Klaim Dirinya King of The King dan Miliki Kekayaan Rp 60 Ribu Triliun, Dony Pedro Masih Ngontrak
Kehadiran Indonesia Mercusuar Dunia di Kota Bandung atau dikenal dengan sebutan King of The King ternyata markasnya di Cicadas.
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribun Jabar, Tiah SM
TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG - Kehadiran Indonesia Mercusuar Dunia di Kota Bandung atau dikenal dengan sebutan King of The King ternyata markasnya di Cicadas.
Sekdis Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kota Bandung Inci Dermaga mengatakan Pemkot Bandung tidak punya wewenang untuk bertindak apalagi organisasi Indonesia Mercusuar atau King of The King tidak tercatat di Kesbangpol.
"Walau tak tercatat di Kesbangpol, tapi kami diperintahkan pusat untuk menyelidikinya," ujar Inci melalui telepon , Sabtu (1/2/2020).
Inci mengatakan, hasil penyelidikan Dony Pedro, pemimpin King of the King tinggal di Cicadas mengontrak rumah bersama istrinya Rusmini.
"Keterangan para tetangga, Dony Pedro selalu berpindah-pindah kontrakan tapi masih sekitar Cicadas," ujar inci.
Dony Pedro adalah seorang pensiunan pegawai dan setelah pensiun jadi orang pintar semacam dukun .
Inci mengatakan hasil penyelidikan dilaporkan ke Polri dan TNI yang berhak menanganinya.
Klaim Sebagai Raja Diraja
Belum reda heboh munculnya Keraton Agung Sejagat di Purworejo Jawa Tengah dan Sunda Empire di Jawa Barat, giliran gempar kemunculan Kerajaan baru lainnya, King of The King namanya, kali ini di Tangerang, Banten.
Baca: Kebobrokan King of The King di Tangerang Terbongkar, 3 Pelaku Ditangkap, Imbalan 3M Cuma Halu
Baca: ASN Karawang Ini Menyesal Gabung di King of The King, Seperti Dicuci Otak, Dijanjikan Uang Miliaran
Baca: 2 Anak Buah Pimpinan King of The King Jadi Tersangka, Lakukan Penipuan Soal Uang Miliaran Rupiah
Nama-nama tokoh nasional seperti Prabowo Subianto disebut-sebut ikut jadi bagian, meski hal ini belum terkonfirmasi.
Tak hanya itu, ayah Megawati Soekarnoputri, mendiang Bung Karno juga disebut jadi bagian.
Namun spanduknya yang dipasang di kawasan Poris sudah ditertibkan oleh Satpol PP karena dianggap potensi meresahkan.
Kompas.com mencoba mengontak orang terdekat dari King of The King, yakni Pimpinan Ketua Umum IMD (Indonesia Mercusuar Dunia) Juanda yang tertera dalam baliho tersebut.
Juanda mengklaim King of The King merupakan Raja Diraja dari semua raja di dunia.
"Itu adalah Raja Diraja, nanti beliau lah yang akan melantik dari seluruh presiden dan raja-raja di seluruh dunia," kata dia saat dihubungi Kompas.com, Senin (27/1/2020).
King of The King yang sering dipanggil Mister Dony Pedro itu disebut-sebut menjabat sebagai Presiden UBS dan memiliki kekayaan Rp 60 ribu triliun di bank tersebut.
Juanda mengatakan, kekayaan tersebut merupakan aset yang ditinggalkan Soekarno dan resmi diserahkan kepada King of The King.
Ada beberapa surat yang diklaim merupakan surat aset peninggalan Soekarno di Bank Swiss.
Dia mengatakan kekayaan tersebut nantinya akan diambil untuk 3 hal utama.
Dia juga menyebut-nyebut Prabowo Subianto sebagai bagian dari King of The King yang akan bertugas membeli alutsista berupa 3.000 pesawat tempur buatan Eropa.
"Itu akan diinikan (dikerjakan) Pak Prabowo nanti," kata dia.
Kerajaan yang berada di Bandung, Jawa Barat tersebut juga mengaku memiliki Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) yang asli sebagai bukti perintah Soekarno yang melimpahkan peninggalannya ke Mr Dony Pedro.
Itu juga yang menjadi alasan pemisahan aset Soekarno kata Juanda, yang diserahkan ke Mr Dony Pedro akan diambil dari Bank Swiss pada Maret 2020 mendatang.
"Rp 60.000 akan turun ke BI (Bank Indonesia)," kata dia.
Fenomena Kerajaan Fiktif, antara Motif Uang dan Masyarakat yang Tak Rasional
Fenomena kerajaan fiktif terus bermunculan.
