Terhambat Dideportasi akibat Pandemi Covid-19, 4 Warga Asing Tinggal di Rudenim Makassar
Selain Bram yang pernah merasakan dinginnya hotel prodeo selama 6 tahun karena penyalahgunaan narkoba, ada tiga deteni lain dititipkan di Rudenim.
Editor: Dewi Agustina
Hal ini guna proses penggantian paspor kebangsaan yang merupakan salah satu persyaratan deportasi.
Tugas Rudenim
Keberadaan orang asing seperti Bram di Rudenim Makassar merujuk pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor. M.05.IL.02.01 Tahun 2006 Isinya tentang Rumah Detensi Imigrasi.
Rudenim adalah tempat penampungan sementara bagi orang asing yang melanggar peraturan perundang-undangan yang dikenakan tindakan keimigrasian dan menunggu proses pemulangan ke negaranya.
Jadi, status warga asing yang berada di Rudenim bukan merupakan tahanan, mereka hanyalah titipan sementara menunggu proses pengusiran.
Tak dipungkiri, penampakan kamar-kamar tempat mereka bermalam memang mirip seperti blok-blok hunian di Rutan maupun lapas.
Kondisi ini membuat mereka kerap protes kepada petugas jaga, karena dalam benak mereka berpikir telah menebus segala pidananya, namun kenapa harus kembali ditahan dalam Rudenim.
Untuk meminimalisir potensi depresi yang dihadapi para deteni, Rumah Detensi Imigrasi Makassar bekerjasama dengan Lembaga Layanan Psikologi Psikomorfosa.
Keberadaan lembaga ini untuk memberikan layanan pembinaan kesehatan mental untuk Deteni.
Mereka dipersilakan untuk melakukan konseling, pengenalan psikodrama, games antardeteni dan meditasi.
Dengan layanan ini diharapkan potensi depresi yang deteni alami dalam masa menunggu dapat berkurang.
Tak dipungkiri, Pandemi Covid-19 berdampak pada lambatnya pelaksanaan pendeportasian pada 4 deteni di Rudenim Makassar.
Terkait hal tersebut Kepala Divisi Keimigrasian Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sulawesi Selatan Dodi Karnida selalu berpesan untuk terus memantau pembukaan jadwal penerbangan ke negara masing-masing deteni.
"Saya selalu berkomitmen untuk mengecilkan jumlah WNA yang didetensi di Rudenim atau menihilkan jumlahnya," tegas Dodi Karnida.