Keturunan Kaledonia di Lamteng Sudah Ada Sebelum 1950
Warga keturunan Kaledonia yang fasih berbahasa Prancis di Lampung Tengah sudah ada sejak sebelum 1950.
Editor: cecep burdansyah
TRIUBUNNEWS.COM, LAMPUNG TENGAH- Keberadaan masyarakat keturunan Kaledonia yang fasih berbahasa Prancis di Kampung Totokaton, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah, diperkirakan sudah ada sejak lama.
Camat Punggur, Sukistoro, saat dikonfirmasi mengatakan, leluhur keturunan Kaledonia memang dari Jawa, namun keberadaan mereka di Kampung Totokaton sudah ada sejak sebelum tahun 1950-an.
"Kalau leluhurnya (keturunan Kaledonia) memang dari Jawa. Tapi justru mereka ada sebelum rombongan itu (transmigran) ke sini (Kampung Totokaton) datang tahun 1950-an," kata Sukistoro, Rabu (3/11).
Sukistoro menceritakan, kakek, nenek dan ayah dari Mbah Suzanni, justru memang sudah dahulu ditempatkan di Kampung Totokaton sebelum Mbah Suzanni dilahirkan.
"Jadi bukan mereka dari Kaledonia terus pulang ke Jawa dan ditempatkan di sini, tapi mereka dari sini (Punggur) dibawa oleh penjajah Belanda ke Jawa, lalu dipekerjakan ke Kaledonia bertahun-tahun dan akhirnya pulang ke Indonesia dan kembali lagi ke sini (Punggur)," ujarnya.
Meski tak ada lagi dokumen terkait kedatangan warga Kaledonia yang datang ke Punggur, namun menurut cerita yang berkembang memang jauh sebelum keluarga Mbah Suzanni pulang ke Indonesia dan ditempatkan di Kampung Totokaton, bahwa leluhur mereka memang jauh sebelum itu sudah lama ditempatkan di Punggur.
Baca juga: Sempat Digelar Festival Kaledonia
Sukistoro menceritakan, generasi keturunan Kaledonia angkatan kedua (periode kedatangan Mbah Suzanni ke Kampung Totokaton), yang tersisa hanya beberapa orang saja.
"Angkatan Mbah Suzanni itu sudah berusia lanjut semua, termasuk Mbah Misri, dan selebihnya sudah banyak yang sudah meninggal. Sementara anak cucu mereka semuanya lahir di sini dan gak ada lagi yang bisa bahasa Prancis," jelasnya.
Ia menambahkan, keseharian keluarga para keturunan Kaledonia, rata-rata hidup di kampung sebagai petani, berkebun dan juga berjualan di pasar Punggur dan Kota Metro.
Bahkan, Kampung Totokaton menurut Sukistoro sempat dinamakan sebagai blok Kaledonia. Namun seiring berjalannya waktu, anak keturunan mereka juga sudah banyak yang merantau dan tinggal di luar kota lainnya.
Terkait potensi pariwisata yang bisa didapat dari keberadaan masyarakat keturunan keluarga yang mahir berbahasa Prancis, Sukistoro mengatakan hal itu sempat disampaikan kepada Pemkab Lamteng.
"Di masa camat sebelumnya memang sudah dilakukan pendataan warga keturunan Kaledonia. Tapi sayang, yang tahu bahasa Prancis itu hanya satu dua orang saja, sementara yang lainnya hanya bisa bahasa Indonesia dan Jawa," jelasnya.
Ia mengatakan, terkait potensi pariwisata lain yang bisa diambil dari adanya warga keturunan Kaledonia di Kampung Totokaton, hal itu masih menjadi kajian pihaknya bersama Pemkab Lamteng.
Surami (64) anak tertua Suzzani menceritakan, di Kampung Totokaton sampai saat ini hanya ibunya dan Mbah Misri yang mengerti dan mampu berbicara bahasa Prancis.
"Kalau yang lain (keturunan Kaledonia di Kampung Totokaton), rata-rata cuma mengerti satu dua perkataan aja (bahasa Prancis). Sebagian lagi sudah banyak yang meninggal dunia," terang Surami.
Surami mengatakan, memang dari seluruh warga keturunan Kaledonia di Kampung Totokaton masih saling mengenal dan bersilaturahmi, namun dari anak cucu mereka saat ini hanya bisa bahasa Indonesia dan Jawa.
Ia menceritakan, dari sembilan bersaudara, tak satupun anak Suzzani yang bisa berbicara dengan bahasa Prancis. Hal itu juga katanya terjadi kepada anak cucu warga keturunan Kaledonia lainnya.(sam)
Baca juga: Terlahir sebagai Orang Kaledonia, Nenek di Lamteng Fasih Bahasa Prancis
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.