Kata Ahli soal Fenomena Alam Ribuan Ubur-ubur Terdampar di Pantai Pesisir Selatan
Kendati demikian, menurut Harfiandri, ubur-ubur yang ada di Sungai Pinang itu mayoritas bukan ubur-ubur jenis api yang mengandung racun
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Fenomena alam terjadi di Pantai Nagari Sungai Pinang, Kecamatan Koto XI Tarusan, Pesisir Selatan, Sumatera Barat.
Fenomena tersebut meningkatnya populasi ubur-ubur. Hal ini jarang terjadi di Sumatera Barat.
Baca: Ubur-ubur Serbu Pantai di Sungai Pinang Pesisir Selatan, Bikin Nelayan Enggan Melaut
Jumlah populasi ubur-ubur itu meningkat tajam hingga jutaan karena adanya perubahan suhu bumi yang menyebabkan terjadinya perubahan iklim di daerah Sungai Pinang itu.
"Ada beberapa penyebab meningkatnya populasi ubur-ubur di Sungai Pinang itu. Faktor utamanya adalah adanya perubahan suhu bumi dan iklim menyebabkan ubur-ubur datang ke daerah tertentu yang biasanya dekat teluk dalam jumlah banyak," kata akademisi Perikanan dan Kelautan Universitas Bung Hatta Padang, Harfiandri Damanhuri yang dihubungi Kompas.com, Jumat (9/8/2019).
Selain itu, menurut Ketua Program Studi Pasca Sarjana Sumber Daya Perairan Pesisir dan Kelautan Fakultas Perikanan dan Kelautan UBH tersebut, peningkatan ubur-ubur itu juga karena mulai langkanya populasi penyu pemakan ubur-ubur.
"Hewan pemangsa ubur-ubur ini adalah penyu jenis belimbing, namun saat ini populasinya sudah mulai sedikit sehingga populasi ubur-ubur meningkat tajam," jelasnya.
Faktor lainnya adalah meningkatnya jumlah pencemaran limbah rumah tangga yang dibuang ke laut sehingga ubur-ubur berkembang biak dengan nyaman.
Kendati demikian, menurut Harfiandri, ubur-ubur yang ada di Sungai Pinang itu mayoritas bukan ubur-ubur jenis api yang mengandung racun.
Baca: Ini Kata BMKG Minangkabau Soal Ubur-ubur Bergelimpangan di Bibir Pantai Pesisir Selatan
"Kalau yang berbahaya itu namanya ubur-ubur api dengan ciri-ciri warna merah di tengah badan ubur-ubur. Sementara yang di Sungai Pinang ini ubur-ubur biasa," jelasnya.
Ubur-ubur itu, kata Harfiandri, sebenarnya bisa dikonsumsi karena tidak mengandung racun.
Penulis: Kontributor Padang, Perdana Putra
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Fenomena Ribuan Ubur-Ubur Terdampar di Pantai Pesisir Selatan, Ini Kata Ahli
Nelayan enggan melaut
Nelayan Nagari Sungai Pinang, Kecamatan XI Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan memutuskan tidak melaut menyusul serbu ubur-ubur di pantai.
Hingga saat ini, ribuan ubur-ubur masih terdampar di pinggir pantai di nagari Sungai Pinang.
Pantauan TribunPadang.com di Nagari Sungai Pinang, ribuan ubur-ubur terdampar ini sekitar Pulau Erong.
Lokasi tidak dapat ditempuh dengan kendaraan dan harus berjalan kaki melewati bibir pantai.
Jika air pasang harus melewati tepi bebukitan di tepi bibir pantai.
Sesampai di lokasi terlihat ribuan ubur-ubur yang telah mati tergeletak di tepi bibir pantai.
Baca: Kampung Yokiwa Resmi Jadi Desa Sadar Jaminan Sosial Ketenagakerjaan
Terlihat bangkai ubur-ubur di dalam air tepi bibir pantai serta juga banyak bangkai ubur-ubur sudah tertimbun oleh pasir.
Salah seorang nelayan bernama Jasman (44) mengatakan bahwa ubur-ubur ini telah lama menyerbu pantai dan selalu ada setiap tahun.
"Masalah munculnya saya tidak tahu karena apa, namun dalam setiap tahun ada muncul sekali dalam setahun, dan itu ada selama satu bulan," katanya.
Namun, ia menjelaskan bahwa kejadian tahun ini terlalu lama.
Dirinya dan nelayan laintidak dapat melaut untuk menangkap ikan.
