Pilih Jadi Gareng Ketimbang Jadi Dokter, Pelawak Nggak Sekadar Lucu Tapi harus Cerdas (1)
Gareng adalah satu di antara tokoh Punakawan yang paling lucu dan ditunggu-tunggu kehadirannya.
Editor: cecep burdansyah
TRIBUNNEWS.COM, SEMARANG - PERTUNJUKAN wayang kulit selalu ada adegan goro-goro di tengah malam.
Sosok Punakawan yang terdiri dari Semar Gareng Petruk Bagong menjadi ciri khas sang dalang untuk menyampaikan wejangan, kritik saran dan sekaligus hiburan bagi masyarakat.
Grup Wayang Orang Ngesti Pandawa Semarang terkenal di Indonesia dan hingga kini masih eksis sering manggung.
Gareng adalah satu di antara tokoh Punakawan yang paling lucu dan ditunggu-tunggu kehadirannya. Pemeran Gareng Semarang ini tak lain adalah Sumar Bagyo, warga Pedurungan Lor, Kota Semarang.
Selain tampil bersama grup Wayang Orang Ngesti Pandawa, Gareng sering diajak dalang-dalang kondang di Indonesia untuk melawak di adegan Goro-goro. Kehadiran Gareng sangat ditunggu-tunggu oleh penonton.
Kadang Gareng Sumar Bagyo tampil bersama Cak Dikin, Kirun, Precil, dan lain-lain.
Karena lucu dan disukai penonton, waktu adegan Goro-goro yang dulu tak begitu lama, sekarang durasi lebih panjang untuk menghibur masyarakat.
Tribun Jateng menghadirkan sosok Gareng Sumarbagyo di Studio Tribunjateng.com di Jalan Menteri Supeno No 30 Kota Semarang, untuk wawancara ekslusif.Berikut petikan wawancaranya.
Mas Bagyo bisa cerita kenapa menjadi Gareng?
Saya hidup di Semarang, domisili di Semarang terus saya sudah berkeluarga dengan anak dua putri. Dokter semua. Alhamdulillah.
Saya sebenarnya sedikit kecewa (nggak ada yang jadi seniman) tapi saya juga bangga, bersyukur. Tapi kalau basic lucunya ya lucu, anak saya ada yang lucu, yang kecil. Tapi nggak diasah.
Bagaimana bisa sebegitu kondang, apa dulu memang bercita-cita jadi Gareng?
Kalau cita-cita kan kebanyakan anak kecil ingin jadi dokter. Tapi setelah SMA tahun 1981, saya sudah merasakan jiwa saya ke wayang orang dulu, belum fokus ke garengnya, fokus ke wayang orang dulu.
Kelihatannya saya lebih condong menjadi seorang pemain wayang orang. Tahun 1981 saya merasakan pupuran (riasan) putih ini. Dari situ mulai timbul tertanam ya ini, saya Gareng.