Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Sepak Terjang Kombes Pol Sumardji, Karier Melesat Berkat Sepak Bola (1)

Kombers Pol Sumardji tak pernah membayangkan bakal jadi Dirlantas. Berangkat dari bintara, sepak bola mengantarnya jadi perwira menengah.

Editor: cecep burdansyah
zoom-in Sepak Terjang Kombes Pol Sumardji, Karier Melesat Berkat Sepak Bola (1)
Surya/saiful
Kombes :Pol Sumardji 

Jujur saja, keluarga juga awalnya protes. Apalagi usia saya juga semakin tua. Tapi seiring waktu, semua bisa memahami itu.

Selama mengurus sepak bola, apa yang tidak bisa Anda lupakan?

Di Bhayangkara FC, saya punya pengalaman pahit. Kami mati-matian berusaha dan berjuang dengan segala kemampuan yang kami punya, ketika kami juara, malah dibuli. Saya masih teringat itu, sedih sekali, mau berprestasi malah dicurigai.

Sedangkan pengalaman di Timnas, yang masih terus terngiang adalah peristiwa final AFF dengan Vietnam. Kami sangat bersemangat sejak awal, tapi pas pertandingan masuk 15 menit, Evan Dimas yang kami harapkan jadi supporting untuk semua malah kena takling keras dan tidak bisa melanjutkan pertandingan.

Saya benar-benar down. Merasa bersalah. Sampai sekarang masih sering terngiang itu. Kalau orang jawa bilang “sial…” gitu setiap kali ingat. Seminggu saya sakit perut karena stres setelah peristiwa itu. Dan sampai sekarang masih sering terngiang, seperti trauma.

Bisa Anda jelaskan riwayat karier bapak, mulai dari kecil sampai sekarang?

Saya dilahirkan di bawah gunung. Di Pace, nganjuk 12 Februari 1972. Saya dari keluarga yang benar-benar tidak mampu. Ayah dan ibu saya buruh tani. Saya anak terakhir dari tujuh bersaudara.

Berita Rekomendasi

Saya sekolah pertama di SD Embat-embat, kemudian SMP di Lohceret yang jaraknya sekitar 10 kilometer. Kalau berangkat ke sekolah butuh waktu sekira satu jam sambil lari-lari. Kebetulan saat itu kelas 1 dan 2 masuk siang, pas kelas 3 baru masuk pagi.

Kemudian saya sekolah di SMA Diponegoro Nganjuk. Lokasinya di kota. Karena hanya punya sepeda ontel yang cuma ban dan kerangka itu, ketika rusak ya harus nebeng teman. Atau sering juga nggandol truk dan sebagainya, yang penting bisa sampai sekolah.

Setelah SMA langsung daftar polisi?

Ya, lulus SMA tahun 1992 saya daftar Bintara Polisi. Sekolah kepolisian pertama di SPN Mojokerto. Kemudian saya ditugaskan di Polda Jatim, bagian Satwalprod. Yang tukang hormat itu.

Dari sana, saya kemudian tugas di rumah dinas Kapolda. Bisa dibilang jadi pembantu atau kacung lah. Saya lama di situ, mulai pak Kapolda Emon Rifai sampai pak Rusman Hadi.
Sehari-hari saya tugasnya mencuci mobil, ngepel rumah, nyemir sepatu, dan sebagainya di rumah dinas. Cukup lama saya di situ. Sampai pak Rusman Hadi jadi Kapolri, saya yang saat itu berpangkat Serda diajak ke Jakarta.


Kemudian tahun 1999 saya disekolahkan. Ikut Secapa lulus 2000-2001. Dari sana kemudian saya bertugas di Pamapta Polwiltabes Surabaya yang sekarang namanya Polrestabes Surabaya. Kemudian pindah ke Lantas. Dan pindah lagi ke Polda Jatim juga di Lantas. Lama juga saya di Lantas.

Dapat kenaikan pangkat luar biasa, bagaimana ceritanya?

Halaman
1234
Sumber: Surya
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas