Batik Ciprat Tombo Ati, Karya Indah Penyandang Disabilitas Desa Kemudo Klaten
Di tengah keterbatasan, sejumlah penyandang disabilitas di Desa Kemudo Klaten Jawa Tengah bisa menghasilkan karya batik ciprat 'Tombo Ati'
Penulis: Nila
TRIBUNNEWS.COM - Langkah kakinya lincah, gerak tangannya cekatan memainkan kuas batik.
Padahal, fisiknya tak sempurna, tapi tak terlihat sedikit pun raut wajah menyerah.
Dialah Novi, wanita berusia 30 tahun yang gesit melakukan aktivitas membatik meskipun mengalami keterbatasan fisik (disabilitas).
Novi tak sendiri. Dia membatik bersama 20 rekan lainnya.
Mereka adalah penyandang disabilitas dan mantan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).
Melalui posyandu ODGJ yang ada di Desa Kemudo, Prambanan Klaten Jawa Tengah, mereka berkarya di tengah keterbatasan dengan menghasilkan karya batik ciprat.
Suasana ceria begitu terasa.
Baca juga: Promosikan Desa Mandiri Sabdodadi Bantul hingga ke New York, Platform Edukasi Ini Raih Rekor MURI
Sesekali satu di antara mereka terdengar bersenandung sambil melakukan ativitas membatik.
"Mendung tanpo udan. Ketemu lan kelangan, kabeh kuwi sing diarani perjalanan (perjalanan)," senandung seorang pria menyanyikan lagu karya Ndarboy Genk, sambil menjemur kain batik yang sudah diciprat hingga membentuk warna-warni motif abstrak.
Novi dengan penuh semangatnya mengaku sangat senang bisa produktif dan menghasilkan coretan batik.
Mulai dari mencampur dan memilih warna, menentukan cipratan batik, hingga mengayunkan kuas di kain dasar sudah dilakoni Novi sejak 3 bulan terakhir.
"Saya mulai bergabung di sini bulan September," cerita Novi, saat ditemui di lokasi membatik, di pelataran balai Desa Kemudo, Klaten, Jawa Tengah, Sabtu (26/12/2021).
Baca juga: Presiden dan Ibu Iriana Jokowi Beli Batik dan Lukisan Karya UKM Blora
Novi mengenal batik ciprat setelah pihak Desa Kemudo mengadakan pelatihan.
Hanya dengan satu kali pelatihan, Novi dengan cepat beradaptasi dan mempraktekkan bagaimana cara membuat batik ciprat.
Ia bahkan berharap, ke depan produksi batik ciprat di Desa Kemudo bisa semakin berkembang dan sampai mempunyai rumah produksi sendiri.
"Harapannya, semoga sampai punya rumah produksi sendiri, bisa produksi semakin banyak," terang Novi.
Di tengah keterbatasannya, Novi juga berpesan agar semua orang tak patah semangat dan terus berjuang untuk melakukan hal-hal positif.
Baca juga: Penyandang Disabilitas Jadi Wirausaha Muda Kreatif, Trimah Membatik dengan Kaki
Ia juga berkeyakinan bahwa setiap orang adalah sama, meskipun mempunyai keterbatasan.
"Kita buktikan, kalau setiap orang itu sama, meskipun ada yang punya keterbatasan tapi kita semua sama, tidak ada yang berbeda," ucap Novi.
Senada dengan Novi, wanita 32 tahun bernama Widi yang juga memproduksi batik ciprat turut membagikan ceritanya.
Widi yang hari itu ditemani sang buah hati, bercerita bahwa di tengah keterbatasannya, ia juga bisa membantu ekonomi keluarga.
"Ikut dari September, bantu-bantu suami saya," terangnya yang kala itu terus digelendoti sang anak.
Ia mengaku sangat senang bisa produktif dan bersosialisi bersama rekan-rekannya.
Ia pun turut berharap, ke depan produk batik ciprat dari Desa Kemudo semakin dikenal di berbagai daerah.
Baca juga: Batik Karya Difabel Tawangsari Bisa Mendunia
Di balik semangat besar dari Novi, Widi dan rekan-rekan lain, ada campur tangan besar dari Kades Desa Kemudo dan sang istri.
Ya, mereka adalah sosok yang menggerakkan Posyandu ODGJ hingga memfasilitasi teman-teman dengan keterbatasan ini untuk lebih bermanfaat dan produktif.
