifatnya hanya sementara, sambil pengurus Pesantren An mencari lokasi yang baru.
"Sedangkan pemindahan lokasi Pesantren An atas dasar berbagai pertimbangan, terutama terkait pemondokan santri. Di lokasi dulunya, dinilai tidak efektif lagi karena menggunakan rumah-rumah masyarakat yang disewa oleh pihak pasantren," ujarnya.
Jadi, dengan adanya keputusan pemindahan lokasi pesantren, menurut Muslim, proses pemindahan mebel pun sudah selesai.
"Jadi, mulai besok (hari ini), bagi wali santri yang ingin mendaftar ulang atau pun ingin mengambil surat pindah sudah bisa langsung mendatangi lokasi baru yakni di Pesantren Al Muhajirin," kata Muslim Yusuf.
Sementara itu, Kapolres Lhokseumawe AKBP Ari Lasta Irawan, melalui Kasat Reskrim AKP Indra T Herlambang, menyebutkan, untuk berkas kedua tersangka dugaan kasus pelecehan seksual itu, yakni oknum pimpinan pesantren dan seorang guru mengaji, sekarang hampir rampung.
Proses pemeriksaan saksi pun sudah tuntas, yakni sekitar sepuluh orang yang sudah bersaksi.
"Kita targetkan pekan depan berkasnya sudah kita limpahkan ke Kejaksaan Negeri Lhokseumawe," demikian AKP Indra T Herlambang.
Korban Bertambah
Terpisah, Kabag Humas Pemko Lhokseumawe, Muslim Yusuf menyebutkan, jumlah wali santri yang melapor ke posko pengaduan terkait kelanjutan pendidikan anaknya setelah kejadian tersebut terus bertambah.
Selain itu, pihaknya juga sudah melakukan pertemuan dengan wali santri baru maupun yang sudah lama pada Jumat (12/7/2019) sore.
Dalam pertemuan itu, kata Muslim, semua wali santri yang anaknya baru mendaftar meminta uang masuk yang sudah mereka serahkan ke Pesantren An agar dikembalikan.
Wali santri itu juga berharap Pemko memfasilitasi pemindahan anak mereka ke tempat pendidikan lain baik pesantren maupun sekolah umum.
Sementara sebagian wali santri yang anaknya sudah lama belajar di lembaga pendidikan agama tersebut, berharap Pesantren An tetap berjalan untuk mendidik anak-anak mereka.
Sebab, wali santri menilai kualitas pendidikan di pesantren tersebut selama ini sangat baik.
Apalagi, menurut mereka, yang diduga bersalah hanya dua oknum saja dan sekarang sedang menjalani proses hukum di Polres Lhokseumawe.
"Kita tampung semua keluhan wali santri. Untuk mencari solusinya, kami akan segera bermusyawarah dengan semua pihak terkait. Setelah itu, dalam beberapa hari ke depan akan kita ambil kesimpulan untuk masalah tersebut. Kita harapkan wali santri bersabar menunggu tindakan yang akan kita lakukan," harap Muslim Yusuf.
Seperti diberitakan sebelumnya, oknum pimpinan Pesantren An (singkatan) di Lhokseumawe dan seorang guru ngaji di pesantren yang sama (keduanya pria) kini ditahan di sel Mapolres Lhokseumawe.
Keduanya ditahan atas dugaan melakukan pelecehan seksual terhadap santri pria (sesama jenis) yang berumur 13-14 tahun.
Dalam kasus itu, polisi sudah memeriksa lima korban.
Menurut keterangan korban, perbuatan tak terpuji tersebut mulai dilakukan oleh kedua tersangka pada September 2018 dan terus berulang-ulang hingga bulan ini.
Kelima korban tersebut juga mengaku di antara mereka ada yang sudah mendapat pelecehan seksual dari oknum pimpinan pesantren itu sebanyak tiga kali, lima kali, dan bahkan ada yang sampai tujuh kali.
Sedangkan dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oknum guru ngaji hanya terhadap satu dari lima santri yang sudah dimintai keterangan sebanyak dua kali.
Setelah kasus itu mencuat ke publik, Pemko Lhokseumawe mengambil kebijakan untuk membekukan sementara pesantren tersebut serta membuka posko pengaduan untuk wali santri dalam rangka membantu proses kelanjutan pendidikan anak mereka.
Artikel ini telah tayang di serambinews.com dengan judul Setelah Merebak Kasus Pencabulan, Kas Pesantren An Kosong, Ini Tanggapan Pengurusan Yayasan Baru