Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Empat Penambang Emas Tertimbun Longsor di Hutan Pegunungan Alue Empeuk Pidie

Meski menggunakan alat berat, butuh waktu satu hari lebih untuk bisa mengeluarkan jenazah keempat pendulang emas itu dari timbunan longsor

Editor: Eko Sutriyanto
zoom-in Empat Penambang Emas Tertimbun Longsor di Hutan Pegunungan Alue Empeuk Pidie
FOTO KIRIMAN WARGA
Warga dibantu anggota TNI mengevakuasi jenazah pendulang emas yang meninggal akibat tertimbun longsor di kawasan Alue Empeuk, Gampong Bangkeh, Kecamatan Geumpang, Pidie, Minggu (11/7/2021). 

Laporan Wartawan Serambi Indonesia Yarmen Dinamika

TRIBUNNEWS.COM, ACEH - Empat pendulang emas tewas warga Gampong Mane, Kecamatanan Mane, Kabupaten Pidie. tertimbun longsor di kawasan pegunungan Alue Empeuk, Gampong Bangkeh, Kecamatan Geumpang, Kabupaten Pidie.

Keempat korban adalah  Fauzi (40) warga Dusun Alue Breh, Martunis (28) warga Dusun Alue Reung, Hasbi (40) warga Dusun Alue Breh, dan Alfian (20) warga Dusun Alue Breh.

Untuk melakukan evakuasi korban, warga maupun petugas harus berjalan kaki selama 6 jam di tengah hujan lebat yang mengguyur kawasan itu, Sabtu (10/7/2021).

Warga Mane mengetahui musibah itu sekitar pukul 13.00 WIB di hari yang sama dan sekitar pukul 17.00 WIB bergerak ke lokasi kejadian.

Baca juga: Penambangan Timah Ilegal Mengancam Bangka Belitung Jika Tak Dikelola Secara Benar

Namun karena medan yang sulit, proses evakuasi baru selesai Minggu (11/7/2021) kemarin, sekitar pukul 09.00 WIB.

"Kami mengetahui kejadian itu Sabtu sekitar pukul 13.00 WIB, dan sekitar pukul 17.00 WIB masyarakat bersama petugas keamanan menuju ke lokasi untuk melakukan evakuasi,” kata Camat Mane, Bukhari, kepada Serambi, Minggu (11/7/2021).

Berita Rekomendasi

Warga dibantu petugas keamanan datang ke lokasi Alue Empeuk yang jaraknya dari Kecamatan Geumpang sekitar 15 kilometer.

Mereka datang dengan berjalan kaki sehingga butuh waktu lima hingga enam jam untuk tiba di lokasi kejadian.

Menurut Bukhari, proses evakuasi berjalan sangat sulit.

Meski menggunakan alat berat, butuh waktu satu hari lebih untuk bisa mengeluarkan jenazah keempat pendulang emas itu dari timbunan longsor.

Apalagi di lokasi kejadian hujan turun dengan sangat lebat.

Camat Mane ini mengatakan, tubuh keempat warganya itu ditemukan dalam kondisi berbalut lumpur dan sudah meninggal dunia.

Jenazah mereka kemudian di bawa pulang dan tiba di rumah duka sekitar pukul 14.00 WIB, Minggu kemarin.

“Jenazah sempat dibawa ke puskesmas, dan kemudian dibawa ke rumah duka untuk dikebumikan,” ujarnya.

Baca juga: Bangkai Gajah Tanpa Kepala Ditemukan di Aceh Timur

Mengingat kondisi cuaca saat ini yang sering turun hujan ditambah angin kencang, Bukhari mengimbau masyarakat yang ingin mencari emas agar berhat-hati.

“Kita imbau warga berhati-hati dengan kondisi alam saat ini, yang kerap turun hujan sehingga potensi longsor berpeluang terjadi," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh, Ir Mahdinur MM menyatakan dukacita yang mendalam atas meninggalnya empat warga Kecamatan Mane, Pidie, lantaran tertimbun reruntuhan tanah longsor saat mendulang emas pada hari Sabtu (10/7/2021) sebagaimana diberitakan Harian Serambi Indonesia, Senin (11/7/2022).

Namun, Kadis ESDM Aceh merasa perlu untuk menegaskan bahwa penambangan emas tanpa izin (Peti) tersebut berada dalam kawasan hutan lindung. Artinya, kawasan yang sebetulnya terlarang melakukan aktivitas pertambangan.

Proses pencarian Edi, warga Desa Gantung, Belitung Timur yang diterkam buaya, Minggu (13/6/2021).
Proses pencarian Edi, warga Desa Gantung, Belitung Timur yang diterkam buaya, Minggu (13/6/2021). (Posbelitung.co/BryanBimantoro)

"Perlu kami sampaikan bahwa lokasi kejadian tersebut berada di kawasan Pegunungan Alue Empeuk, Gampong Bangkeh, Kecamatan Geumpang, Pidie.

