Ditangkap Tanpa Perlawanan, Saat Pulang Muhammad Riduan Sudah Jadi Mayat, Keluarga Tak Terima
Irvan menjelaskan kronologi kasus berdasarkan dari keterangan para saksi warga bahwa korban almarhum Muhammad Riduan
Editor: Hendra Gunawan
Irvan menjelaskan bahwa dasar polisi melakukan penangkapan terhadap korban adalah melalui Surat SP Kap No 755/XI/Res18/2019/Reskrim dengan nama korban Muhammad Riduan alias Adek Nameng atas kasus 365 ayat 2 pencurian disertai kekerasan.
Dimana Irvan menyebutkan 14 nama tim penyelidik Polrestabes Medan yang melakukan penangkapan adalah Ipda Sondy Raharjanto, Aiptu HB Purba, Aiptu Jasril Mandai, Aiptu Roni A Irawan, Aipda Idris Tarigan, Aipda Rahmat Ridowan Rangkuti, Bripka DP Rumapea, Bripka Benny Ardinal, Bripka Budy Susatyo, Bripka Zepry Nadapdap, Bripka Ricky Swanda, Brigadir Afrizal, Briptu Zainal Arifin Hasibuan, Bharada Eko Bimantoro.
"Kami tidak dapat memastikan siapa yang melakukan penembakan, tapi nama-nama yang melakukan surat perintah penangkapan adalah orang-orang ini," bebernya.
"Pada saat ditangkap korban tidak ada melakukan perlawanan, tangan diborgol, itu dihadiri dan dilihat langsung oleh para masyarakat setempat. Bagaimana mungkin seorang tangkapan tidak melakukan perlawanan namun ditembak mati dan masyarakat setempat juga menanyakan saat dilakukan penangkapan “ada apa ini pak” statmentnya seperti ini dan masyarakat menjadi saksi kita "kalian tenang aja ini mau dimatikan," tegasnya dengan nada tinggi.
Bahkan saat meminta jenazah, polisi malah menyodorkan surat untuk tidak melakukan penuntutan.
"Oleh karena itu pihak dari keluarga meminta kepada RS Bhayangkara untuk memberikan mayat tersebut. Namun sebelum mayat tersebut di berikan pihak keluarga disodorkan dengan surat untuk tidak menuntut, ini sering kali dilakukaan.
Oleh karena itu pihak keluarga curiga terkait meninggalnya kenapa. Karena dia diambil dalam keadaan sehat, tidak melakukan perlawanan, tiba tiba keesokan sudah meninggal," ungkapnya.
Atas kejadian tersebut, LBH Medan yang sudah diberiakan kuasa, hari ini, Rabu (20/11/2019) sekitar pukul 11 WIB membuat laporan secara resmi kepada Kapolda Sumjt atas tindak pidana dugaan pembunuhan tersebut.
"Namun apa yang sampai di sana ternyata laporan ditolak oleh petugas Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Sumut. Dengan dalih kita belum bisa menerima. Alasan mereka juga ini ranah propam, berdasarkan surat perintah penangkapan," jelasnya.
Bagi Irvan, hal ini adalah alasan yang tak berdasar karena siapapun yang merasa dirinya korban berhak melaporkan tindak pidana sesuai KUHAP.
"Hal ini menunjukkan bahwasannya Pihak Polda Sumut telah melanggar Hak asasi Klien dalam membuat Laporan Kepolisian Karena klien sebagai masyarakat memiliki Hak yang sama di hadapan hukum Sebagaimana diamanahkan UUD RI 1945," terangnya.
"Oleh karena itu pihak LBH menegaskan bahwasanya seorang korban mempunyai hak untuk melaporkan tindak pidana. Hal ini berdasarkan pasal 5 pasal 7 KUHAP ayat 1 menyatakan kalau orang yang diduga melakukan tindak pidana, polisi mempunyai kewajiban untuk menerima laporan tersebut, wajib dan tidak ada alasan dia untuk mengatakan ke propam dulu atau bagaimana," tambah Irvan.
Bahkan, Irvan menjelaskan hal yang paling janggal adalah LP terhadap korban Riduan sudah keluar sejak April lalu namun baru ditangkap pada bulan November, dimana rentan waktu tersebut cukup panjang.
"Hal yang janggal adalah dimana kasus Riduan itu LPnya tanggal 2 April 2019, tapi baru ditangkap bulan November. Ada 7 bulan rentan waktunya itu adalah waktu yang sangat lama. Kalau memang Riduan mau ditangkap, kenapa ini baru ditangkap langsung ditembak mati untuk kasus 365," jelasnya.