Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono Tantang KPK Buktikan Aliran Uang Rp 2,1 Miliar
Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) ditangkap KPK atas dugaan kasus korupsi. Budhi pun menantang KPK membuktikan aliran uang Rp 2,1 M.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Miftah
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) ditangkap KPK atas dugaan kasus korupsi.
Budhi pun menantang KPK membuktikan aliran uang Rp 2,1 M.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menanggapi pernyataan Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) yang menantang lembaga antikorupsi membuktikan adanya aliran uang yang diterimanya terkait pengadaan barang dan jasa di Pemkab Banjarnegara.
KPK menegaskan memiliki bukti kuat terkait korupsi yang dilakukan Budhi.
"Menanggapi tersangka BS, Bupati Banjarnegara yang membantah menerima fee Rp2,1 miliar, kami tegaskan bahwa KPK telah memiliki bukti yang kuat menurut hukum terkait dugaan tindak pidana korupsi dimaksud sehingga perkara ini naik ke tahap penyidikan," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (4/9/2021).
KPK mengingatkan Budhi Sarwono maupun pihak lainnya untuk kooperatif.
Baca juga: KPK Geledah Rutan Gara-gara Akun Instagram Diduga Milik Budhi Sarwono Bikin Unggahan
Sikap kooperatif itu dapat ditunjukkan dengan menyampaikan keterangan sebenarnya saat diperiksa penyidik nantinya.
"KPK berharap agar tersangka dan pihak-pihak lain yang nanti kami panggil dan periksa bertindak kooperatif dengan menerangkan fakta-fakta sebenarnya yang diketahui di hadapan penyidik," kata Ali.
KPK menjerat Bupati Banjarnegara Budhi Sarwono (BS) dan Kedy Afandi (KA) selaku pihak swasta sebagai tersangka kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa di Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018.
Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut bahwa pada September 2017, Budhi memerintahkan Kedy yang juga orang kepercayaan dan pernah menjadi ketua tim sukses dari Budhi saat mengikuti proses pemilihan kepala daerah Kabupaten Banjarnegara untuk memimpin rapat koordinasi (rakor).
Rakor tersebut dihadiri oleh para perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara yang bertempat di salah satu rumah makan.
Dalam pertemuan tersebut, disampaikan sebagaimana perintah dan arahan Budhi, Kedy menyampaikan bahwa paket proyek pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) senilai 20 persen dari nilai proyek dan untuk perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud diwajibkan memberikan komitmen fee sebesar 10 persen dari nilai proyek.
Pertemuan lanjutan kembali dilaksanakan di rumah pribadi Budhi yang dihadiri oleh beberapa perwakilan Asosiasi Gapensi Banjarnegara dan secara langsung Budhi menyampaikan di antaranya menaikkan HPS senilai 20 persen dari harga saat itu.
Dengan pembagian lanjutannya adalah senilai 10 persen untuk Budhi sebagai komitmen fee dan 10 persen sebagai keuntungan rekanan.
Selain itu, Budhi juga berperan aktif dengan ikut langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur di antaranya membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR Kabupaten Banjarnegara, mengikutsertakan perusahaan milik keluarganya, dan mengatur pemenang lelang.
Kedy juga selalu dipantau serta diarahkan oleh Budhi saat melakukan pengaturan pembagian paket pekerjaan yang nantinya akan dikerjakan oleh perusahaan milik Budhi yang tergabung dalam grup Bumi Redjo.
Penerimaan komitmen fee senilai 10 persen oleh Budhi dilakukan secara langsung maupun melalui perantaraan Kedy.
KPK menduga Budhi telah menerima komitmen fee atas berbagai pekerjaan proyek infrastruktur di Kabupaten Banjarnegara sekitar Rp2,1 miliar.
Atas perbuatannya, Budhi dan Kedy disangkakan melanggar Pasal 12 huruf i dan atau Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.