Proyek Tol Semarang-Demak: Abdul Untung, Sukarman Buntung
Proyek jalan Tol Semarang - Demak masih mandeg. Proses ganti rugi ada yang menguntungkan pemilik lahan, ada juga yang buntung.
Editor: cecep burdansyah
Laporan Tim Reporter Tribun Jateng
TRINBUNNESW.COM, SEMARANG - Proyek pembangunan jalan tol Semarang-Demak dinantikan masyarakat. Selain berfungsi untuk mengurai kemacetan di jalur Pantura, juga multiguna yaitu sebagai tanggul laut di pesisir ini.
Progres pengerjaan, penimbunan, pembebasan lahan, dan konstruksi terus dilaksanakan. Ada masalah yang mencuat dari proyek ini yaitu ada beberapa pemilik lahan yang belum melepas lahannya karena belum cocok harga dengan ketentuan tim appraisal.
Selain itu, ada sejumlah bidang lahan yang saat ini kondisinya berupa laut atau pantai karena abrasi dan rob bertahun-tahun. Padahal dulunya adalah daratan atau lahan milik warga. Kondisi ini kemudian oleh pemerintah dikategorikan sebagai tanah musnah. Namun faktanya, beberapa warga masih memiliki bukti sertifikat atau SHM atas lahan tersebut (berupa laut).
Tribunjateng.com melakukan penelusuran ke lokasi tempat pengerjaan proyek tol, dan menemui orang-orang yang telah menerima ganti untung, maupun warga yang belum sepakat.
Jumat (23/4), Tribun Jateng cek lokasi di Desa Wonosalam, Kabupaten Demak. Tampak ramai orang di lokasi ini. Puluhan orang menyaksikan proses pengerjaan jalan tol Semarang-Demak. Sejumlah alat berat ada di lokasi.
Seorang warga, Siti Sundari mengatakan, sejak dua minggu ini lokasi proyek jalan tol Semarang-Demak di Desanya menjadi tempat ngabuburit. Orang-orang saksikan proses pembangunan sambil menunggu waktu berbuka puasa. Ada yang terlihat berdiri maupun duduk-duduk santai di atas kendaraannya.
Tampak beberapa alat berat melakukan pengurukan, perataan tanah. Truk-truk keluar masuk proyek antar muAtan tanah uruk. Siti yang datang bersama dua cucunya ini, mengaku terhibur dapat menonton proses pembangunan jalan tol Semarang-Demak.
Ia mengungkapkan, mayoritas pemilik lahan di Desanya Wonosalam yang terdampak proyek sudah menjual tanah mereka. Hanya ada satu dua orang yang belum mecapai kata sepakat. "Itu yang masih ada tanaman padinya, di tengah-tengah," kata Siti seraya menunjukkan lokasi yang dimaksud.
Lebih Mahal
Ada sepetak sawah di tengah-tengah proses pengurukan yang masih belum tersentuh atau digarap oleh alat berat. Di ujung mata memadang terlihat ada sebuah perkampungan bernama Desa Karangrejo yang kebanyakan warganya belum bersedia melepas tanah mereka karena belum terjadi kesepakatan harga.
Sementara itu, Abdul Manaf, warga Desa Wonosalam, Demak mengaku sudah melepas tanah tegalan miliknya. Adapun alasan ia bersedia menjual aset kepunyaannya itu karena harga beli sudah dirasa sesuai. Untuk satu meter lahan dihargai Rp 600 ribu.
Total ia melepas tanah waris tegalan miliknya berukuran 20x40 meter dengan harga Rp 450 juta. Nilai tersebut menurutnya jauh lebih tinggi dibanding belum ada proyek tol Semarang-Demak.
"Kalau belum ada tol untuk tanah tegalan ukuran 20x40 milik saya paling hanya laku Rp50 juta, tapi ini karena ada jalan tol bisa terjual Rp 450 juta," imbuhnya.
Dijelaskannya, proses transaksi tersebut sudah selesai sejak dua bulan lalu. Selain dibagi kepada anak-anaknya hasil penjulan tanah tegalan tersebut sudah terpakai untuk membeli sepeda motor.