Reny Hermawan, yang juga pembina UMKM dan pengurus batik ciprat mengatakan bahwa aktivitas membatik ini sudah dimulai sejak 3 bulan lalu.
Diakui Reny tak mudah mengajak penyandang disabilitas dan mantan ODGJ ini untuk aktif dan terjun langsung membuat karya batik ciprat.
"Mengajaknya susah awalnya, banyak dari keluarga yang tidak setuju," kata Reny.
Baca juga: Kurasi Produk Lokal Unggulan, BRI Siapkan UMKM Go Global pada Virtual BRIlianpreneur 2021
Meski begitu, ia tak menyerah dan terus berusaha meyakinkan mereka dengan langsung menunjukkan bagaimana menyenangkannya aktivitas membatik ciprat ini.
"Kita pelan-pelan, dikasih lihat dulu biar mereka ada gambaran, akhirnya mulai banyak yang mau," papar Reny.
Dalam satu minggu, Novi, Widi dan teman-teman lainnya berkumpul setiap Selasa, Rabu dan Kamis untuk menguas kain.
"Satu hari bisa 20 kain batik ciprat, tapi tergantung mood mereka juga, kalau lagi nggak baik ya kita tidak bisa memaksakan dan hanya menyesuaikan saja," ungkap Reny.
Reny berujar, ada banyak jenis cipratan yang bisa dibuat oleh para difabel ini.
Baca juga: Desanya Terpilih Masuk 30 besar Desa Brilian BRI Tahun 2020, Kades Desa Gempol Kolot Berharap Ini
Ada yang butuh 2 kali step, namun ada pula batik ciprat yang bisa dihasilkan dengan 1 kali step saja.
Warna dan cipratannya pun bervariatif dan bisa dikatakan limited edition.
"Iya cipratannya kan pasti beda-beda, misal mau dibuat sama juga diusahan persis, tapi tetep hasilnya tidak 100 persen persis," katanya.
Tak sampai 10 menit, kain putih bisa disulap menjadi coretan dengan warna-warna indah oleh tangan-tangan mereka.
Lembar demi lembar kain juga terbentang di bawah teriknya sinar matahari hari itu.
Sementara itu, pandangan penuh bangga tak lepas dari sorot mata sang Kades Kemudo Hermawan Kristanto.
Menjadi satu dari sosok yang bisa menggerakkan para penyandang disabilitas ini, Hermawan mengenang saat dirinya sangat sulit meyakinkan orangtua atau keluarga mereka, yang masih menutup mata soal batik ciprat yang dikenalkan.
"Banyak yang enggak mau, enggak usah katanya biar di rumah begini aja," ucap Hermawan menirukan ucapan orangtua penyandang disabilitas ini.
"Bahkan ada yang bilang enggak mau hanya karena enggak ada yang antar," tambahnya.
Baca juga: Saatnya e-Commerce Beri Perhatian pada Pelaku UMKM Penyandang Disabilitas
Meski diawali dengan penolakan, tekad Hermawan tak goyah.
Ia pun sampai turun langsung mendatangi satu per satu dari mereka agar bisa digerakkan melakoni aktivitas positif dan bermanfaat ini.
Hermawan sendiri meyakini bahwa penyandang disabilitas ini bisa diberdayakan dan setara dengan mereka yang terlahir normal.
Lewat tekad kuatnya itu, kini ada lebih dari 30 orang yang sudah diasuh dan dilatih untuk bisa memproduksi batik ciprat.
Karya penyandang disabilitas ini juga sudah mulai dilirik banyak orang.
"Sudah mulai ada pesanan, 10 pcs, 20 gitu, biasanya dari dinas-dinas, tapi kita juga jual online," kata Hermawan.
Hasil penjualan batik ciprat karya warga Kemudo ini kemudian dibagikan ke masing-masing dari mereka dalam bentuk tabungan.
Kegiatan batik ciprat ini merupakan bagian dari program Desa BRIlian yang diusung oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Desa Kemudo mampu menjadi kreatif dan inovatif hingga bisa meningkatkan ekonomi masyarakat desa.
Program ini digelar untuk mendorong masyarakat pedesaan meningkatkan inovasi guna mengembangkan usaha dan membangkitkan perekonomian wilayahnya. (*)
Lihat video lengkapnya di sini: