Lewat Bengok Craft, Firman Berdayakan Masyarakat Olah Eceng Gondok Jadi Produk Berkelas
Untuk melakukan perubahan berdampak besar, sering kali seseorang harus berani memiliki ide unik dan berbeda.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Untuk melakukan perubahan berdampak besar, sering kali seseorang harus berani memiliki ide unik dan berbeda.
Hal tersebut dilakukan oleh Firman Setyaji (30), founder dari Bengok Craft, usaha kerakyatan yang lahir dengan misi mengolah eceng gondok menjadi barang bernilai, sekaligus membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat lokal.
Berangkat dari kreativitas, Firman bersama Bengok Craft berhasil menaikkan kelas tanaman eceng gondok yang cenderung dianggap nirmanfaat dan merusak lingkungan menjadi kerajinan tangan berkualitas.
Firman memulai usaha Bengok Craft pada bulan Januari 2019. Sekembali dari ibu kota ke kampung halamannya di Semarang, Ia pun menyadari potensi yang bisa dikembangkan dari eceng gondok yang banyak tumbuh di sekitaran Rawa Pening.
Kala itu, Firman mulai memperhatikan bagaimana masyarakat, dari tua hingga muda, hilir mudik mengambil eceng gondok, menjemurnya, hingga kemudian menjualnya dalam bentuk mentah.
Firman kemudian merasa ada sesuatu yang bisa dilakukan dari ekosistem yang sudah ada untuk memperbaiki taraf hidup masyarakat sekitar. “Kepikiran bahwa ini, lho, bisa ditingkatkan, tidak hanya menjual bahan mentah saja, namun meningkat jadi ekosistem barang jadi,” imbuhnya.
Lalu, ia mulai melakukan riset demi mencari tahu apa yang bisa dilakukan untuk meningkatkan potensi Rawa Pening. Ia lalu menemukan bahwa di kalangan masyarakat, terutama generasi milenial, terdapat minat terhadap produk unik dari bahan alami
Inspirasi tersebut mendorongnya untuk memulai Bengok Craft, ruang kreatif berbasis pemberdayaan masyarakat untuk mengolah eceng gondok jadi kerajinan bernilai.
Saat ini, sudah puluhan produk kerajinan yang diciptakan Firman untuk Bengok Craft, seperti tas, totebag, baju, sandal, case ponsel, topi, hingga buku.
Pandemi dijadikan pelajaran
Meski mengalami kenaikan grafik pada 6 bulan pertama, Firman bercerita bahwa usahanya juga sempat menemui tantangan, seperti kehilangan rekanan dan mitra. Belum lagi, pandemi mengakibatkan omzet turun drastis selama hampir setengah tahun.
Lantas, Firman dengan cermat melakukan evaluasi dari berbagai sisi, baik dalam sistem, manajemen, maupun cara untuk mengakomodasi warga sekitar. Lantas, ia menginisiasi pelatihan dan pembinaan Ngangsu Kawruh bersama 30 warga yang berminat bergabung dengan Bengok Craft.
Bagi Firman, masih dapat survive di tengah situasi pandemi pun merupakan sebuah prestasi tersendiri, terutama ketika melihat teman-teman sesama pengusaha kreatif yang terpaksa gulung tikar atau berganti haluan.
“Di tahun kedua, saat terjadi pandemi kami mengalami penurunan karena belum siap. Itu jadi evaluasi buat kami. Kami pun mencoba untuk beradaptasi. Ibaratnya, kami digembleng dengan kondisi pandemi,” kisahnya.