MK Tolak Gugatan Sengketa Hasil Pilkada Kota Palu
MK tolak permohonan gugatan sengketa perselisihan hasil pilkada di Palu yang diajukan petahana Wali Kota Palu Hidayat.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak permohonan gugatan sengketa perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (pilkada) di Palu.
Gugatan itu diajukan petahana Walikota Palu Hidayat yang berpasangan dengan Habsayanti Ponulele.
Keduanya merupakan pasangan dengan nomor urut 3.
Baca juga: 18 Praja IPDN Berurusan dengan Polisi, Diduga Bawa Surat Rapid Antigen Palsu di Bandara Palu
Pada sidang putusan, MK menilai pemohon tidak memiliki kedudukan hukum.
Sehingga, permohonan untuk membatalkan keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Palu, yang menetapkan pasangan calon nomor urut 02 Hadianto Rasyid dan dr. Reny A Lamadjido sebagai pemenang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Palu 2020, tidak dapat diterima.
"Menyatakan pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. Dalam pokok permohonan menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang dihadiri sembilan majelis hakim konstitusi, Rabu (17/2/2021).
Baca juga: KPK Limpahkan Berkas Perkara 3 Penyuap Bupati Wenny Bukamo ke PN Palu
Dalam pertimbangan mahkamah yang dibacakan Hakim Konstitusi Saldi Isra diketahui bahwa permohonan itu merupakan kewenangan mahkamah untuk mengadili perkara a quo.
Sebab, masih diajukan dalam tenggang waktu, namun permohonan pemohon tidak memiliki ketentuan.
Hal itu dikarenakan perolehan suara pemohon adalah 30.372, sedangkan suara yang diperoleh pihak terkait (pasangan calon nomor urut 02) adalah 64.249.
Baca juga: Tertangkap Berbuat Mesum di Sebuah Homestay, Pasangan di Palu Ini Dikenai Denda Seekor Kambing
Dengan begitu, selisih suaranya ialah 33.877 suara atau 21,1 persen atau lebih dari 2.403 suara.
Artinya, melebihi presentase dalam Pasal 158 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016.
Hakim Konstitusi Saldi Isra menjelaskan bahwa untuk menerobos ketentuan Pasal 158 tersebut, pemohon pada dalilnya telah terjadi pelanggaran terstuktur, sistematis dan masif (TSM) yang dilakukan pasangan calon nomor urut 02.
Namun, dalil yang diajukan pemohon tidak relevan dengan perolehan hasil suara yang sah.