3 Anak-anak Jadi Korban Saat Keributan Petani dengan TNI di Sumut, Begini Penjelasan Kepala Desa
Tiga anak-anak disebut menjadi korban saat keributan terjadi antara petani dengan TNI Angkatan Darat di area lahan persawahan di Deliserdang
Editor: Erik S
TRIBUNNEWS.COM, DELISERDANG - Tiga anak-anak disebut menjadi korban saat keributan terjadi antara petani dengan TNI Angkatan Darat di area lahan persawahan Desa Seituan, Kecamatan Pantai Labu, Deliserdang, Sumatera Utara, Selasa, (4/1/2022).
Keterangan tersebut disampaikan oleh Kepala Desa Seituan, Parningotan Marbun.
Terkait masalah tersebut, Marbun mengatakan Puskopad sudah lama meminta agar warga mengosongkan lahan pertanian seluas 65 hektare.
Disebut masyarakat tidak mau bergeser lantaran lahan sudah dikuasai dari zaman kakek neneknya.
"Sesudah jadi bandara ini mereka ngaku-ngaku HGU nya ini. Dulu-dulu nggak pernah diperdebatkan dijaman kakek saya. Semenjak ada bandara ininya seperti ini," ucap Parningotan Marbun.
Baca juga: Penjelasan Kodam Terkait Kericuhan Anggota TNI dengan Petani di Deliserdang Sumut
Ia mengaku sangat menyayangkan kericuhan yang terjadi pada Selasa pagi.
Disebut dalam kejadian itu tiga anak-anak juga menjadi korban.
Ia menyebut karena dipijak oknum TNI korban pun harus dibawa berobat.
"Anak-anak masih SMP dan 13 tahun jadi korban. Karena masyarakat saya dipijak ya saya juga nggak terima. Ini kita mau ngadu ke Komnas Perlindungan Anak juga ini supaya tahu Bapak Aris Merdeka Sirait. Ya saya nggak tahu kenapa bisa sampai gitunya kali, ya mungkin emosi TNI nya," kata Parningotan.
Baca juga: Cium Bau Busuk, Petani Sawit di Jambi Ini Kaget Ternyata Sumbernya dari Mayat Manusia
Ia mengaku tidak melihat langsung peristiwa kericuhan karena saat itu ia sedang mengikuti rapat di Polresta Deliserdang.
Saat itu dirinya langsung mendapat telpon terus dari masyarakat.
Setelah dirinya datang pihak Puskopad TNI AD pun sudah tidak ada lagi di lokasi.
"Kalau sudah diginiin masyarakat saya yang jelas perlu hukum bertindak karena sudah melampaui pemerintah desa mereka bertindak. Sudah dari dulunya dikuasi masyarakat tanah itu. Ada 160an orang juga itu masyarakat yang punya selama ini," kata Parningotan.
Disebut masyarakat tidak bersedia meninggalkan lokasi karena 98 persen adalah bekerja sebagai petani. Hanya dua persen saja masyakatnya yang bekerja sebagai nelayan. Ia menyebut sebelum pihak TNI bertindak sudah seharusnya berkodinasi dulu dengan Pemerintah Desa.