Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Aliansi Pemerhati Dampak Perusahaan HTI Minta Pemerintah Evaluasi PT TPL

Aliansi meminta pemerintah serius menanganinya dan KPK harus dilibatkan dalam mengusut tuntas dugaan manipulasi dokumen eksport ini.

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Aliansi Pemerhati Dampak Perusahaan HTI Minta Pemerintah Evaluasi PT TPL
TRIBUNNEWS/CHAERUL UMAM
Masyarakat adat Danau Toba menggelar aksi di Kantor Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK), Jakarta, Senin (12/8/2019). Mereka mendesak pemerintah mengembalikan wilayah adat mereka dari klaim hutan negara dan pencabutan konsesi perusahaan PT Toba Pulp Lestari. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Organisasi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Aliansi Pemerhati Dampak Perusahaan HTI (Hutan Tanaman Industri) di Sumatera Utara (Sumut) meminta pemerintah mengevaluasi PT Toba Pulp Lestari (TPL).

Menurut Aliansi pemerhati Dampak Perusahaan HTI , PT TPL sangat merugikan negara dan masyarakat adat.

Aliansi pemerhati Dampak Perusahaan HTI terdiri dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumut, Bantuan Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (Bakumsu), Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) Parapat, dan Aman Tano Batak.

"Elemen organisasi Masyarakat Sipil yang tergabung dalam Aliansi pemerhati Dampak Perusahaan HTI di Sumatera Utara, menyayangkan jika Pemerintah terus membiarkan perusahaan perampas wilayah-wilayah adat dan perusak lingkungan itu terus merugikan Negara, Masyarakat Adat, dan petani di sekitar kawasan Danau Toba," demikian disampaikan pernyataan bersama Aliansi Pemerhati Dampak HTI di Sumut, seperti dikutip Tribunnews.com, Rabu (20/5/2020).

Adapun perwakilannya adalah Dana Tarigan dari Walhi Sumut, Delima Silalahi dari
KSPPM, Juni Aritonang dari BAKUMSU, dan Roganda Simanjuntak dari Aman Tano Batak.

Aliansi pemerhati Dampak Perusahaan HTI di Sumut menganggap hal ini merupakan persoalan yang sangat serius dan seharusnya disikapi serius oleh pemerintah Indonesia.

Baca: FKMPI Usul Pemerintah Dongkrak Ekspor Hasil Hutan ke Korsel dan Jepang Pascapandemi Covid-19

Menurut mereka, dugaan manipulasi dokumen ekspor yang berimplikasi terhadap tindakan penggelapan pajak. Penggelapan pajak tentunya merupakan sebuah tindakan kejahatan yang merugikan negara.

BERITA TERKAIT

"Sehingga sudah seharusnya negara tidak diam dalam menyikapi temuan awal Indonesia Leaks yang dirilis Tempo 1 Februari 2020 lalu ini," jelas mereka.

Berangkat dari rekam jejak buruk itu, menurut Aliansi pemerhati Dampak Perusahaan HTI Sumut, temuan ini tidak bisa dianggap sepele.

Aliansi meminta pemerintah serius menanganinya dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus dilibatkan dalam mengusut tuntas dugaan manipulasi dokumen eksport ini.

"Perusahaan-perusahaan nakal dan merugikan negara harus ditindak tegas oleh pemerintah.

Baca: Anggota DPRD Sumut Nyaris Baku Hantam dengan Petugas, Ini Duduk Perkaranya

Aliansi berpendapat bahwa jika saja perusahan-perusahaan benar benar menerapkan Corporate Good Governance, maka tindakan-tindakan manipulative yang merugikan negara tidak akan terjadi," jelas mereka.

Ditegaskan, perusahaan-perusahaan yang bertindak manipulatif hanya mengeruk keuntungan dari negara.

Aliansi pemerhati Dampak Perusahaan HTI Sumut menilai, sudah saatnya Pemerintah mengkaji ulang apakah PT TPL ada manfaatnya bagi Bangsa ini.

Selain dugaan manipulasi dokumen eksport di atas, perusahaan ini juga memberikan dampak lingkungan dan sosial yang buruk di wilayah Tapanuli.

Selain kerusakan hutan yang massif di hulu Danau Toba, kata mereka, konflik-konflik agraria yang muncul akibat kehadiran perusahaan ini juga terus meningkat. Tanah-tanah masyarakat adat di Tapanuli diklaim sebagai wilayah konsesi PT TPL.

Ada sekitar 180 ribuan hektar wilayah konsesi PT TPL di Kawasan Danau Toba, dan sebagian besar dari wilayah konsesi tersebut adalah tanah adat yang dikelola masyarakat adat Batak secara turun temurun sejak ratusan tahun lalu.

"Tuntutan pengembalian wilayah adat sudah disampaikan komunitas masyarakat adat bersama organisasi masyarakat sipil di Sumatera Utara kepada Presiden Jokowi sejak tahun 2015 lalu, Walau pemerintah menyatakan akan serius menangani konflik yang terjadi namun hingga saat ini wujud penyelesaian konflik tersebut masih belum jelas, Bahkan PT TPL masih bertindak semena-mena di wilayah adat masyarakat adat,' jelas mereka.

Bahkan di masa Bencana Covid 19 ini, menurut Aliansi pemerhati Dampak Perusahaan HTI, PT TPL masih dengan arogan melakukan intimidasi dan pengusiran terhadap masyarakat adat Pomparan Op. Raja Pasaribu Nasomalo Marhohos -Natinggit, Kabupaten Toba.

Baca: Cerita Pilu Gadis 18 Tahun di Toba Dirudapaksa Remaja hingga Hamil, Kenal Pelaku di Medsos

'PT TPL menyurati masyarakat adat agar menghentikan kegiatan di areal yang sedang dikelola oleh masyarakat untuk tanaman pangan. Bahkan pada Sabtu, 9 Mei 2020 sekitar lima hektar tanaman jagung milik masyarakat di rusak oleh perusahaan," papar Aliansi pemerhati Dampak Perusahaan HTI.

Untuk itu Aliansi Pemerhati dampak Perusahaan HTI di Sumut menyerukan, pemerintah harus serius melakukan evaluasi terhadap kehadiran PT TPL di Tapanuli.

Karena selain tidak memberikan dampak ekonomi yang signifikan, juga memiliki andil yang cukup besar dalam melakukan kerusakan hutan di hulu Kawasan Danau Toba, memunculkan dampak sosial dan konflik-konflik agraria di Tanah Batak.

Selain itu Pemerintah harus menindak lanjuti dugaan manipulasi dokumen ekspor PT TPL yang berimplikasi terhadap pengurangan beban pajak tersebut.

Pemerintah juga menurut mereka, harus melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan pengusutan terhadap kasus ini.

Kemudian Pemerintah Pusat dan daerah harus menepati janjinya untuk serius menyelesaikan konflik agraria yang terjadi di Tanah Batak.

Aliansi juga menilai, Pemerintah pusat dan daerah harus segera menerbitkan Undang-Undang dan Peraturan Daerah tentang Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Adat dan hak-haknya,

Terakhir, PT TPL harus menghargai proses penyelesaian konflik yang sedang berjalan, tidak mengganggu aktivitas masyarakat adat di wilayah adatnya, dan menghentikan segala bentuk intimidasi dan kriminalisasi masyarakat adat di Tanah Batak.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas