Perkembangan Teknologi, Dulu Bemo Jadi Primadona Kini Mulai Ditinggalkan
Saat ini kondisi angkutan umum di Kota Mataram ini menyedihkan. Jauh berbeda dengan tahun 1990-an
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belasan sopir bemo angkutan kota Mataram bertandang ke kediaman Calon Walikota Mataram Hj Putu Selly Andayani, Jumat (11/9) di kawasan Panji Masyarakat, Kekalik, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB).
Kepada Selly Andayani mereka berkeluh kesah tentang nasib profesi sopir dan nasib transportasi publik Kota Mataram ini.
"Kami menyampaikan keluhan-keluhan ini, terutama tentang nasib kami sebagai sopir angkot bemo kota. Harapannya bunda Selly ada solusi," kata Made Tjatur, salah seorang perwakilan sopir.
Baca: Kapolres: Zona Merah di Mataram Berkurang Setelah Protokol Kesehatan Diperketat
Saat ini kondisi angkutan umum di Kota Mataram ini menyedihkan. Jauh berbeda dengan tahun 1990-an di mana bemo kota masih menjadi transportasi umum favorit di Kota Mataram.
"Penumpang semakin lama semakin sedikit. Dulu anak sekolah, mahasiswa dan pegawai masih banyak menggunakan bemo kuning. Tapi sekarang, kita hanya mengangkut pedagang pasar dan dagangannya, sangat sepi saat ini," kata Made Tjatur yang sudah puluhan tahun menjadi sopir angkot.
Sopir lainnya, Wannaro mengatakan, saat ini bemo kuning bukan hanya harus bersaing dengan moda transportasi lain seperti taksi dan cidomo.
Tetapi juga transportasi berbasis teknologi seperti ojek online dan sejenisnya.
Dulu era akhir dekade 80 an sempat jadi primadona transportasi lokal, kini bemo kota termakan usia. Penampilan tak menarik dan kondisi mobil yang rata-rata sudah cukup tua membuat masyarakat enggan memanfaatkannya. Hal ini berimbas pada ekonomi pemilik bemo dan juga para sopir bemo.
Para sopir mengaku pendapatan mereka pun hanya cukup untuk menutup biaya makan. Dari pemilik kendaraan, mereka wajib menyetor Rp40 ribu perhari, dan mengisi BBM angkot. Sementara jumlah penumpang terkadang tak mencukupi, dengan biaya perjalanan Rp5 ribu perorang dengan rute ampenan - pasar sweta.
"Mau alih profesi juga nggak mungkin. Keahlian kita cuma sopir angkot," imbuhnya.
Menanggapi keluhan para sopir bemo angkutan kota itu, Selly Andayani menyatakan Selly-Manan akan memperhatikan nasib mereka ke depan.
Masalah transportasi perkotaan memang menjadi perhatian Selly-Manan. Sebab tata kelola transportasi yang baik juga akan menambah keindahan perkotaan.
"InsyaAllah kami akan memperhatikan keluhan saudara-saudara kita di komunitas sopir bemo kota" katanya.