Beredar Video Bocah Aniaya Teman Bermainnya, Diduga Direkam sang Ayah, Komnas PA Buka Suara
Viral di media sosial video seorang bocah menganiaya temannya. Kekerasan tersebut diduga direkam oleh ayah pelaku. Komnas PA pun buka suara.
Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Pravitri Retno W
Menurut Adib, kejadian dalam video tersebut menunjukkan masyarakat Indonesia masih menganggap kekerasan sebagai hal yang wajar.
Terlebih, menurut informasi yang beredar, video itu direkam oleh ayah bocah yang memukuli temannya.
Adib pun menyayangkan tindakan terduga ayah pelaku itu yang justru tidak menjalankan perannya dalam mengajarkan anak untuk tak melakukan kesalahan.
"Ini menunjukkan bahwa masyarakat kita, memang masih banyak terjadi kekerasan, jadi kekerasan itu seolah-olah kok menjadi sesuatu yang bukan suatu kesalahan," kata Adib saat dihubungi Tribunnews.com melalui sambungan telepon, Rabu (13/5/2020) pagi.
"Apalagi dia bukannya mengajarkan anak supaya tidak melakukan kesalahan, ini malah membiarkan seorang anak melakukan kekerasan terhadap anak lain."
"Tentunya ini tindakan yang tidak terpuji dari seorang ayah," tambahnyaa.
Psikolog dari www.praktekpsikolog.com inipun menilai, tindakan terduga ayah pelaku itu sudah termasuk tindakan kriminal.
Menurutnya, membiarkan terjadinya kekerasan tersebut artinya sang ayah juga melakukan kekerasan.
"Tentunya ini sudah termasuk tindakan kriminal ini, artinya dia sudah melakukan kekerasan terhadap anak, termasuk ayahnya si anak itu termasuk melakukan kekerasan karena dia udah memvideo dan membiarkannya," kata Adib.
"Seharusnya (ayah) kan menasihati, ini udah perilaku bullying, perilaku kekerasan."
"Seharusnya memang ada tindakan hukum," sambungnya.
Mengapa seorang ayah justru merekam tindak kekerasan yang dilakukan anaknya, menurut Adib, hal ini berkaitan dengan faktor pendidikan.
Menurut Adib, perkembangan pendidikan lebih lambat dari perkembangan teknologi.
"Artinya, jumlah masyarakat yang berpendidikan misalnya mungkin 20 persen tapi mungkin masyarakat kita yang menguasai teknologi itu bisa 50 persen."
"Artinya ada 30 persen yang mereka menguasai teknologi, dalam arti dia pegang gadget tapi tidak berpendidikan," kata Adib.