Dipercaya Jadi Ketua DPD PDIP Sumut, Rapidin Simbolon Langsung Konsolidasi ke Tingkat Ranting (1)
Rapidin menjadi nakhoda baru partai besar pemenang di dua edisi pemilu beruntun, untuk menghadapi kontestasi di tahun 2024.
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, MEDAN - KETUA Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan Sumatra Utara, Rapidin Simbolon, punya tugas berat.
Ia menjadi nakhoda baru partai besar pemenang di dua edisi pemilu beruntun, untuk menghadapi kontestasi di tahun 2024.
Kontestasi yang serupa tapi tak sama. Mekanisme berubah. Pun figur-figur. Baik di pusat maupun daerah.
Tantangan besar inilah yang sekarang berada di pundak Rapidin, seorang kader partai yang memulai kariernya dari tingkat paling bawah.
Bahkan dari simpatisan saat partai ini masih bernama Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Ia tidak bergeser sedikit pun saat PDI menjadi “sasaran tembak” penguasa orde terdahulu.
Berikut wawancara ekslusif Tribun Medan yang dikemas dalam gelaran podcast Ngopi Sore bersama Rapidin Simbolon, Jumat, 19 November 2021.
Bang Rapidin, bisa diceritakan bagaimana memulai karier sebagai politisi PDI Perjuangan?
Soal saya menjadi kader PDI Perjuangan memang ini sudah cukup lama. Dulu saya masuk sebagai simpatisan, waktu penzaliman terhadap PDI.
Tekanan kepada Ibu Mega (Megawati Sukarnoputri, Ketua Umum PDI Perjuangan, red) luar biasa. Namun beliau bisa bertahan dan membawa partai keluar dari kesulitan.
Saya sangat mengidolakan beliau. Ya, terlepas dari saya sebagai kader partai, lalu sekarang Ketua DPD, saya tetap mengidolakan beliau. Kenapa? Dia tangguh, dia kuat, komitmennya kuat, ideologinya kuat.
Beliau konsisten dalam pendirian. Tidak mencla mencle. Punya prinsip yang teguh. Pikiran, hati, dan perkataan sama. Saya ikut beliau sejak 1995. Bahkan sebenarnya di bawah itu. Waktu saya ke Jakarta, saya sudah selalu mengikuti perkembangan partai ini.
Tahun 1995, waktu itu PDI pecah menjadi dua kubu. Bahkan sampai ada pengepungan. Awalnya lantaran ada pemikiran yang sejalan dan sosok Megawati. Tentunya ada perjalanan panjang, ada anekdot kalau tidak sepaham maka berpindah partai.
Lalu apa yang kemudian abang tetap setia pada PDI Perjuangan?
PDI Perjuangan selalu terbuka untuk nasionalis sejati. Ini yang membuat kita susah berpaling. Apalagi melupakan.