Pemerintah Pusat Diharapkan Turun Tangan soal Regulasi yang Tak Sinkron di Daerah
izin penyelenggaraan yang dikeluarkan Kemenkominfo tidak menjadi tolak ukur saat penyedia jaringan telekomunikasi ingin melakukan pengurusan izin
Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Regulasi terkait jaringan utilitas telekomunikasi di sejumlah daerah menuai kritik lantaran tidak sejalan dengan Pemerintah Pusat.
Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jaringan Telekomunikasi (APJATEL), Muhammad Arif mengungkapkan, regulasi yang tak sinkron ini bukan hanya terjadi di Jakarta, tetapi juga terjadi di Surabaya yang beberapa waktu yang lalu juga membuat regulasi serupa yang dinilai berpotensi memberikan beban tambahan kepada operator telekomunikasi.
Karena banyaknya regulasi yang tak sinkron, pada akhir tahun 2019 APJATEL melakukan Judicial review ke Mahkamah Agung dengan no pendaftaran 13P/HUM/2020 tanggal 6 Januari 2020 untuk meninjau PerMendagri 19 tahun 2016.
Gugatan tersebut dilayangkan APJATEL dikarenakan banyak multitafsir mengenai hak dan harga sewa lahan di badan jalan yang dilakukan oleh pemerintah daerah, tidak terdapat keseragaman perhitungan yang diserahkan sepenuhnya ke pemerintah daerah.
“APJATEL menyayangkan ketika internet sudah merupakan kebutuhan dasar dari masyarakat dijadikan obyek pendapatan oleh pemerintah daerah. Tentu ini kontradiktif dengan semangat “Making Indonesia 4.0” yang didengungkan Bapak Presiden,” ujar Arif.
APJATEL menilai masih belum maksimalnya harmonisasi regulasi untuk sektor telekomunikasi antar pemerintah pusat dan daerah ditunjukkan dengan Dinas Kominfo dan Dispenda tidak menjalin komunikasi dengan Kemenkominfo.
Buktinya adalah izin penyelenggaraan yang dikeluarkan Kemenkominfo tidak menjadi tolak ukur saat penyedia jaringan telekomunikasi ingin melakukan pengurusan izin di daerah.
Padahal di masa pandemi, kebutuhan akan bandwidth sangat vital, sebab masyarakat bekerja atau belajar dari rumah.
“APJATEL memandang jika Indonesia ingin segera menjadi Negara yang terdepan dalam industri digital 4.0, tentunya masalah infrastruktur ini harus segera mendapatkan solusinya. Seharusnya penggelaran jaringan kabel fiber optic mendapatkan pengecualian. Sama seperti layanan listrik dan air yang sudah menjadi kebutuhan dasar masyarakat. Sebenarnya pemerintah ingin memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakatnya atau tidak? Hal ini tentunya hanya bisa di jawab oleh pemerintah,” ucap Arif.
Menurut Arif, idealnya di negara maju, infrastruktur pasif sudah disediakan oleh pemerintah daerah.
Tujuannya agar mengurangi kesemerawutan jaringan.
Namun selama ini operator telekomunikasi yang selama ini membangun infrastruktur pasif tersebut.
Sehingga menurut Arif seharusnya pemerintah pusat atau daerah mendukung langkah tersebut.
Menurut Arif seharusnya pembuatan SJUT (Sarana Jaringan Utilitas Terpadu) dipergunakan untuk kepentingan umum, namun kenyataannya penggelolaannya diserahkan kepada BUMD.