Pertumbuhan dan Inflasi Jadi Indikator Kenaikan Upah
Kebutuhan hidup layak ini harus ada standarnya. Misalkan dari BPS. Karena setiap orang punya kebutuhan yang berbeda
Editor: cecep burdansyah
ANALISIS
Wahyu Widodo | Pakar Ekonomi Undip
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - UNTUK menentukan kenaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) atau Upah Minimum Provinsi (UMP), pemerintah mempunyai dua indikator yang digunakan. Yaitu inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Di negara manapun, dua indikator itu juga digunakan untuk menentukan upah terhadap buruh atau pekerja. Inflasi akan menentukan kenaikan harga barang, sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan aktifitas ekonomi yang sedang berjalan. Tapi pertanyaannya apakah dua komponen itu cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup layak?
Kita harus melihat kasus per kasus. Seperti yang kita ketahui, sebelum pandemi, buruh menuntut adanya komponen liburan dimasukkan dalam menentukan upah. Sekarang, ada komponen pembelian masker, hand sanitizer, vitamin, serta obat-obatan.
Komponen tambahan itu tidak bisa menjadi patokan, karena keadaan selalu berubah. Hanya saja, apakah itu wajar atau masih masuk akal untuk dimasukkan dalam menentukan upah yang layak.
Baca juga: Pekerja di Jatwa Tengah Minta Upah Naik 10 Persen
Secara konseptual indikatornya masih dua itu. Antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Tapi itu bukan harga mati, karena ada peran tiga pihak yakni pengusaha, buruh, dan pemerintah sebagai regulator.
Masih ada upah sektoral. Itu yang membedakan upah antara buruh yang bekerja di sektor makanan, farmasi, tekstil, dan lainnya. Namun ketika hal tersebut dimasukkan, apakah buruh sudah merasa cukup?
Kebutuhan hidup layak ini harus ada standarnya. Misalkan dari BPS. Karena setiap orang punya kebutuhan yang berbeda. Kita juga harus melihat dari sisi pengusaha bagaimana. Karena selama pandemi banyak sekali pengusaha yang gulung tikar. Salah satu penyebabnya, karena tidak ada keseimbangan antara penjualan dan pengeluaran untuk upah buruh atau pekerjanya.
Buruh yang meminta ada kenaikan upah sebesar 10 persen itu jauh dari inflasi dan pertumbuhan ekonomi saat ini. Terlebih aktifitas ekonomi sekarang belum 100 persen pulih. Maka itu bisa diselesaikan dengan berdialog. Pertumbuhan ekonomi dan inflasi di Jawa Tengah hanya sekitar 3 persen.
Toh saat pandemi pemerintah juga sudah memberikan stimulus bantuan subsidi upah untuk yang bergaji di bawah Rp 5 juta. Ada pula bantuan sosial untuk masyarakat yang tidak produktif. Masih ada pula program prakerja yang bisa dimanfaatkan untuk menambah kemampuan dan penghasilan.
Saya sangat setuju untuk memperbaiki kondisi ekonomi nasional, masyarakat harus meningkatkan daya beli. Namun otomatis, pengusaha dan pemerintah harus mampu memberikan upah yang layak. (afn)
Baca juga: Terkait Permintaan Kenaikah Upah 10 Persen, Pengusaha Minta Perhatikan Kondisi Lapangan
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.