Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Keluarga Santri Korban Pencabulan di Lhokseumawe Minta Pelaku Dihukum Kebiri

Keluarga meminta jaksa penuntut umum menuntut pelaku bukan hanya sebatas hukuman dalam qanun (peraturan daerah) hukum cambuk

Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Keluarga Santri Korban Pencabulan di Lhokseumawe Minta Pelaku Dihukum Kebiri
Kompas.com/Masriadi
Puluhan orang tuasantri mendatangi kompleks Pesantren AN, di Kompleks Panggoi Indah, Kecamatan Muara Dua, Kota Lhokseumawe, Jumat (12/9/2019) 

TRIBUNNEWS.COM - Desakan agar tersangka kasus pencabulan terhadap santri di Lhokseumawe agar dihukum kebiri datang dari pihak orangtua korban.

Keluarga meminta jaksa penuntut umum menuntut pelaku bukan hanya sebatas hukuman dalam qanun (peraturan daerah) hukum cambuk.

Baca: Catatan Psikolog Forensik Reza Indragiri Terkait Hukuman Kebiri

Tetapi juga menggunakan KUHPidana dengan ancaman hukuman penjara dan kebiri kimia seperti vonis hakim terhadap Muh Aris di Mojokerto, Jawa Timur.

“Saya minta agar dihukum seberat-beratnya. Saya kembalikan ke polisi, jaksa dan hakim yang menilai kasus ini untuk memberi rasa adil pada saya dan keluarga. Saya harap bisa ditambah dengan hukuman kebiri terhadap pelaku,” sebut seorang ayah santri berinisia S (50) di Lhokseumawe, Kamis (5/9/2019).

Dia berharap, hukuman yang dijatuhkan bisa memberi efek jera pada pelaku.

Selain itu, dia meminta Pemerintah Aceh dan Kementerian Perlindungan Perempuan dan Anak RI memastikan pemulihan trauma korban pencabulan tersebut.

“Agar tidak terulang lagi di kemudian hari. Jika dikebiri, dipastikan tidak terulang lagi,” sebutnya.

Berita Rekomendasi

Sementara itu, Kepala Seksi Intel dan Humas, Kejaksaan Negeri Lhokseumawe, MIftah, menyebutkan, belum ada perkembangan kasus pencabulan tersebut.

“Jaksa penuntut umum sedang meneliti kelengkapan berkas yang diserahkan penyidik Polres Lhokseumawe. Minggu depan sepertinya sudah selesai. Nanti saya kabari lagi,” katanya.

Baca: Via Vallen Prihatin dengan Pro-Kontra Hukuman Kebiri Pada Predator 9 Anak di Mojokerto

Sebelumnya, Polres Lhokseumawe menangkap pimpinan Pesantren AN berinisial AI dan seorang guru berinisial MY sebagai tersangka dalam kasus dugaan pencabulan terhadap santri. Keduanya membantah tudingan tersebut. (Kontributor Lhokseumawe, Masriadi) 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Keluarga Santri Korban Pencabulan Pimpinan Pesantren Minta Pelaku Dihukum Kebiri

Vonis hakim PN Mojokerto soal hukuman kebiri


Majelis Hakim Pengadilan Negeri Mojokerto telah menjatukan vonis hukuman tambahan berupa kebiri kimiawi kepada Terdakwa kasus pemerkosaan 9 anak, Muh Aris (20).

Ini merupakan pertama kalinya hakim menjatuhkan vonis tersebut kepada pelaku kejahatan seksual terhadap anak di Mojokerto.

Menyikapi vonis hakim tersebut, pihak keluarga terpidana berharap agar anggota keluarganya, Muh Aris (20) dirawat di rumah sakit jiwa (RSJ).

Baca: Ternyata Ini Alasan Natalius Pigai Tentang Keras Hukuman Kebiri, di ILC: Dengar Dulu, Kami Sampaikan

Sobirin (33), kakak tertua Aris mengatakan sejak masih anak-anak, adik bungsunya itu menunjukkan indikasi gangguan jiwa.

