TERPOPULER Pengakuan Pemerkosa 9 Anak Soal Vonis Kebiri Kimia: Mending Dihukum Mati
Inilah pengakuan Aris, pemerkosa 9 anak di Mojokerto soal vonis kebiri kimia yang dijatuhkan. Ia menolak dan mending dihukum mati.
Editor: Sri Juliati
"Tetap saya tolak. Saya tidak mau. Kalau disuruh tanda tangan saya tidak mau tanda tangan," ucapnya.
Humas Pengadilan Tinggi Surabaya Untung mengatakan, hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan kepada terdakwa Muhammad Aris telah sesuai landasan hukum jelas dan undang-undang yang berlaku.
"Itu kebijaksanaan aparaturnya, peraturan pelaksanaannya, bisa dilaksanakan atau tidak."
"Dalam hal ini kalau pengadilan menjatuhkan putusan, kan itu kan landasan hukumnya ada."
"Memang ancaman hukumnya adalah kebiri. Persoalan kebiri nanti dengan acara apa, kan dari eksekutor," kata Untung.
Hal senada disampaikan Humas Pengadilan Negeri Mojokerto, Erhammudin.
Menurutnya, pidana tambahan berupa kebiri kimia kepada terdakwa kasus pelecehan dan kekerasan anak, Muhammad Aris sesuai dengan ketentuan Pasal 81 ayat 5 dan ayat 7 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Ia menceritakan perkara yang menjerat Aris terdaftar di kabupaten dan kota Mojokerto.
“Ada dua perkara atas nama Aris, di Kabupaten terdaftar dalam Nomor 79 Pidsus Tahun 2019, yang kedua Nomor 65 dan 69."
"Perkara putusan ada pidana tambahan kebiri kimia ada di dalam perkara kabupaten,” ujarnya.
Jadi jaksa dalam hal ini, lanjut Erhammudin, mendakwakan untuk perkara di Kabupaten Mojokerto secara subsidiritas primer Pasal 81 76d, Pasal 81 ayat 1 subsider 76e, dan Pasal 81 ayat 1.
Menurutnya, PN Mojokerto sependapat dengan penuntut umum, terdakwa dalam perkara 69 telah melanggar ketentuan pasal 76d.
“Itu menurut majelis hakim sependapat. Mengenai pidana tambahan kebiri kimia tersebut, berdasarkan UU Nomor 17 Tahun 2016 dalam ketentuan Pasal 81 ayat 5 dan ayat 7 yang menyatakan, salah satunya lebih dari satu kali, ketentuan maksimal bisa ditambah dalam UU,” katanya.
Hukuman suntik kebiri kimia diberikan kepada Aris karena korban lebih dari satu orang dan para korban masih duduk di bangku sekolah TK atau SD.