Matras Bambu Digunakan untuk Konstruksi Tol Semarang - Demak
Bambu akan dijadikan matras sebagai konstruksi Jalan Tol Semarang - Demak. Diharapkan Juni 2022 sudah selesai.
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS, SEMARANG - Masyarakat penasaran dengan adanya berita bahwa Kementerian PUPR sedang melakukan ujicoba penggunaan bambu untuk matras konstruksi Tol Semarang-Demak.
Jika ujicoba berhasil, bambu akan mulai digunakan tahun 2022. Dalam pengujian tersebut, ditentukan ada 17 lapis bambu saling silang.
Direktur Teknik PT Pembangunan Perumahan Semarang Demak (PPSD), Dedy Susanto, menjelaskan bambu yang akan digunakan sebagai matras untuk daya dukung tanah harus memiliki spesifikasi diameter 8-10 centimeter.
"Bambu yang digunakan pada tol Semarang-Demak nantinya akan dipakai untuk matras dan trucuk. Saat dilakukan pengujian maksimal lapisan yang bisa digunakan ada 17. Nanti batang bambu akan memanjang dan melintang," jelasnya.
Matras bambu yang dipakai untuk pembangunan tol akan diletakkan sepanjang 6 kilometer. Mulai dari titik station (STA) 1,9 hingga STA 8,5. Jika dilihat dari kondisi lapangan, pengerjaan tol seksi satu masih sampai di STA 10.
"Rencananya memang akan dipasang mulai awal tahun 2022. Total kebutuhan bambu yang akan kami gunakan sekitar 5 juta batang," tegasnya.
Dipakai di Tanjung Priok
Berdasarkan pengalamannya, PT PP pernah menggunakan matras bambu sebagai bahan konstruksi saat membangun Pelabuhan Tanjung Priok. Bambu tersebut didatangkan dari Jabar, Jateng, Banten, dan Lampung.
"Tapi itu kan kebutuhannya sedikit. Tidak sebanyak untuk tol. Kalau untuk tol bambunya nanti akan kami ambil dari seluruh pulau Jawa dan Sumatera," tambahnya.
PT PPSD beralasan penggunaan bambu sebagai bahan matras memiliki nilai yang lebih ekonomis. Di sisi lain, bambu yang terendam air justru akan lebih kuat dibandingkan yang tidak terendam.
"Ini berdasarkan pengalaman yang ada di Pelabuhan Tanjung Priok, setelah dipakai 10 tahun dan diuji masih utuh. Artinya durabilitasnya oke untuk matras. Rangkaian bambu itu nantinya akan ditenggelamkan dan diikat di dasar laut. Kemudian di atasnya akan ditimbun tanah. Tentu posisinya akan berada di bawah air terus dan itu yang membuat bambu awet," tuturnya.
Menurut perhitungannya, jika tidak menggunakan matras bambu, untuk menemukan tanah yang padat perlu kedalaman hingga 60 meter. Maka dari itu, jika tidak diberi matras akan menyulitkan pekerjaan konstruksi tol.
"Karakter tanah yang ada di STA 1,9 hingga STA 8,5 ini sifatnya very soft soil. Sehingga kalau tidak diberi matras akan menyulitkan. Sebenarnya bisa saja menggunakan baja atau kayu. Tapi baja akan mudah korosif di dalam air laut, sedangkan kayu jumlahnya terbatas. Maka bambu jadi solusi yang paling tepat," bebernya.
Antar sambungan bambu nantinya akan menggunakan tali nylon. Sehingga, sebelum dibenamkan di dalam air, 17 lapis bambu tersebut harus dirangkai dahulu di darat. Baru kemudian dimasukkan ke dalam air.
"Setelah terpasang dan tolnya jadi, bambu akan tetap seperti itu. Tidak akan diambil. Diprediksi akan masih terus bertahan hingga 50 tahun ke depan," pungkasnya. (afn)
Baca juga: Terobosan Kapolrestabes Surabaya Turunkan Kasus Covid-19 dengan Tambah 22 Mobil Vaksin (1)