"Kejadian pada tahun ini lebih banyak daripada tahun lalu, dan sekarang terlalu lama. Karena sudah empat bulan belum juga habis," kataya.
Ia menjelaskan akibat ubur-ubur ini ia berhenti menjaring ikan dan bila dipaksakan, ubur-ubur ikut tarjaring sehingga jala menjadi sangat berat.
"Dahulu semua pantai, namun di tempat lain sudah tidak ada lagi. Namun, di sini tidak dapat habis," katanya.
Ia mengatakan untuk memenuhi kebutuhan setiap harinya agar dapurnya tetap berasap, ia harus beralih dan memutar otaknya dari nelayan ke petani.
"Kalau musim ubur-ubur ini penghasilan kami jadi nol," katanya.
Ia juga mengatakan bahwa masyarakat Nagari Sungai Pinang menyebutnya dengan 'Bu bu'.
"Apalagi jika dipaksakan untuk melaut, kami harus berhadapan dengan ubur-ubur, dan kami menjadi gatal-gatal dibuatnya," katanya.
Baca: Pertamina Bayar Rp 250 Ribu Perhari Bagi Nelayan yang Bantu Angkat Tumpahan Minyak di Karawang
Hal yang sama dikatakan oleh Herman Tanjung (50), seorang nelayan mengatakan bahwa saat ini sudah sekitar empat bulan.
"Sejak bulan April, sudah ada empat bulan. Biasanya sebulan, dalam setahun. Namun, saat sudah terlalu lama," katanya.
Ia menjelaskan ubur-ubur ini juga terlihat Mandeh, Sungai Nyalo, Sungai Pinang.
"Paling banyak ubur-ubur itu ada di Mandeh, karena disana airnya tenang. Dan, ubur-ubur suka ditempat yang tenang," katanya.
Ia juga mengatakan kalau pada saat melaut pada malam hari, ubur-ubur tersebut mengikuti kapal karena ada cahaya.
"Kalau dipaksakan ia masuk ke jaring, dan kita gatal-gatal dibuatnya. Ubur-ubur itu ada beberapa macam waenanya, dari putih, biru, dan merah," katanya.
Respon DKP Sumbar
Ubur-ubur terdampar di bibir pantai Sungai Pinang, Nagari Sungai Pinang, Kecamatan Koto XI, Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat (Sumbar) terbilang fenomena langka.
Sejauh ini hal tersebut diduga bisa terjadi akibat perubahan suhu yang menjadi lebih hangat.
Demikian diungkapkan Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sumbar, Yosmeri saat dihubungi TribunPadang.com, Jumat (9/8/2019).
"Untuk memastikan kita harus turun ke lapangan untuk melihat pola arus dan kondisi parameter kualitas perairan.
Saat ini tim loka kerentanan wilayah pesisir dan DKP sedang turun ke lapangan," kata Yosmeri.
Selain perubahan suhu, kata Yosmeri, blooming ubur-ubur biasanya juga terjadi karena adanya peningkatan nutrisi.
Baca: Putra Pemilik Penginapan Sahabat Mulia Ungkap Detik-detik Penemuan Jasad Vera Oktaria
Sejauh ini lanjutnya, hal itu disebabkan oleh upwelling atau peningkatan nitrat/nitrit karena limbah atau adanya plankton blooming.
Di samping itu, Yosmeri juga menjelaskan alasan hingga kawanan Ubur-ubur terdampar di bibir pantai.
"Perkiraannya mungkin, karena arus yang kuat ke arah pantai dan dibarengi dengan waktu surut, sehingga Ubur-ubur belum sempat balik kanan ke laut.
Perkiraan kedua, mereka makan blooming plankton yang beracun, sehingga mati di bibir pantai," jelas Yosmeri..
Biasanya, tambah Yosmeri, spesies Aurelia Sp sensitif terhadap suhu tinggi dan DO rendah.
"Kejadian ini sering terjadi di beberapa wilayah terutama yang berhadapan langsung dengan samudera. Jadi bisa karena pengaruh variabilitas iklim samudera," tambah Yosmeri.
Pihaknya meminta masyarakat di sekitar untuk tidak berenang selama masih banyak ubur-ubur di air.
Selanjutnya, mengimbau masyarakat untuk tidak memainkan atau memegang tentakel ubur-ubur yang sudah terdampar, karena sel penyengat masih aktif.
"Bisa juga segera menghubungi dokter/puskesmas/rumah sakit apabila ada warga yang terkena sengatan," tutup Yosmeri.