Kesaksian Tukang Pembuat Bata Asal Kebumen Saat Terjadi Kerusuhan di Wamena Papua
Rasa trauma yang mendalam menimpa Budiarto (43) seorang pekerja pembuat bata di Wamena, Papua
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan TribunnewsBogor.com, Naufal Fauzy
TRIBUNNEWS.COM, SENTANI - Rasa trauma yang mendalam menimpa Budiarto (43) seorang pekerja pembuat bata di Wamena, Papua yang kini mengungsi di Posko Masjid Al Aqsha, Distrik Sentani, Jayapura, Papua.
Budiarto yang merupakan asal Kebumen ini turut melihat langsung mayat bergelimpangan dalam kerusuhan di Wamena tersebut.
Budarto menceritakan bahwa pada Senin (23/9/2019) pagi awalnya dia bersama tiga kawannya pergi meninggalkan rumah menuju ke pabrik pembuatan bata untuk bekerja.
Belum sampai ke lokasi tujuan, di arah Kota Wamena ia melihat kerusuhan yang meledak.
"Saya kerja bikin batako di sana (Wamena). Hari Senin pagi lagi jalan ke kota, sampai ke kota ada kejadian (kerusuhan), gak jadi bikin batako," kata Budiarto kepada TribunnewsBogor.com, Rabu (2/10/2019).
Baca: Ketua MPR RI Mengerucut ke Bambang Soesatyo, Hanya Fraksi Partai Gerindra yang Menolak
Baca: Bocah 6 Tahun Dianiaya Tantenya Sendiri Hingga Meninggal Dunia, Berikut Faktanya
Baca: Blokir IMEI Mestinya Diberlakukan Pada Tingkat Penjual, Bukan Pengguna
Baca: Kemenhub Sebut Lebih dari Sejuta Kendaraan Terbukti Langgar Over Dimension dan Overload
Kemudian, Budiarto pun diajak untuk tinggal sementara di rumah bosnya yang berlokasi agak jauh dari pusat Kota Wamena.
Setelah itu, Budiarto dan tiga kawannya yang juga dari Kebumen berlindung di Polres Wamena.
Budiarto mengaku sempat meminta diantar kepada aparat polisi untuk mengambil baju di rumahnya.
Saat pulang, Budiarto kaget mendapati rumahnya sudah hancur.
"Pulang ngambil baju sambil dikawal polisi, pas ke sana, rumah udah hancur semuanya. Di rumah itu saya tinggal sama kawan-kawan berempat dari Kebumen," kata Budiarto.
Budiarto mengaku untuk sementara tak ingin lagi pergi ke Wamena.
Budiarto mengaku merasa takut setelah melihat korban dibunuh massa dengan cara dibacok dan dibakar.
"Pengen pulang dulu lah (ke Kebumen), masih takut, ngeri. Istirahat dulu lah, takut, trauma lihat orang dibakar, dibacok dulu baru dibakar, dimasukan ke api kan biar hangus toh, saya lihat jenazahnya, kan (korban) dibawa ke polres, itu udah hangus," ungkapnya.
Namun, Budiarto mengaku tidak menutup kemungkinan dia bisa kembali ke Wamena untuk kembali bekerja apabila rasa trauma yang dialaminya sudah hiang serta situasi di Wamena sudah benar-benar kondusif.
MUI Papua minta setop pemakaian istilah 'asli Papua' dan 'pendatang'.
Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Provinsi Papua, KH. Syaiful Islam Al Payage meminta kepada masyarakat untuk menghentikan pemakaian istilah 'asli Papua' dan 'pendatang.'
Istilah-istilah tersebut harus benar-benar segera dihentikan secara serius.
"Kita mesti stop berbicara orang asli Papua dan pendatang. Istilah-istilah ini mesti kita hentikan mulai detik ini," kata Syaiful saat ditemui TribunnewsBogor.com di Jayapura, Papua, Rabu (2/10/2019).
Dia menjelaskan bahwa selama sesama warga Indonesia entah dari mana dia mendatangi wilayah Papua tetap saudara.
Hal ini kata dia berlaku selama Papua merupakan bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Kalau dia adalah warga negara Indonesia, dia adalah suadara kita, sebangsa dan setanah air. Tidak ada istilah pendatang dan orang asli. Selama ini Papua bagian dari NKRI maka kita adalah bersaudara," katanya.
Semua ini, kata dia, bukan hanya slogan karena sudah terbukti di sejumlah wilayah di Papua.
"Sudah banyak terbukti di Jayapura yang sudah banyak terjalin, bercampur aduk antara orang asli dan saudara-saudara kita yang datang."
"Di Wamena juga begitu, Merauke juga begitu, Fakfak, Biak juga sudah terjadi. Harapan saya semoga ini tetap terpelihara sehingga kesatuan kita dalam bingkai NKRI," ungkapnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.