KPK Diminta Aktif Telusuri Dugaan Pencucian Uang Para Koruptor
Muliadi menjelaskan, praktik pencucian ulang dalam tindak pidana korupsi seringkali 'beriringan'.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dianggap perlu menelisik dugaan praktik pencucian uang dalam kasus yang menjerat para koruptor, termasuk Mantan Gubernur Sulawesi Tenggara (Sultra), Nur Alam.
Langkah itu dianggap bisa membantu Komisi Anti Rasuah mengungkap potensi kasus lainnya.
"Berkaca pada sidang di PN Kendari sebelumnya, kami melihat ada potensi dugaan pencucian uang," ujar Direktur Eksekutif Indonesia Parlemen Watch (IPW) Sultra, Muliadi melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (27/3/2021).
Muliadi menjelaskan, praktik pencucian ulang dalam tindak pidana korupsi seringkali 'beriringan'.
Baca juga: Kasus Korupsi Asabri: Matahari Mall Hingga Hotel Maestro Milik Benny Tjokrosaputro Disita
Pelaku biasa menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang/dana atau harta kekayaan hasil tindak pidana melalui berbagai transaksi keuangan.
"Tujuannya agar harta kekayaan seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah atau legal," jelas dia.
Sebagai informasi, Gubernur Sultra periode 2013-2018 itu divonis 12 tahun hukuman penjara oleh Hakim peradilan Tipikor KPK.
Nur Alam terjerat kasus korupsi terkait Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi dan Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi ke PT Anugrah Harisma Barakah di Sulawesi Tenggara Tahun 2008-2014.
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta lantas memperberat hukuman Nur Alam, dari 12 tahun menjadi 15 tahun penjara.
Selain itu, Nur Alam juga diwajibkan membayar denda Rp 1 miliar.
Peneliti dan Penggiat Anti Korupsi, Arfah juga berharap KPK menginvestigasi secara tuntas.
Terutama menelisik potensi tindak pencucian uang.
Arfah juga meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly agar memperketat pengawasan khusus kepada para narapidana kasus korupsi.
Pasalnya ada kekhawatiran pemanfaatan fasilitas tertentu atau kelonggaran ke luar tahanan, untuk bertemu dengan orang-orang luar dengan berbagai urusan.
"Ini harus diawasi betul agar tidak berulang karena bisa merusak citra Kemenkumham," pungkasnya.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.