Masyarakat mencari emas pada bekas lubang yang pernah digali oleh masyarakat sebelumnya," kata Mahdinur kepada Serambinews.com, Selasa (13/7/2021) pagi menanggapi pemberitaan Harian Serambi Indonesia tentang musibah tersebut.

Berdasarkan data yang dimiliki oleh Dinas ESDM Aceh, lanjut Mahdinur, lokasi tersebut merupakan jalur potensi mineral emas (Au) porfiri dan telah dilakukan eksplorasi oleh beberapa perusahaan tambang emas sejak tahun 1997.

"Masyarakat di sekitar wilayah Geumpang, Tangse, dan Mane telah lama melakukan kegiatan penambangan emas tanpa izin di kawasan itu," ujar Mahdinur.

Hingga saat ini, menurutnya, terdapat satu perusahaan yang memiliki izin melakukan eksplorasi di kawasan tersebut, yakni kontrak karya (KK) atas nama PT Woyla Aceh Minerals yang diterbitkan oleh pemerintah pusat untuk komoditas emas.

Baca juga: Bea Cukai Pekanbaru dan Tanjung Emas Rilis Capaian Penerimaan Hingga Semester I Tahun 2021

Luas wilayah eksplorasinya lebih kurang 24.000 hektare (ha) yang saat ini dalam status suspensi (penundaan kegiatan karena belum memperoleh Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan Lindung).

Luasan wilayah pertambangan tanpa izin di lokasi tersebut, kata Mahdinur, diperkirakan sekitar 850 ha, dengan jumlah penambang mencapai 2.000 orang.

Pada umumnya mereka melakukan metode penambangan glory hole/manual dan mekanis (menggunakan alat berat), dengan sistem pengolahan amalgamasi/air raksa.

Sejak tahun 2010 sampai dengan 2021, ungkapnya, tercatat 43 orang sudah penambang Peti yang meninggal dan 57 orang lagi mengalami cacat/sakit akibat melakukan kegiatan penambangan tanpa izin di wilayah Aceh.

Ia sebutkan, total luas wilayah Peti di Aceh mencapai 1.270 ha dengan jumlah penambang emas tanpa izin sebanyak 5.544 orang yang tersebar pada enam kabupaten (Pidie, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Selatan, dan Aceh Tengah).

Dengan mempertimbangkan permasalahan faktual di bidang sosial, ekonomi, hukum, dan politik, kata Mahdinur, maka penanggulangan masalah Peti ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan sosial kemasyarakatan seiring dengan ditegakkannya supremasi hukum.

"Artinya, kepentingan masyarakat dapat diakomodasikan secara proporsional tanpa mengabaikan prinsip-prinsip praktik pertambangan yang baik dan benar," ujarnya.

Kadis ESDM Aceh ini mengemukakan beberapa solusi penertiban Peti di Aceh yang dapat ditempuh. Antara lain, pelaku tambang tanpa izin yang berada di lingkungan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) diarahkan untuk bermitra dengan perusahaan tambang pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).

"Sedangkan pelaku tambang tanpa izin yang berada di dalam kawasan hutan lindung ditertibkan untuk dihentikan kegiatannya," imbuh Mahdinur.

Solusi lainnya yang ia tawarkan adalah memberi kesempatan kepada badan usaha milik daerah (BUMD) setempat untuk diterbitkan izin pada wilayah yang dilakukan penambangan tanpa izin di luar kawasan hutan lindung, sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku.

Selain itu, kata Mahdinur, perlu dilakukan upaya memutus mata rantai peredaran merkuri pada lokasi-lokasi penambangan di Aceh.

"Menerbitkan Izin Pertambangan Rakyat (IPR) pada wilayah yang telah ditetapkan sebagai Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR) oleh Menteri ESDM melalui Wilayah Pertambangan (WP) Pulau Sumatra, sesuai dengan mekanisme dan ketentuan yang berlaku, itu juga salah satu solusi," ujarnya.

Di akhir perbincangannya dengan Serambinews.com, Mahdinur mengingat bahwa kegiatan penambangan tanpa izin dapat menimbulkan banyak dampak dan kerugian jangk pendek dan jangka panjang.

Misalnya, kerusakan lingkungan hidup, risiko kecelakaan tambang yang tinggi, iklim investasi yang tak kondusif, pelecehan hukum dan kerawanan sosial, serta hilangnya penerimaan negara/daerah dari sektor pertambangan.

"Oleh karenanya, Pemerintah Aceh mengimbau masyarakat agar tidak melakukan kegiatan tersebut dan diharapkan kejadian serupa tidak terulang kembali di masa yang akan datang," katanya.

Artikel ini telah tayang di SerambiNews.com dengan judul 4 Warga Mane, Pidie yang Meninggal Tertimbun Longsor Mencari Emas di Kawasan Hutan Lindung

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas