Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

AIPGI Nilai NTT Cocok Jadi Sentra Produksi Garam Industri

Provinsi NTT dianggap memiliki lahan dan cuaca yang mendukung untuk menjadi sentra produksi garam industri.

Editor: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in AIPGI Nilai NTT Cocok Jadi Sentra Produksi Garam Industri
Biro Pers Setpres/Muchlis JR
Presiden Joko Widodo meninjau tambak garam di Desa Nunkurus, Kecamatan Kupang Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur, Rabu (21/8/2019). Presiden didampingi oleh Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) menilai Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) cocok sebagai sentra produksi garam industri.

Provinsi itu dianggap memiliki lahan dan cuaca yang mendukung untuk menjadi sentra produksi garam industri.

Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI) Tony Tanduk mengatakan, pihaknya mendukung pengembangan lahan garam di NTT guna memasok bahan baku garam industri dari dalam negeri.

“Wilayah NTT itu cocok karena ketersediaan lahan yang landai dan musim kemarau yang panjang sekitar 7-8 bulan pertahun,” ungkap Tony Tanduk dilansir Warta Kota pada Kamis (28/5/2020).

Untuk menghasilkan garam kualitas tinggi, kata Tony, harus menggunakan metode dengan penguapan dan kristalisasi bertingkat.

Proses produksi tersebut katanya dilakukan oleh PT Garam di Madura dan PT Inti Daya Kencana (IDK) di Malaka, NTT.

“Dibuat penguapan dan kristalisasi bertingkat. PT IDK di NTT sedang membangun lahan penggaraman dengan sistem tersebut, namun lahan masih sekitar 50 hektar dan yang sedang dikembangkan berkisar 300 hektar,” ucapnya.

BERITA TERKAIT

Seperti diketahui, garam yang diproduksi dengan penguapan dan kristalisasi bertingkat disebut juga dengan istilah metode atau sistem portugis.

Pada proses ini, garam dibiarkan menjadi meja hablur (lantai garam) setebal 5-20 cm kristal garam.

Setelah itu, air tua dialirkan dan kristal garam akan cepat terbentuk dengan kualitas garam yang sangat bersih.

Untuk swasembada garam, menurut Tony, dibutuhkan tambahan lahan 50.000 hektar pada satu atau beberapa hamparan, dengan syarat 1 lahan minimum 1.000 hektar.

“Hasil dari lahan tersebut menghasilkan garam untuk industri yang mempersyaratkan kadar NaCl 97% dan Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) rendah tdk lebih 0.6 ppm,” tambahnya.

Tony Tanduk menjelaskan bahwa lahan yang cocok untuk garam bukan hanya panjang pantai, melainkan juga aspek keekonomian.

Sebagai contoh pantai Ancol yang katanya bisa buat lahan garam, tetapi tentunya jauh lebih menarik menjadi lokasi wisata.

Ia membandingkan nilai keekonomian antara nilai ekspor dari pengguna garam industri dengan impor garam industri pertahunnya.

“Nilai ekspor dari industri pengguna garam lebih dari US$ 35 milyar per tahun bandingkan impor garam US$ 110 juta,” tutupnya.

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Dorong Swasembada Garam, AIPGI Dukung Pengembangan Garam di Nusa Tenggara Timur (NTT)

Sumber: Warta Kota
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas