Guru Rudapaksa 12 Santri Manfaatkan Bayi Korban untuk Minta Bantuan, Diakui sebagai Yatim Piatu
Guru pesantren, Herry Wirawan, memanfaatkan bayi santri yang dirudapaksanya untuk meminta bantuan. Bayi-bayi itu diakuinya sebagai yatim piatu.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Daryono
TRIBUNNEWS.COM - Aksi bejat Herry Wirawan alias HW (36) ternyata bukan hanya merudapaksa ke-12 santrinya.
Ia juga memanfaatkan bayi-bayi yang dilahirkan para korban untuk meminta bantuan pada sejumlah pihak.
Diketahui, Herry yang merupakan pemilik sebuah pondok pesantren di Kecamatan Cibiru, Kota Bandung, Jawa Barat, merudapaksa 12 santrinya hingga delapan di antaranya melahirkan bayi.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mengungkapkan adanya dugaan eksploitasi ekonomi dalam kasus rudapaksa tersebut.
Terungkap, Herry memanfaatkan bayi-bayi yang dilahirkan para korban untuk mendapatkan bantuan.
Baca juga: POPULER Regional: Kasus Guru Rudapaksa 12 Santri | Ibu Korban Rudapaksa 4 Pria Dikatai saat Melapor
Baca juga: FAKTA-Fakta Guru Agama Rudapaksa 12 Santriwati: Kejanggalan Pesantren hingga Izin Dicabut
Oleh Herry, bayi-bayi malang itu diakui sebagai anak yatim piatu, demi memanfaatkan belas kasih sejumlah pihak.
Tak hanya itu, dana Program Indonesia Pintar (PIP) milik para korban juga diambil.
Parahnya, Herry juga mempekerjakan para santri sebagi kuli bangunaan selama membangun gedung pesantren di Cibiru.
"Dana Program Indonesia Pintar (PIP) untuk para korban juga diambil pelaku."
"Salah satu saksi memberikan keterangan bahwa ponpes mendapatkan dana BOS yang penggunananya tidak jelas."
"Serta para korban dipaksa dan dipekerjakan sebagai kuli bangunan saat membangun gedung pesantren di daerah Cibiru," ujar Wakil Ketua LPSK RI, Livia Istania DF Iskandar, dalam keterangan tertulisnya, Kamis (9/12/2021), dikutip dari Kompas.com.
Karena itu, LPSK mendorong Polda Jawa Barat untuk mengungkap dugaan tersebut.
Mengutip TribunJabar, saat ini korban rudapaksa Herry tengah dalam penanganan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Garut untuk menjalani trauma healing.
Sementara itu, bayi-bayi yang sudah lahir dibawa oleh orang tua korban.