Cerita Kakek Suhendri Si Penjaga Hutan: Tolak Lahannya Dibeli Seharga Rp 10 Miliar Hingga Alasannya
“Saya tidak jual. Saya harap ada orang yang bisa melanjutkan merawat hutan ini meski pun bukan keluarga saya,” kata Suhendri
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM - Cerita Kakek Suhendri (78) tahun asal Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, ini patut diacungi jempol, dan bisa menjadi inspirasi.
Kakek Suhendri telah berjuang keras menjaga dan melestarikan hutan buatannya di tengah Kota Tenggarong, demi menjaga lingkungan serta menyediakan oksigen untuk masyarakat Kota Tenggarong.
Tanggapi Viralnya Video Ormas Minta Jatah Parkir, Ketua Gibas Sebut Dapat Restu Pemkot Bekasi
Viral Video Diduga Ormas Minta Jatah Parkir di Bekasi, Polda Metro Jaya Turunkan Tim Khusus
Titiek Puspa Ulang Tahun, Berikut 5 Fakta Penyanyi Diva Legendaris Ini
Dilansir dari Kompas.com, kerja kerasnya tersebut telah dirintisnya sejak 1986, tentunya sudah melalui cobaan yang tidakklah mudah untuk dilalui.
"Saya menyiapkan oksigen bagi masyarakat di kota ini," kata Suhendri.
Salah satu pengalaman yang tak pernah dia lupakan adalah saat menolak menolak tawaran senilai Rp 10 miliar untuk lahan 1,5 hektar miliknya itu.
“Saya tidak jual. Saya harap ada orang yang bisa melanjutkan merawat hutan ini meski pun bukan keluarga saya,” kata Suhendri, Kamis (31/10/2019) lalu.
Suhendri menjelaskan, niat dirinya untuk menjaga lingkungan dengan menanam pohon di tengah kota sudah tertanam dalam hati.
Baca: BMKG: Beberapa Wilayah di Sumatera dan Kalimantan Berpotensi Hujan Lebat Besok Sabtu 2 November 2019
Godaan para investor yang menawar membeli lahan seluas 1.5 hektar untuk dijadikan perumahan, pun tak mempan baginya.
“Banyak yang datang mau beli, tapi saya tidak mau. Apalagi mau bikin perumahan, saya tidak mau, lingkungan rusak," ungkap Suhendri saat berbincang di kediamannya, Kompas.com, Kamis (31/10/2019).
Awal mula perjuangan Suhendri
Kakek dua anak ini menceritakan, saat pertama kali menginjak tanah Kalimantan Timur pertama kali pada 1971, dia bekerja sebagai pekerja proyek membangun asrama milik perusahaan kayu.
Saat itu juga sedang marak-maraknya bisnis kayu. Dia menyaksikan kayu ditebang, berhektar-hektar hutan gundul tanpa sisa.
"Dari situ muncul motivasi. Saya akan merawat hutan. Saya kemudian beralih jadi petani tapi garap lahan orang lain," ujar dia.
Lalu, Suhendri melanjutkan, pada tahun 1979, dirinya membeli lahan seluas 1,5 hektar.
Saat itu ia beli dengan harga Rp 100.000.
Baca: Intip 7 Potret Awkarin Bantu Padamkan Api Karhutla di Kalimantan, Susuri Hutan Hingga Tulis Sindiran
Lahan itu dia gunakan untuk untuk bertani dengan konsep pertanian agroforestri, yaitu menggabungkan pepohonan dengan tanaman pertanian.
Awalnya, ia menanami komoditas pertanian seperti lombok, sayuran juga buah-buahan.
Lalu, tahun 1986 ia mulai tanam (pohon) kayu setelah mendapat bibit dari Bogor, Jawa Barat.
Waktu itu, kata Suhendri, ada 1.000 bibit kayu damar, meranti, kapur, pinus, kayuputih, ulin, dan sengon.
Saat ini, pohon yang ia tanam pada 1986 silam sudah tinggi menjulang membentuk hutan dalam kota dan memberi udara segar bagi warga Kota Tenggarong.
Berjalannya waktu, hutan tengah kota milik Suhendri telah jadi tempat penelitian mahasiswa.
Bahkan, bahkan hutan tengah kota ini pernah menjadi lokasi penelitian skripsi mahasiswa asal Jepang.
Usulan Anggaran Pemprov DKI Kembali Dikritik Dewan, Bayar Jasa Penataan Kampung Rp 556 Juta Per RW
Sembilan Siswa MTS di Ciputat Alami Perundungan: Dipukuli Hingga Dicekoki Miras oleh Seniornya
Suhendri juga sering mendapat penghargaan dari berbagai pihak karena hutannya.
Saat ini, Suhendri bersama istrinya, Junarsa, tinggal di rumah sederhana di tepi hutan miliknya.
Niatnya untuk menyediakan oksigen bagi warga kota pun masih terpupuk di antara pepohonan di lahan miliknya.
(Penulis: Kontributor Samarinda, Zakarias Demon Daton | Editor: David Oliver Purba)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul: Tolak Rp 10 Miliar Demi Jaga Hutan, Kakek Suhendri: Oksigen Bagi Warga