Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kesaksian Tukang Pembuat Bata Asal Kebumen Saat Terjadi Kerusuhan di Wamena Papua

Rasa trauma yang mendalam menimpa Budiarto (43) seorang pekerja pembuat bata di Wamena, Papua

Editor: Sugiyarto
zoom-in Kesaksian Tukang Pembuat Bata Asal Kebumen Saat Terjadi Kerusuhan di Wamena Papua
Tribunnews.com/ Gita Irawan
51 orang pengungsi terdampak konflik Wamena, Papua tiba di Landasan Udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur pada Kamis (3/10/2019) sekira pukul 16.45 WIB dengan menumpang pesawat Hercules C 130 milik TNI Angkatan Udara. 

Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Naufal Fauzy

TRIBUNNEWS.COM, SENTANI - Rasa trauma yang mendalam menimpa Budiarto (43) seorang pekerja pembuat bata di Wamena, Papua yang kini mengungsi di Posko Masjid Al Aqsha, Distrik Sentani, Jayapura, Papua.

Budiarto yang merupakan asal Kebumen ini turut melihat langsung mayat bergelimpangan dalam kerusuhan di Wamena tersebut.

Budarto menceritakan bahwa pada Senin (23/9/2019) pagi awalnya dia bersama tiga kawannya pergi meninggalkan rumah menuju ke pabrik pembuatan bata untuk bekerja.

Belum sampai ke lokasi tujuan, di arah Kota Wamena ia melihat kerusuhan yang meledak.

"Saya kerja bikin batako di sana (Wamena). Hari Senin pagi lagi jalan ke kota, sampai ke kota ada kejadian (kerusuhan), gak jadi bikin batako," kata Budiarto kepada TribunnewsBogor.com, Rabu (2/10/2019).

Baca: Ketua MPR RI Mengerucut ke Bambang Soesatyo, Hanya Fraksi Partai Gerindra yang Menolak

Baca: Bocah 6 Tahun Dianiaya Tantenya Sendiri Hingga Meninggal Dunia, Berikut Faktanya

Baca: Blokir IMEI Mestinya Diberlakukan Pada Tingkat Penjual, Bukan Pengguna

Baca: Kemenhub Sebut Lebih dari Sejuta Kendaraan Terbukti Langgar Over Dimension dan Overload

Berita Rekomendasi

Kemudian, Budiarto pun diajak untuk tinggal sementara di rumah bosnya yang berlokasi agak jauh dari pusat Kota Wamena.

Setelah itu, Budiarto dan tiga kawannya yang juga dari Kebumen berlindung di Polres Wamena.

Budiarto mengaku sempat meminta diantar kepada aparat polisi untuk mengambil baju di rumahnya.

Saat pulang, Budiarto kaget mendapati rumahnya sudah hancur.

Pengungsi dari Wamena, Papua, tiba di Lanud Abdulrachman Saleh, Malang, dengan  menggunakan pesawat Hercules TNI AU, Selasa (2/10/2019). Sebanyak 120 pengungsi yang berasal dari Jawa Timur tiba di Malang untuk kembali ke daerah asal, pasca kerusuhan di Wamena yang mengakibatkan 33 orang tewas. SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO
Pengungsi dari Wamena, Papua, tiba di Lanud Abdulrachman Saleh, Malang, dengan menggunakan pesawat Hercules TNI AU, Selasa (2/10/2019). Sebanyak 120 pengungsi yang berasal dari Jawa Timur tiba di Malang untuk kembali ke daerah asal, pasca kerusuhan di Wamena yang mengakibatkan 33 orang tewas. SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO (SURYA/HAYU YUDHA PRABOWO)

"Pulang ngambil baju sambil dikawal polisi, pas ke sana, rumah udah hancur semuanya. Di rumah itu saya tinggal sama kawan-kawan berempat dari Kebumen," kata Budiarto.

Budiarto mengaku untuk sementara tak ingin lagi pergi ke Wamena.

Budiarto mengaku merasa takut setelah melihat korban dibunuh massa dengan cara dibacok dan dibakar.

"Pengen pulang dulu lah (ke Kebumen), masih takut, ngeri. Istirahat dulu lah, takut, trauma lihat orang dibakar, dibacok dulu baru dibakar, dimasukan ke api kan biar hangus toh, saya lihat jenazahnya, kan (korban) dibawa ke polres, itu udah hangus," ungkapnya.

Namun, Budiarto mengaku tidak menutup kemungkinan dia bisa kembali ke Wamena untuk kembali bekerja apabila rasa trauma yang dialaminya sudah hiang serta situasi di Wamena sudah benar-benar kondusif.

MUI Papua minta setop pemakaian istilah 'asli Papua' dan 'pendatang'.

Seorang warga mencium Orang Asli Papua (OAP) yang menyelamatkannya saat kerusuhan di Wamena terjadi, Senin, 23/9/2019.
Seorang warga mencium Orang Asli Papua (OAP) yang menyelamatkannya saat kerusuhan di Wamena terjadi, Senin, 23/9/2019. (repro whatsapp)

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Papua, KH. Syaiful Islam Al Payage meminta kepada masyarakat untuk menghentikan pemakaian istilah 'asli Papua' dan 'pendatang.'

Istilah-istilah tersebut harus benar-benar segera dihentikan secara serius.

"Kita mesti stop berbicara orang asli Papua dan pendatang. Istilah-istilah ini mesti kita hentikan mulai detik ini," kata Syaiful saat ditemui TribunnewsBogor.com di Jayapura, Papua, Rabu (2/10/2019).

Dia menjelaskan bahwa selama sesama warga Indonesia entah dari mana dia mendatangi wilayah Papua tetap saudara.

Hal ini kata dia berlaku selama Papua merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Kalau dia adalah warga negara Indonesia, dia adalah suadara kita, sebangsa dan setanah air. Tidak ada istilah pendatang dan orang asli. Selama ini Papua bagian dari NKRI maka kita adalah bersaudara," katanya.

Semua ini, kata dia, bukan hanya slogan karena sudah terbukti di sejumlah wilayah di Papua.

"Sudah banyak terbukti di Jayapura yang sudah banyak terjalin, bercampur aduk antara orang asli dan saudara-saudara kita yang datang."

"Di Wamena juga begitu, Merauke juga begitu, Fakfak, Biak juga sudah terjadi. Harapan saya semoga ini tetap terpelihara sehingga kesatuan kita dalam bingkai NKRI," ungkapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas