Kasus Suami Jual Istri ke Lelaki Hidung Belang Terjadi di Surabaya dan Pasuruan, Ini Kata Psikolog
Psikolog Anak dan Keluarga dari Yayasan Praktek Psikolog Indonesia, Adib Setiawan membeberkan pandangannya tentang kasus suami jual istri.
Penulis: Endra Kurniawan
Editor: Hasanudin Aco
Psikolog Anak dan Keluarga dari Yayasan Praktek Psikolog Indonesia, Adib Setiawan, S. Psi., M. Psi membeberkan pandangannya tentang kasus suami jual istri.
Dalam kasus pertama yang melibatkan MSS dan F, Adib memandang ada kesalahan pasangan suami istri ini dalam membangun hubungan komunikasi di lingkup rumah tangga.
"Kalau saya melihatnya, kasus pertama komunikasi istri kurang," katanya saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (10/2/2020).
Menurutnya apa yang disampaikan F ke MSS soal kepuasan di atas ranjang salah diterima oleh sang suami.
"Jadi misalnya dia ngomong melakukan hubungan intim tapi si perempuan nggak puas"
"Mungkin maksudnya bukan begitu, apakah dia kasar, memaksa istri, kurang mendengarkan apa yang dirasakan istri. Bisa jadi itu maksudnya yang sebenarnya," lanjut Adib.
Baca: Dikeroyok Orang Tak Dikenal di Diskotek Surabaya hingga Koma, Anggota M1R Embuskan Napas Terakhir
Namun apa yang coba disampaikan F tidak dipahami secara baik oleh MSS.
"Istrinya ngomong nggak nyaman, dia ngapain malah dicarikan temennya? Ini kan salah persepsi dan salah komunikasi, kurangnya komunikasinya dalam berumahtangga," beber Adib.
Selain faktor komunikasi, Adid menduga faktor moral yang rendah membuat MSS tega menjual istrinya.
"Kalau moralnya bagus, tidak mungkin menyerahkan istirnya ke temennya," katanya.
Apa yang dilakukan MSS juga bisa didorong dengan kebiasaanya yang mungkin sudah pernah melakukan seks bebas sebelum menikah dengan F.
"Istilahnya sebelum menikah, laki-laki melakukan free sex, temenya juga bisa jadi melakukan hal yang sama."
"Jadi waktu dia menjual istrinya ke teman-temanya tidak bersalah dan melakukan tanpa berdosa," tegas Adib.
Dan akhirnya membuat F menjadi tidak nyaman dan memberanikan hal yang menimpanya kepada pihak berwajib.
Adib melihat adanya faktor ekonomi dimungkinkan menjadi motif dalam kedua kasus, baik di Pasuruan maupun di Surabaya.
Menurutnya kesulitan ekonomi yang membelit para pelaku, membuat mereka menghalalkan segala cara untuk memenuhinya.
"Kadangkala faktor itu juga pengaruh," tutupnya.
(Tribunnews.com/Endra Kurniawan)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.