Kuasa Hukum Ungkap Kejanggalan Kasus Viral Pelecehan Ayah kepada 3 Anaknya yang Ditutup Polisi
Kuasa hukum korban membeberkan sejumlah kejanggalan kasus viral pelecehan 3 anak oleh ayah kandungnya yang ditutup polisi.
Penulis: Inza Maliana
Editor: Tiara Shelavie
"Kalau disebutkan ketika bertemu dengan terlapor para anak tidak menunjukkan trauma, kalau dari psikolog kami di Makassar, trauma itu tidak selalu jadi respons atau ekspresi dari korban kekerasan seksual," ujar Rezky.
Rezky menyebut, asesmen tersebut berbanding terbalik dengan hasil pemeriksaan yang dilakukan LBH Makassar.
Dari hasil pemeriksaannya, Rezky mengatakan ketiga anak korban membenarkan kekerasan seksual yang dilakukan ayah kandungnya.
Bahkan, anak terakhir bisa memperagakan ulang perbuatan ayahnya saat melakukan kekerasan seksual.
Rezky bahkan menyebut, tidak hanya ayah mereka saja, tetapi ada dua orang lain yang juga ikut melakukannya.
Terakhir, Rezky mengatakan kejanggalan lain didapat dari keterangan visum polisi yang menyebut tidak ada tanda-tanda kekerasan seksual pada ketiga anak itu.
Padahal, saat ibu korban memeriksakan ketiga anaknya ke dokter, ada kerusakan di bagian alat vitalnya.
"Terakhir terkait visum, dari keterangan polisi ada dua visum yang dilakukan dan tidak ditemukan tanda-tanda (kekerasan seksual, red)."
Baca juga: Tersangka Kasus Pelecehan di Ponpes Ogan Ilir Bertambah, Oknum Pengurus Asrama Diringkus
"Tetapi dari keterangan dokter yang berbeda, ketika ibu mengambil rujukan berobat, itu dinyatakan ada kerusakan di daerah vagina dan dubur," kata Rezky.
Ia melanjutkan, sang Ibu membawa ketika anaknya ke dokter karena mereka terus menerus mengeluh kesakitan di bagian tersebut.
"Jadi hal-hal ini yang kami anggap janggal dan ini menjadi alasan yang cukup kuat untuk kasus ini dibuka kembali," tegas Rezky.
Polisi Buka Opsi Kasus Viral 3 Anak Diperkosa Ayah Kandung Dibuka Kembali
Menanggapi viralnya kasus ini, Karo Penmas Divisi Humas Polri, Brigjen Rusdi Hartono ikut buka suara.
Rusdi membenarkan, kasus tersebut ditutup lantaran dinilai tidak cukup bukti adanya tindak kekerasan seksual.