Menurut Dul, demikian sapaan akrab Abdul Manaf, tidak semua pemilik lahan sama harganya. Tergantung jenis tanah dan kesepakatan masing-masing. Ia mencontohkan untuk harga jenis tanah persawahan pasti akan dihargai lebih mahal dibanding tanah tegalan seperti miliknya. Begitu juga dengan tanah yang sudah dibangun rumah, lebih mahal lagi.
Namun dirinya tidak mengetahui secara jelas berapa masing-masing besaran ganti untung. Sebab semua kembali lagi pada si punya tanah, dan kesepakatan dua belah pihak.
"Ada satu dua orang di desa saya yang belum melepas tanahnya, mereka beralasan yang butuh proyeknya bukan saya. Mungkin belum terjadi kesepakatan harga," pungkas Dul.
Minta Rp 820 Ribu
Persoalan belum cocok harga untuk lahan milik warga di Desa Karangrejo dan Desa Kendaldoyong di Kecamatan Wonosalam, serta Desa Loireng di Kecamatan Sayung akan terus diupayakan biar tuntas.
Sukarman, warga Desa Karangrejo, mengatakan tanah yang dimilikinya dihargai oleh appraisal dan KJPP (Kantor Jasa Penilai Publik) yang ditunjuk oleh PT PP, seharga Rp 140 ribu per meter. Padahal menurut pemahamannya, ganti untung minimal 10x dari NJOP (Nilai Jual Objek Pajak).
"Lahan saya dihargai Rp 140 ribu permeter. Kalau sesuai Undang Undang seharusnya kan minimal 10 dikali NJOP. Kalau dihargai sesuai aturan, seharusnya tanah saya dihargai Rp 820 ribu permeter," ucapnya.
Sejatinya, Sukarman tidak berkeberatan apabila tanahnya digunakan untuk pembangunan tol Semarang-Demak. Namun, ia hanya meminta kesesuaian ganti untung yang tidak merugikan pihaknya.
"Kami mendukung program tersebut, namun harusnya nasib kami juga diperhatikan. Karena lahan yang terdampak jalan tol Semarang-Demak seksi II ini dibeli dengan harga yang tidak sesuai. Kami sudah ajukan surat permohonan audiensi kepada wakil rakyat dan gubernur kami. Kami harap bisa mendapatkan solusi nantinya," tambahnya.
Mediasi Ulang
Untuk menengahi permasalahan tersebut, Komisi D DPRD Provinsi Jawa Tengah sudah melakukan mediasi antara pihak warga dan pihak lain yang bersangkutan dengan pembebasan tanah. Satu di antara anggota Komisi D yang saat itu menjadi mediator yakni Nurul Furqon dari fraksi PPP.
"Saat mediasi beberapa pihak ada yang tidak datang. Yang hadir hanya dari perwakilan warga dan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen). Padahal sudah saya undang semua. Jadi masih belum ada titik temu, hanya sekadar dengar pendapat saja saat mediasi kemarin," terangnya.
Furqon pun setidaknya sudah menegaskan kepada salah satu perwakilan PPK untuk membantu warga. Harga tanah harus disesuaikan dengan kondisi sekitar.
"Saya juga tidak tahu tanah kok cuma dihargai Rp 140 ribu per meter itu tanah apa. Tapi saya sudah titip pesan ke PPK supaya warga dibantu. Mentoknya harga sampai berapa. Tapi tetap pakai aturan," terangnya.
Pihaknya mengaku tidak bisa berbuat banyak, karena tidak bisa membuat keputusan terkait permasalahan ganti untung tanah di Demak.
Namun, apabila warga menginginkan ada mediasi lagi, Furqon dan anggota Komisi D lain siap memfasilitasinya.
"Buat saya yang penting masyarakat jangan sampai dirugikan. Bagaimana mengambil solusi terbaik. Kalau misal nanti belum ketemu harga yang pas, kami siap memfasilitasi untuk diadakan mediasi ulang," pungkasnya. (tim)
Baca juga: Tol Layang MBZ Tutup Sementara Saat Pemberlakuan Larangan Mudik