Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kasus Kayu Gelondongan di Langkat, Polisi Amankan 6 Orang Penebang

Dia merupakan warga Dusun Pasar Rodi, Desa Empus, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Kasus Kayu Gelondongan di Langkat, Polisi Amankan 6 Orang Penebang
istimewa
Gelondongan kayu diduga hasil penebangan hutan hanyut di sungai Bukit Lawang dan membayakan wisatawan, Kamis (20/8). M Siddiq selaku Founder Komunitas Gerakan Peduli Sungai (GPS) meminta pihak terkait menindaklanjuti masalah ini dengan serius.(HO) 

TRIBUNNEWS.COM, STABAT -- Setelah mengerahkan timnya untuk mengusut kasus puluhan kayu gelondongan yang mengambang di sungai Bukit Lawang, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Polsek Bahorok akhirnya berhasil mengungkapnya.

Kapolsek Bahorok Iptu P Hutagaol mengatakan, dari hasil penyelidikan sementara, kayu gelondongan tersebut ditampung oleh seorang pengusaha bernama Hamzah Fansyuri (56).

Dia merupakan warga Dusun Pasar Rodi, Desa Empus, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat.

"Dari pengakuan Hamzah, dia membeli kayu itu dari Abdul Rahim.

Saat diperiksa, Hamzah memberi keterangan bahwa dia tidak tahu kapan dan dimana penebangan kayu," kata Hutagaol, Minggu (23/8/2020).

Sepengetahuan Hamzah, lanjut Hutagaol, kayu tiba di tempat pengolahan yang berada di Dusun Bandar Muda, Desa Tanjung Lenggang, Kecamatan Bahorok pada Kamis (20/8/2020).

Baca: Terapkah Physical Distancing, Sidang Illegal Logging di Kutai Barat Dilakukan secara Online

"Itu pengakuan sementara dari Hamzah," terang Hutagaol.

Berita Rekomendasi

Dalam kasus ini, polisi turut mengamankan enam orang pria yang berperan sebagai penebang pohon.

Adapun keenam pria itu yakni Syarifudin, Ramdani, Zali, Ucok Mat, Andi dan AT.

Keenamnya merupakan warga Dusun VIII, Desa Timbang Lawan, Kecamatan Bahorok. Mereka semua bekerja pada Abdul Rahim.

Baca: Polhut Lampung Sita 5 Kubik Kayu Sonokeling Beserta Dua Pelaku Illegal Logging

"Dari keterangan saksi-saksi, Hamzah membeli kayu bulat jenis kayu durian sekitar 60-an batang dengan ukuran panjang sekitar 220 cm dengan harga sebesar Rp7.200.000.

Kayu yang dijual belikan itu sudah dilengkapi dengan dokumen Nota Angkutan Hasil Hutan Kayu Budi Daya yang berasal dari Hutan Produksi Terbatas. Untuk izin sawmil sudah lengkap," kata Hutagaol.

Ditanya lebih lanjut mengenai alas hak terhadap tanah tempat pohon ditebang, Hutagaol mengatakan pemilik lahan adalah T. Rahmadsyah alias Mat Coles.

Lahan tersebut dilengkapi dengan dokumen pelepasan dan penyerahan hak secara ganti rugi tertanggal 27 Agustus 2007 antara Syahdaulat Purba dengan Rahmadsyah alias Coles.

"Ganti rugi ini diketahui dan ditandatangani Kepala Desa Timbang Jaya Samin Pelawi," ungkapnya.

Meski polisi mengatakan pihak terkait memiliki dokumen yang sama, namun kenyataannya penebangan kayu ini meresahkan wisatawan.

Sebab, kayu yang dihanyutkan di sungai Bukit Lawang bisa saja mencederai pengunjung.

Ditanya mengenai hal itu, Hutagaol beralasan bahwa penebang tidak punya pilihan lain, selain menghanyutkan kayu di sungai.

"Kayu tersebut sulit untuk dilansir, makanya dihanyutkan ke sungai Bukit Lawang.

Memang itu membahayakan, tapi pekerja beralasan tidak tahu bahwa saat itu hari libur," kata Hutagaol.

Terkait masalah ini, Hutagaol mengaku tengah berkoordinasi dengan Dinas Kehutanan, Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), serta Subdit Tpiter Ditreskrimsus Polda Sumut.

Sementara itu, masyarakat setempat bernama Edi mengaku kecewa dengan para penebang kayu yang tidak memperhatikan dampak akibat masalah ini.

Menurut Edi, jika kayu gelondongan yang dihanyutkan ke sungai tersebut mencederai wisatawan, maka yang rugi adalah masyarakat Bahorok.