Setelah Keraton Agung Sejagat di Purworejo, beberapa waktu lalu sempat muncul kerajaan lain, yakni Sunda Empire di Bandung.
Belakangan, media sosial Youtube kembali diramaikan dengan keberadaan Negara Rakyat Nusantara yang mengusulkan agar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dibubarkan.
Meski video tersebut telah diunggah pada 2015 lalu, namun keberadaannya mulai viral baru-baru ini seiring dengan mencuatnya fenomena kerajaan fiktif.
menilai, ada 2 hal yang harus dilihat di balik maraknya fenomena ini, yaitu motif dan tren meningkatnya ketidakpercayaan publik.
Menurut dia, kemunculan Keraton Agung Sejagat memiliki motif yang berbeda dibandingkan dengan tiga kerajaan fiktif lainnya.
Kerajaan Agung Sejagat memiliki motif ekonomi sama seperti investasi bodong Memiles guna menggalang dana ilegal dari masyarakat.
“Ini yang berbahaya. Apalagi bila ini pidana, (ada unsur) kebohongan, ini tentu berbahaya. Ini sama saja dengan kasus Memiles yang memang kriminal,” kata Devie kepada Kompas.com, Jumat (24/1/2020).
Sedangkan, 3 kerajaan fiktif lainnya diduga muncul akibat menguatnya tren ketidakpercayaan publik terhadap sejumlah pihak, mulai dari pemerintah, media hingga atasan mereka di kantor.
Masyarakat cenderung percaya dengan hal-hal yang berbau konspiratif, spekulatif dan mistis untuk menjawab segala rasa penasaran mereka secara singkat.
Tren seperti ini, sebut dia, tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi hampir di seluruh dunia.
Termasuk negara barat yang memiliki pola pikir serta kemampuan finansial yang lebih baik dibandingkan masyarakat Indonesia.
“Penelitian Cambridge di 9 negara selama 6 tahun menunjukkan ternyata masyarakat barat sendiri, masyarakatnya juga semakin percaya dengan hal-hal yang sifatnya konspiratif, tidak rasional.
Artinya, kita tidak bisa bilang bahwa masyarakat kita adalah bangsa atau masyarakat yang terbelakang,” kata dia.
“Ini tidak ada hubungannya dengan latar belakang pendidikan, ekonomi, suku, agama dan ras.
Tapi ini lebih terkait pada kondisi, satu, sosial politik masyarakat, dua, kemanusiaan masyarakat itu sendiri,” imbuh Devie.
Sebagai contoh, ketika kontestasi politik berlangsung pada 2017 lalu, munculnya dua kutub kekuatan menguatkan polarisasi di masyarakat.
Hal itu tidak terlepas dari derasnya arus informasi yang juga mengalir ke media sosial,
sehingga mengakibatkan masyarakat menjadi kian bingung dalam memilah informasi.
Persoalan timbul ketika tidak sedikit masyarakat Indonesia yang cenderung malas untuk bertanya dan mencari tahu kebenaran atas sebuah informasi.
Sementara, rasa tidak percaya terhadap tiga pihak sebelumnya, membuat mereka akhirnya ‘melarikan diri’ ke orang-orang terdekat seperti teman dan keluarga yang tidak memiliki kapasitas dan kapabilitas dalam menyaring informasi.
“Di sini kemudian potensi masuknya informasi yang tidak kredibel itu masuk.
Kenapa? Kalau sudah teman yang bicara, keluarga yang bicara, kita tentu tidak akan lagi mempertanyakan.
Karena artinya itu akan mengganggu hubungan sosial kita,” ucap Devie.
“Ketika ibu kita mengatakan, lho masa sih ibu kita akan membohongi kita? Jadi itu membuat informasi-informasi yang spekulatif, konspiratif, itu menjadi mudah untuk meresap masuk pikiran masyarakat,” imbuh dia.
Di Indonesia, ia menambahkan, juga ada kecenderungan bahwa orang yang sering bertanya kerap dianggap bodoh atau justru sombong karena dianggap tahu segalanya.
“Itu secara kultural berbahaya. Masyarakat barat yang kritis saja tidak terbebas dari virus berita bohong, hoaks dan segala macam.
Apalagi masyarakat yang secara budaya itu takut bertanya.
Ini yang perlu dikikis bersama-sama untuk menjadi benteng berita spekulatif, konspiratif, maupun yang fiktif,” ujarnya. (Tiah SM)
Artikel ini telah tayang di tribunjabar.id dengan judul BREAKING NEWS: Pemimpin King of The King Tinggal di Cicadas Kota Bandung, Rumahnya Masih Ngontrak
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.