Perjuangan Mulyono, Difabel di Salatiga Bangkit dari Musibah dengan Kandang Burung dan Mobil-mobilan
Sepuluh tahun lalu, dia yang bekerja di bagian finishing sebuah pabrik mebel mengalami kecelakaan kerja.
Editor: Sugiyarto
TRIBUNNEWS.COM, SALATIGA - Mengingat kenangan pada 2010 menjadi momen paling menyakitkan bagi Mulyono (39), warga Jalan Kenanga RT 4 RW 2, Kelurahan Salatiga, Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga.
Sepuluh tahun lalu, dia yang bekerja di bagian finishing sebuah pabrik mebel mengalami kecelakaan kerja.
Mulyono sewaktu kejadian dirinya tengah mendapat tugas membongkar sebuah rumah tua.
Celaka, material bangunan menimpa kaki kirinya hingga tidak bisa digerakkan.
Akhirnya kaki kiri itu harus diamputasi.
"Setelah kejadian itu, selama dua tahun saya tidak bisa beraktivitas normal.
Tapi pemilik perusahaan menanggung semua kebutuhan hidup saya hingga saya dipekerjakan kembali," terangnya kepada Tribunjateng.com, Jumat (25/1/2020)
Setelah menjalani perawatan dan dinyatakan sembuh, Mulyono kembali bekerja meski dengan satu kaki.
Hingga kemudian dia sadar keberadaannya seolah tidak dihiraukan lingkungan tempat kerja.
Pekerjaan yang biasa dia lakukan dialihkan ke orang lain.
Dia menilai dipekerjakan dirinya kembali tidak lebih dari belas kasihan.
"Pada tahun 2017, saya memutuskan kembali pulang ke Salatiga.
Saya tidak mau menjadi beban serta menolak dikasihani lantaran hanya memiliki satu kaki," jelasnya.
Ternyata pulang ke Salatiga justru tak membuat batinnya lebih baik.
Mulyono malah merasa semakin terpuruk.
Bahkan dia sempat mengurung diri selama setahun.
Semangatnya mulai muncul ketika tetangga memberikan penilaian lain.
Mereka menerima keberadaannya sekarang dengan satu kaki.
Juga selalu mendorongnya agar bersosialisasi.
"Jadi kembali di Salatiga justru saya makin terpuruk.
Tak punya pekerjaan dan terus mengurung diri di rumah.
Saya merasa semua sudah selesai.
Hampir setahun saya tidak bergaul sejak 2017-2018.
Kemudian para tetangga meminta saya memanfaatkan bekas warung yang tak terpakai guna membuka usaha," ungkapnya.
Mendapat dukungan dari lingkungan, motivasi kerjanya perlahan bangkit.
Bahkan sebagian tetangga dengan sukarela memberi gambar miniatur mobil berbahan triplek.
Supaya diproduksi karena memiliki nilai ekonomi.
Sekarang, pria lajang ini tak hanya memproduksi mainan mobil-mobilan.
Mulyono yang mengaku tidak memiliki latar belakang sebagai pengrajin itu juga mampu membuat sangkar burung.
"Karena masih baru, saya hanya mampu memproduksi dalam jumlah terbatas. Yang penting saya merasa hidup kembali karena ternyata diterima lingkungan dan diberi kepercayaan," tandasnya.
Untuk membuat satu buah sangkar, setidaknya dia membutuhkan waktu tiga hari.
Pembuatan mainan butuh waktu satu hari lantaran prosesnya masih manual.
Sangkar dan mainan dihargai beragam, mulai dari Rp 50-100 ribu tergantung ukuran.
Mulyono menyebut pemasaran produknya masih terbatas di pasaran lokal Kota Salatiga karena masih sangat baru.
Selain itu, dia berencana menggencarkan promosi melalui media sosial. (ris)
Artikel ini telah tayang di Tribunjateng.com dengan judul Kisah Mulyono Difabel di Salatiga Bikin Miniatur Mobil dan Kandang Burung, Menolak Dikasihani, https://jateng.tribunnews.com/2020/01/24/kisah-mulyono-difabel-di-salatiga-bikin-miniatur-mobil-dan-kandang-burung-menolak-dikasihani?page=all.