Apapun ceritanya, kawasan Bahorok ini termasuk objek wisatawa primadona, tidak hanya bagi wisatawan lokal, tapi juga bagi wisatawan mancanegara.

"Jangan sampai begini lagi lah. Nanti rusak citra pariwisata kita," kata Edi.

Ia mengatakan, kalaupun pohon yang ditebang itu berada di hutan produksi terbatas, maka pengusaha wajib mencari solusi lain agar kayu tidak membahayakan wisatawan.

Kalau bisa, lanjut Edi, aktivitas seperti ini jangan dilakukan di saat kunjungan wisatawan lagi ramai.

"Isu lingkungan ini sangat sensitif sekali. Kalau wisatawan asing melihat, terlebih-lebih ada yang jadi korban, maka kabar buruk ini bisa menjadi isu internasional," kata Edi.

Untuk itu, Edi selaku warga juga berharap kepada pihak terkait agar rutin melakukan pengawasan.

Kemudian, masyarakat lain juga perlu diedukasi, sehingga paham akan dampak yang bisa timbul akibat peristiwa semacam ini.

"Kalau lah kayu itu ditebang dari hutan lindung, kan bahaya juga.

Bisa terjadi banjir bandang nanti," pungkas Edi.

Terpisah, Kepala Dinas Kehutanan Sumut Herianto beralasan pihaknya akan memperketat pengawasan di kawasan Bahorok, Kabupaten Langkat.

Katanya, dia sendiri sudah memerintahkan Kepala Bidang Perlindungan Hutan untuk mengecek langsung viralnya gelondongan kayu yang hanyut di sungai Bukit Lawang.

"Yang pasti kami akan tingkatkan pengawasan. Kedepan, kami akan kerjasama dengan aparat penegak hukum, dan akan ditindaklanjuti sesuai UU 41 dan UU 18," katanya.

Ditanya lebih lanjut mengenai kawasan hutan dan pohon yang ditebang masyarakat, Herianto menyebut Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) turut andil dalam masalah ini.

Sebab, kata dia, KPH bertindak sebagai perpanjangtanganan Pemerintah Provinsi Sumut.

"KPH sebagai perpanjangan tangan provinsi sejak tahun 2017.

Tentunya, saat ini Dishut akan terus aktif melakukan pengawasan, walaupun dengan kondisi personel yang agak terbatas," pungkasnya.

Harus Ada Kontrol

Anggota DPRD Sumut Zeira Salim Ritonga angkat bicara terkait viralnya gelondongan kayu yang hanyut di sungai Bukit Lawang.

Kata Zeira, munculnya masalah seperti ini tak terlepas dari lemahnya pengawasan Dinas Kehutanan (Dishut) Sumut.

Maka dari itu, Zeira meminta agar Gubernur Sumatera Utara Edy Rahmayadi mengevaluasi kinerja Dishut Sumut.

"Kami sebenarnya sudah sering mengingatkan Dinas Kehutanan agar memperketat pengawasan terhadap hutan-hutan yang ada di Sumut.

Dengan adanya peristiwa seperti ini, tentu memunculkan anggapan, bahwa Dinas Kehutanan tidak bekerja dengan baik.

Maka dari itu, Gubernur sepertinya perlu menempatkan pejabat baru, agar pengawasan hutan bisa benar-benar dilakukan," kata Zeira.

Ia mengatakan, kasus di Bukit Lawang ini sebenarnya hanya contoh saja.

Sebab, kata Zeira, banyak kasus lain yang justru lolos dari pengamatan.

Tidak hanya masalah penebangan, pembakaran dan pengerusakan hutan juga sebenarnya sering terjadi di wilayah Sumut ini.

"Itulah kenapa kontrol dan pengawasan perlu dilakukan secara berkala. Tujuannya agar hutan kita tidak rusak" katanya.

Agar pengawasan berjalan maksimal, Pemprov Sumut diminta memperbaiki Sumber Daya Manusia (SDM) manusia yang ada, khususnya berkenaan dengan polisi hutan.

"Kalau polisi hutan ini bisa diperbanyak, maka hal-hal semacam ini bisa dihindari," kata Zeira.

Tetapi, sambung Zeira, perekrutan polisi hutan juga harus benar-benar dilakukan.

Tidak bisa sembarangan. Sehingga, lanjut Zeira, ketika polisi hutan bertugas, tidak mempan disuap.

"Dalam waktu dekat akan kami panggil pihak terkait untuk menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) mengenai masalah ini," kata Zeira.(dyk/mft/wen)

Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Kayu Gelondongan Bahorok Dibanderol Rp 7,2 Juta, Perusakan Hutan Bisa Picu Reaksi Internasional

Sumber: Tribun Medan
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas