Tersangka Pembakar Mimbar Masjid Raya Makassar Positif Narkotika, Sudah Konsumsi Sejak 2015
Kasat Reskrim Polrestabes Makassar Kompol Jamal Fathur Rakhman mengungkapkan, tersangka kasus pembakaran mimbar Masjid Raya Makassar positif narkotika
Penulis: Faryyanida Putwiliani
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Kasat Reskrim Polrestabes Makassar, Kompol Jamal Fathur Rakhman mengungkapkan, KB tersangka kasus pembakaran mimbar Masjid Raya Makassar positif narkotika.
Hasil positif didapat setelah tersangka menjalani tes urine.
"Hasil tes urine tersebut yang bersangkutan memang positif narkotika," kata Jamal dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Rabu (29/9/2021).
Jamal menambahkan, pihaknya kini tengah melakukan tes darah bagi tersangka.
Baca juga: Pembakaran Mimbar Masjid Raya di Makassar, Pelaku Beberkan Motif, Kini Sesali Perbuatannya
Hal ini dilakukan untuk mengetahui kandungan narkotika yang ada dalam tubuh tersangka.
Menurut pengakuan tersangka, Jamal menuturkan KB sudah mengkonsumsi narkotika sejak tahun 2015.
"Jadi pengakuan dari tersangka, bahwa yang bersangkutan kurang lebih sudah dari tahun 2015 sudah mengkonsumsi narkotika tersebut," tutur Jamal.
Lebih lanjut Jamal menambahkan, selain tes urine dan tes darah, polisi juga akan melakukan tes psikologis serta kejiwaan.
"Selain itu untuk hari ini tersangka sudah kami lakukan tes darah di Labfor terkait kandungan narkotika yang ada di dalam dirinya. Kemudian kami juga melakukan tes psikologi serta kami juga akan melakukan tes kejiwaan," terang Jamal.
Baca juga: Pemerintah Kutuk Penusukan Ustaz di Batam dan Pembakaran Mimbar Masjid di Makasar
Mahfud DM Sebut Kegiatan Kriminal Itu Nyata, Agama Jadi Korban
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD, menanggapi insiden pembakaran mimbar Masjid Raya Makassar, Kota Makassar, Sulawesi Selatan, yang terjadi baru-baru ini.
Mahfud menilai kejadian pembakaran inilah yang sebenarnya disebut dengan kriminalisasi.
"Yang terjadi belakangan ini, justru orang yang disebut ustaz, tokoh atau tempat ibadah itu menjadi korban dari sebuah kegiatan kriminal yang nyata," kata Mahfud dalam konferensi pers secara virtual, Minggu (26/9/2021).
Bukan malah pernyataan "kriminalisasi terhadap ulama atau ustad"-nya.
Baca juga: Pemerintah Minta Pembakar Mimbar Masjid di Makassar Tidak Buru-buru Dicap Gila
Hal ini, kata Mahfud, adalah sebuah pernyataan yang salah.
Oleh sebab itu, Mahfud meminta masyarakat untuk jeli dan tidak mudah terprovokasi atas padanan kata tersebut.
Dijelaskan Mahfud, kriminalisasi terhadap ulama atau ustaz itu berati ulama atau ustaz tidak melakukan kegiatan apa-apa lalu dituduh melakukan tindak kriminal.
"Istilah kriminalisas ini salah, karena kalau kriminalisasi terhadap ulama atau ustaz, itu berati ulama atau ustaz tidak melakukan kegiatan apa-apa lalu dituduh melakukan tindak kriminal, itu namanya tidak kriminal."
Baca juga: Sakit Hati, Alasan Pria Ini Sengaja Bakar Mimbar Masjid Makassar Dini Hari Tadi
"Sehingga tidak bisa dianggap kriminalisasi terhadap tokoh agama, oleh sebab itu kita semua harus hati-hati agar tidak terprovokasi."
"Kita harus menjaga keamanan dan perdamaian di negara ini," terang Mahfud.
Mahfud menegaskan jika ada yang mengatakan kejadian kontroversial ini merupakan peningkatan gejala kriminalisasi terhadap ulama atau ustaz, maka itu tidaklah benar.
Pemerintah, kata Mahfud, menyatakan sangat menyesalkan kejadian tersebut dan mengutuk para pelakunya.
Mahfud mengabarkan para pelaku saat ini tengah diproses, ia juga meminta aparat keamaan untuk mengusut tuntas kejadian ini.
Baca juga: Ini Tampang Terduga Pelaku Pembakaran Mimbar Masjid Raya Makassar yang Ditangkap Polisi
"Saya sudah memerintahkan ke aparat keamaan untuk mengusut kejadian ini, dan pihak kepolisian telah menangkap para pelaku ini, dan saat ini sedang diproses."
"Saya berharap pemeriksaan ini harus tuntas dan terbuka, jangan terburu-buru memutuskan bahwa pelakunya orang gila," kata Mahfud.
Selain itu, Mahfud juga meminta aparat untuk meningkatkan pengawasan dan kesiapsiagaan untuk menjaga keamanan dan membangun harmoni di tengah-tengah masyarakat.
Termasuk pengawasan terhadapat tempat maupun tokoh ibadah dengan sebaik-baiknya.
Hal ini dilakukan agar agama tidak dijadikan alat pemecah persatuan dan kesatuan bangsa.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Galuh Widya Wardani)