Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Wali Kota Solo Hadi Rudyatmo Sebut Kunci Toleransi adalah Legowo: Apapun Dilakukan untuk Masyarakat

Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo mengatakan, untuk menjaga toleransi di Kota Solo adalah sikap yang harus mau menerima.

Penulis: Nuryanti
Editor: Muhammad Renald Shiftanto
zoom-in Wali Kota Solo Hadi Rudyatmo Sebut Kunci Toleransi adalah Legowo: Apapun Dilakukan untuk Masyarakat
Desain Grafis - Ananda Bayu Sidarta TribunSolo.com
Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo 

TRIBUNNEWS.COM - Wali Kota Solo, FX Hadi Rudyatmo mengatakan, untuk menjaga toleransi di Kota Solo adalah sikap yang harus mau menerima (legowo).

Hal itu disampaikan Rudy dalam diskusi publik Ngobrol Mewah (Mepet Sawah), dengan tema Solo Merawat Toleransi di kantor Tribunnews.com, Klodran, Colomadu, Karanganyar.

Menurutnya, semua yang diperlukan demi kepentingan umum dan bisa bermanfaat, itu bisa menjadi kunci penyelesaian masalah.

"Legowo, artinya apapun yang harus saya lakukan, sepanjang itu untuk masyarakat umum, dan itu bisa bermanfaat untuk orang lain, itu bisa menyelesaikan permasalahan," ujar Hady Rudyatmo, di Gedung Tribunnews Solo, Selasa (11/2/2020).

Selain itu, menurutnya, toleransi juga bisa dijaga dengan adanya kebijakan dari pemerintah.

Baca: Komisi VIII DPR: Sikap Jokowi Tegas, Tidak Ada Toleransi Terhadap Terorisme

Setiap kebijakan yang dibuat harus berpihak pada semua golongan masyarakat.

"Toleransi di Solo ini bisa terjaga, jadi bagaimana kebijakan-kebijakan pemerintah ini bisa berpihak pada masyarakat tanpa memandang suku, agama, dan lain sebagainya," jelasnya.

BERITA REKOMENDASI

Ia mengungkapkan, pemerintah harus mengerti dan peduli dengan keinginan masyarakatnya.

Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo di Diskusi Mewah (Mepet Sawah)
Dari Kanan Letkol Inf Wiyata Sempana Aji SE MDS, Kombes Pol Andy Rifai SIK MH, Wali Kota Solo FX Hadi Rudyatmo, Dewan Pembina YPLAG Surakarta KH Dian Nafi di Diskusi Mewah (Mepet Sawah) Tribunnews.com, Selasa (11/2/2020)

Tahun 2017, Solo Masuk 10 Besar Kota Paling Toleran

Mengutip TribunSolo.com, sebelumnya, Setara Institute melakukan kajian dan indexing terhadap 94 kota di Indonesia pada 2017 lalu.

Hal tersebut berkaitan dengan isu promosi dan praktik toleransi untuk memperingati Hari Toleransi Internasional setiap 16 November.

Tujuan pengindeksan ini untuk mempromosikan kota-kota yang dianggap berhasil membangun dan mengembangkan toleransi di wilayahnya.

Ada 10 kota dengan skor toleransi tertinggi, Manado (5,90), Pematangsiantar (5,90), Salatiga (5,90), Singkawang (5,90) dan Kota Tual (5,90).

Baca: Survei PPIM UIN Sebut Intoleransi di Sekolah Naik

Sedangkan lima kota lainnya berada di urutan ke 6 hingga 10 dengan indeks sedikit lebih rendah adalah Binjai (5,80), Kotamobagu (5,80), Palu (5,80), Tebing Tinggi (5,80), dan Surakarta (5,72).

Menurut FX Hadi Rudyatmo, hasil kajian tersebut tidak lepas dari keberagaman masyarakat yang ada di Solo.

Meski beragam, masyarakat di kota yang dipimpinnya dapat hidup rukun.

"Solo punya banyak suku dan ras, Banjar, Cina, Arab, Jawa, tapi bisa hidup berdampingan dan rukun," kata Rudy di Solo, Senin (20/11/2017).

Wali Kota Surakarta yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan, FX Hadi Rudyatmo.
Wali Kota Surakarta yang juga Ketua DPC PDI Perjuangan, FX Hadi Rudyatmo. ((KOMPAS.com/LABIB ZAMANI))

Kunci toleransi dari semua itu adalah komunikasi.

Proses membangun komunikasi ala Rudy, salah satunya mengajak seluruh perwakilan kelompok masyarakat berkumpul dalam forum.

"Seperti program sonjo wargo, kami datangi masyarakat di tiap kelurahan," ujarnya.

Ia mengatakan, dalam melayani masyarakat, pemimpin itu adalah pelayan bukan penguasa.

Sehingga, masyarakat dengan pemimpinnya duduk sama rendah, berdiri sama tinggi.

Hal tersebut dilakukan untuk menjalin silaturahmi antar kelompok.

Baca: Perlu Cara Berpikir Terbuka dan Kritis untuk Melawan Intoleransi di Media Sosial

Namun, di Solo menurutnya masih ada tindakan intoleran, seperti insiden pelarangan kegiatan ibadah hingga perusakan tempat ibadah.

"Ada yang menolak rumah ibadah, didemo, tapi itu mungkin persyaratannya kurang dan sebagainya, sedikit peristiwa semacam itu," ungkapnya.

Hasil positif Setara Institut tersebut, tak lepas dari masyarakat Solo yang sudah semakin sadar toleransi beragama.

"Saya kira masyarakat sudah sadar, agama itu urusan pribadi masing-masing untuk menyembah Tuhan dan dilindungi undang-undang ," imbuh Rudy.

(Tribunnews.com/Nuryanti) (TribunSolo.com/Imam Saputro)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas