Muhaimin Iskandar: Indonesia Seharusnya Sudah Lama Berdaulat Pangan
Wakil Ketua DPR Bidang Korkesra Abdul Muhaimin Iskandar pembangunan pertanian harus menjadi program prioritas pemerintah.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hendra Gunawan
”Saya bahkan sangat terkesan dengan peran yang sepertinya tidak mungkin dilakukan, dengan kekuatan terbatas, membantu petani di Sumut mendapatkan hak-hak lahannya, dan Presiden langsung yang menandatangani. Mereka diterima Presiden setelah berjalan kaki dari Sumut. Ini torehan sejarah dari yang sepertinya tak mungkin menjadi mungkin. Siapa sih Gerbang Tani, siapa sih PKB? Dengan keberanian bisa mengubah keadaan. Jalan kaki dari Sumut ke Jakarta. Ini bukti tidak ada sejarah yang tidak bisa kita ubah,” tuturnya.
Ia menambahkan, saat pandemi seperti ini, terdapat tiga krisis yang saling bertemu, yakni krisis ekologis, ekonomi, dan krisis kesehatan.
Krisis pertama ditandai banyaknya bencana ekologis maupun hidrometeorologi yang terjadi di Indonesia dalam 5 tahun terakhir. Krisis kedua adalah memerosotkan ekonomi di semua sektor karena dampak pandemi Covid-19 yang terjadi.
”Krisis ekonomi telah menyebabkan hilangnya kesempatan kerja dan pemutusan hubungan kerja,” urainya.
Mengacu data Kementerian Ketenagaakerjaan, terdapat 2,4 juta pemutusan hubungan kerja sepanjang 2020 sedangkan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) menyatakan terdapat 15 juta UMKM yang gulung tikar.
Sedangkan krisis ketiga adalah krisis kesehatan, Covid 19. Menurut Gus Muhaimin, pandemic Covid-19 membuka mata semua orang akan kurangnya rasio fasilitas dan sumber daya kesehatan dalam pelayanan masyarakat.
”Sampai saat ini, 3 krisis ini belum memperlihatkan tanda membaik. Krisis ekologis, sosial dan ekonomi yang terjadi saat ini memunculkan pertanyaan besar, kemana arah pembangunan kita dimasa depan? Perubahan positif dan progresif harus segera dilakukan. Bagaimana menciptakan ekonomi hijau baru, transisi energi dan pembangunan yang rendah karbon, serta mengejar kemakmuran bukan dengan pertumbuhan namun dengan distribusi keadilan,” urainya.
Menurutnya, restrukturisasi ekonomi secara radikal harus dilakukan, kembali kepada basis ekonomi pertanian, basis masyarakat agraris yang maju.
Ada tiga isu penting ketika membicarakan isu pertanian, Pertama reforma agraria.
”Kita tidak bisa pungkiri bahwa reforma agraria saat ini cenderung mendukung gerakan populisme kanan, bukan gerakan solidaritas progresif untuk keadilan sosial dan keadilan ekonomi,“ tuturnya.
Reforma agraria berarti mengubah struktur penguasaan dan pemilikan sumber-sumber agraria yang tidak adil menjadi adil, bukan sekedar sertifikasi lahan.
Kedua, pertanian yang berkelanjutan yang bertujuan mengurangi angka kemiskinan, rawan pangan dan kekurangan gizi. Pertanian dapat membantu mengurangi sisa kemiskinan perdesaan, jika petani kecil menjadi pemasok langsung di pasar pangan modern, membangun agropolitan untuk keseimbangan antar kawasan. Pembangunan pertanian membutuhkan kemajemukan dalam pendekatan dan intervensi, sehingga masing-masing daerah membangun sesuai karakteristik daerahnya.
Ketiga, perdagangan berkelanjutan sebuah isu yang belum banyak berkembang di Indonesia. Perdagangan berkelanjutan terjadi ketika pertukaran barang dan jasa komersial menghasilkan manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan sesuai dengan prinsip-prinsip dasar pembangunan berkelanjutan, yaitu penciptaan nilai ekonomi, pengurangan kemiskinan dan ketimpangan pendapatan dan aset, pelestarian dan penggunaan kembali sumber daya lingkungan.