Kuasa Hukum Ungkap Kejanggalan Kasus Viral Pelecehan Ayah kepada 3 Anaknya yang Ditutup Polisi
Kuasa hukum korban membeberkan sejumlah kejanggalan kasus viral pelecehan 3 anak oleh ayah kandungnya yang ditutup polisi.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Baru-baru ini, cerita seorang ibu yang berjuang untuk mendapatkan keadilan untuk ketiga anaknya yang menjadi korban pelecehan seksual, viral di media sosial.
Cerita tersebut menjadi viral setelah diungkap oleh media Project Multatuli pada Rabu (6/10/2021) kemarin.
Dalam cerita tersebut, seorang ibu berinisial RS melaporkan mantan suaminya (SU) atas dugaan pemerkosaan kepada tiga anak kandungnya di Polres Luwu Timur pada 2019 lalu.
Baca juga: Tragis, 200 Ribu Lebih Korban Pelecehan Seksual Anak Ditemukan di Gereja Katolik Prancis Sejak 1950
Namun, dalam proses penyelidikannya, polisi justru menghentikan kasusnya dengan alasan tidak cukup bukti.
Kemudian, cerita tersebut kembali diungkap oleh media Project Multatuli hingga menjadi viral di media sosial Twitter.
Menanggapi viralnya kasus ini, Ketua Divisi Perempuan Anak dan Disabilitas LBH Makassar yang juga menjadi kuasa hukum korban, Rezky Pratiwi buka suara.
Rezky pun membeberkan sejumlah alasan penghentian kasus ini diwarnai kejanggalan.
Pertama, Rezky curiga karena saat dilakukan proses pemeriksaan, ketiga anak yang menjadi korban tidak didampingi oleh bantuan hukum.
"Dalam proses 63 hari kasus ini berjalan, tidak ada bantuan hukum di dalamnya, saat anak diperiksa dan diambil keterangannya, para anak tidak didampingi oleh ibu atau pendamping lainnya."
"Kenapa pendampingan dalam keterangan ini penting karena harus dipastikan betul yang mengambil keterangan ini punya kapasitas untuk menggali keterangan anak."
Baca juga: Koalisi Masyarakat Nilai KPI Tidak Siap Tangani Kasus Dugaan Pelecehan Seksual yang Dialami MS
"Karena berbeda mengambil keterangan anak dan dewasa, maka kami meragukan keterangan dari kejadian perkara ini utuh," kata Rezky, dikutip dari tayangan Youtube Kompas TV, Jumat (8/10/2021).
Kejanggalan kedua, Rezky menyebut ada dugaan maladministrasi yang dilakukan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Luwu Timur dan Polres Luwu Timur.
Sebab, dalam asesmennya, pihak P2TP2A menyebut ketiga anak korban tidak mengalami trauma kepada terlapor.
"Ada asesmen dari P2TP2A Luwu Timur yang kami anggap didalamnya ada maladministrasi sehingga tidak objektif dan tidak bisa digunakan sebagai dasar penghentian penyelidikan."