Aris kecil sering dikucilkan karena dianggap berperilaku yang tak lazim, seperti suka berbicara sendiri baik saat di jalan atau saat di rumah.

"Kelakuannya seperti anak kecil. Di lingkungan sini dia dikucilkan, tapi dia tidak pernah mengamuk karena takut sama saya," kata Sobirin, Selasa (27/8/2019).

Aris merupakan anak keempat dari pasangan Abdus Syukur (50) dan Askinah.

Askinah meninggal lima tahun lalu.

Baca: Menkes Dukung Vonis Hukuman Kebiri Kimia Predator Seks di Mojokerto

Kepada Kompas.com, Sobirin mengaku baru mengetahui adiknya dijatuhi hukuman 12 tahun penjara, denda Rp 100 juta, serta ditambah dengan hukuman kebiri kimia.

"Kasihan dia enggak tahu nanti akan bagaimana. Harapan saya sih dia bisa dirawat dan pikirannya dijernihkan. Kalau bisa dirawat di rumah sakit jiwa, supaya dia bisa normal," tuturnya.

Ajukan PK

Penasehat hukum Muh Aris, Handoyo mengungkapkan, pihaknya berencana mengajukan Peninjauan Kembali (PK) terhadap hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan pengadilan kepada Aris.

Handoyo adalah pengacara negara yang ditunjuk pengadilan untuk mendampingi terpidana kebiri kimia itu selama persidangan di Pengadilan Negeri Mojokerto.

Berdasarkan fakta yang terungkap selama persidangan, Handoyo menyatakan terdakwa yang didampinginya selama persidangan, memang terbukti melakukan pidana perkosaan.

"Secara de facto memang dia melakukan. Hasil visum membuktikan bahwa ada akibat dari perbuatan," kata Handoyo, saat dihubungi Kompas.com.

Dijelaskan, pasca putusan di tingkat pengadilan negeri, kasus Muh Aris sempat naik banding ke Pengadilan Tinggi Surabaya namun banding tersebut justru memperkuat keputusan sebelumnya.

Handoyo mengungkapkan, dirinya tidak terlibat dalam proses banding ke PT Surabaya.

Namun rencananya, dirinya akan terlibat dalam proses pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung.

Menurut Handoyo, pihaknya mengajukan PK karena tergerak pada sisi kemanusian.

Terpidana kasus perkosaan 9 anak itu mengaku takut jika dihukum kebiri kimia.

"Yang dia takutkan itu (kebiri kimia). Dia sudah tidak komplain tentang hukuman badan, dia bilang dia takut dihukum kebiri," ungkap Handoyo.

Dijelaskan Handoyo, PK yang akan diajukan diharapkan bisa mencegah Muh Aris dihukum kebiri kimia.

Harapan itu menurut dia terbuka, sebab kebiri kimia belum bisa dieksekusi karena belum adanya petunjuk teknis.

Hukuman kebiri kimia telah dilegalkan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Namun hingga kini belum ada petunjuk teknis sebagai landasan pelaksanaan eksekusi.

Saat ditemui Kompas.com, Senin (26/8/2019) malam, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Rudy Hartono mengatakan, putusan pengadilan terhadap Muh Aris (20), pemerkosa 9 anak, seluruhnya akan dijalankan.

Terkait ekskusi kebiri kimia, pihaknya sedang menunggu petunjuk dari Kejaksaan Agung untuk pelaksanaan eksekusi.

Eksekusi kebiri kimia akan dilaksanakan berdasarkan arahan dari Kejaksaan Agung.

"Hari ini kami sudah kirimkan surat ke Kejaksaan Tinggi untuk meminta petunjuk terkait eksekusi. Lewat surat ke Kejaksaan Tinggi, kami menunggu petunjuk dari Kejaksaan Agung," ungkap Rudy.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas