Kenaikan Pajak Tanah dan Bangunan Jangan Sulitkan Pelaku Usaha Kecil dan UMKM
Perubahan tarif BPHTB di Palembang yang membuat warga harus merogoh kocek saat membeli properti dan tanah, jangan memberatkan.
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, PALEMBANG-Pemerintah Kota Palembang berencana akan mengembalikan seperti semula Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari sebelumnya Rp 100 Juta menjadi Rp 60 juta.
Hal tersebut dapat diartikan, jika ada masyarakat yang menjualkan properti mereka baik tanah maupun bangunan, siap-siap dikenakan BPHTB, bila harganya lebih dari Rp 60 juta.
Aturan ini hanya berlaku untuk komersil saja, sementara untuk rumah subsidi tetap Rp 100 juta.
Menurut Pengamat Kebijakan Publik, DR. MH Thamrin, kebijakan itu patut diduga motif utamanya adalah mendongkrak pendapatan asli daerah (PAD).
Kebijakan untuk mendongkrak pendapatan daerah tersebut, kata Thamrin, pada prinsipnya wajar, karena memang pemerintah kota perlu dana untuk membiayai kegiatannya.
Hanya saja, tegas dia, yang perlu dicermati terutama dari perspektif kebijakan publik yang menyangkut dalam beberapa hal.
"Ada beberapa hal yang seharusnya diperhatikan dari sisi kebijakan publik. Hal utama yang harus dicermati adalah apakah proses perumusan kebijakan ini sudah melalui tahapan proses yang selayaknya atau belum," katanya.
Ia menjelaskan, perumusan itu mulai dari isu, rekognisi isu dan perhitungan yang tepat tentang keefektifan kebijakan ini dan dampak nya.
"Hal ini karena seringkali kebijakan itu menjadi tidak efektif, karena proses tersebut tidak dilalui secara layak," katanya.
Misalnya, kata dia, tidak ada dialog dengan para pihak yang berkepentingan dan sebagainya, dapat berdampak munculnya resistensi yang menyulitkan implementasi kebijakan ini kelak.
Menurutnya, penurunan basis tarif pajak tersebut misalnya jelas merupakan upaya untuk memperluas basis pemungutan pajak.
"Walaupun hanya terbatas untuk keperluan komersial, tetap saja harus diperhitungkan pihak yang potensial terdampak, dalam hal ini kemungkinan adalah para UMKM yang akan melakukan transaksi aset mereka," katanya.
Karena itu, Thamrin menekankan, analisis terhadap potensi efektivitas kebijakan ini juga penting.
"Saya percaya bahwa Pemerintah Kota Palembang pastilah sudah melakukan kajian yang sungguh-sungguh terhadap rencana ini."
Thamrin juga menyebutkan, masyarakat juga yakin pemerintah tidak akan mengambil kebijakan yang terburu-buru dan reaktif hanya sekedar untuk mengejar pendapatan.
Hal itu penting karena menyangkut efektivitas suatu kebijakan.
"Kita minta agar kebijakan ini jangan sampai hanya sekadar mengejar pendapatan, tapi justru menjadi kontra produktif bagi pertumbuhan ekonomi masyarakat."
Terlebih mengingat situasi pandemi, kegiatan ekonomi melambat, dan beban masyarakat yang cukup berat.
Menurutnaya, pelaku usaha kecil jangan lagi ditambah dengan kebijakan fiskal pemerintah yang bersifat kontraktif sehingga mengancam kegiatan masyarakat yang sudah sulit.
"Kedua, masalah lainnya yang perlu dicermati adalah isu pokok dalam setiap kebijakan, yakni siapa yang menanggung beban dan siapa yang menerima manfaat," ujarnya.
Thamrin menegaskan, yang menanggung beban adalah mereka yang melakukan transaksi tanah untuk keperluan komersial senilai 60 juta ke atas.
"Seyogyanya kegiatan yang akan menjadi prioritas pemerintah kota juga lebih memprioritaskan manfaat untuk para masyarakat kecil tersebut<" ujarnya. (cr39)
Baca juga: Pembeli Tanah dan Rumah di Palembang Harus Rogoh Uang Lebih Mulai Juli