Jaring Nelayan di Teluk Bima Tak Berhasil Tangkap Ikan, Asap Dapur Terancam Tak Mengepul
Seorang nelayan terpaksa menjadi buruh panggul di gudang jagung agar tetap bisa memberikan uang untuk makan sehari-hari ke istrinya
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan TribunLombok.com, Atina
TRIBUNNEWS.COM, KOTA BIMA - Jaring yang dilepas nelayan di sepanjang perairan Teluk Bima, Nusa Tenggara Barat kini tidak lagi menjerat ikan melainkan cemaran berbentuk jelly.
Jelly-jelly inilah yang tersangkut di jaring nelayan, pascapencemaran, Minggu (22/4/2022) lalu.
Juki seorang nelayan di Lingkungan Niu, Kelurahan Sambinae, mengaku hingga saat ini ia dan nelayan lain masih belum bisa melaut.
Asap di dapur pun terancam tak mengepul karena hasil tangkapan ikan yang bisa diperoleh dalam satu hari mencapai Rp 300 ribu sudah tidak ada lagi.
Juki mengaku, dirinya terpaksa menjadi buruh panggul di gudang jagung agar tetap bisa memberikan uang untuk makan sehari-hari ke istrinya.
Upah yang diperoleh sangat jauh dari pendapatan ketika melaut.
Baca juga: Peternak Sapi di Bima Terancam Rugi Miliaran Rupiah Akibat Dampak Wabah PMK
"Dalam satu hari, saya diupah Rp 50 ribu atau Rp 100 ribu per hari. Tergantung berapa karung yang saya angkat," akunya.
Nelayan lain, Herman mengaku sudah mencoba melaut dan menjaring ikan.
Sama seperti Juki, yang tersangkut ke jaring bukannya ikan melainkan jamur-jamur lengket.
"Malah mau saya buang jaring itu, karena lengket tidak bisa dibersihkan," aku Herman.
Jenis ikan yang biasanya dipukat, berukuran kecil hingga sedang namun ikan-ikan itu sekarang sulit diperoleh, setelah pencemaran laut terjadi.
"Entah sampai kapan begini. Bantuan untuk kami yang kena dampak ini, juga tidak ada," bebernya.
Nasib Usman, nelayan asal Wadumbolo justeru lebih ironis lagi.
Pria usia 50 tahun ini, tidak memiliki pekerjaan sampingan selain melaut.
"Sudah satu bukan tidak pernah melaut dan tidak ada pekerjaan lain," ujarnya.
Sempat memiliki keinginan untuk melaut ke perairan di luar Teluk Bima, tapi perahu yang dimilikinya tidak mendukung.
"Perahu saya kecil, tidak bisa ke sana," katanya.
Usman hanya bisa berharap, segera ada solusi dari pencemaran di Teluk Bima.
Baca juga: Hans Virgoro Balik Laporkan Sosialita Inisal RA ke Polisi, Tuduhannya Pencemaran Nama Baik
Apapun penyebabnya, bagi nelayan yang bergantung pada kehidupan laut hanya berpikir bagaimana kondisi air bisa normal kembali dan ikan bisa diperoleh.
Sementara itu, hasil laboratorium dari penelitian pencemaran di Teluk Bima hingga kini belum ada.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bima, Syarif Bustaman mengaku hasil laboratorium dari Surabaya belum keluar.
"Kalau spesimen yang dikirim ke laboratorium Surabaya, masih ditunggu sampai sekarang, " jawabnya ketika dikonfirmasi akhir pekan kemarin.
Di sisi lain, upaya dan langkah rehabilitasi kondisi Teluk Bima juga belum terlihat.
Ini juga menjadi sorotan pegiat lingkungan, yang menilai otoritas pemerintah hanya fokus pada hasil laboratorium, tanpa berupaya memulihkan kondisi Teluk Bima.
"Kami mendesak segera lakukan upaya pemulihan pencemaran. Jangan hanya menunggu hasil laboratorium," ujar perwakilan WALHI NTB, Harry Sandi Ame saat menggelar aksi bersama pegiat lingkungan di daerah Bima beberapa waktu lalu.
Artikel ini telah tayang di TribunLombok.com dengan judul Banting Setir Jadi Kuli Bangunan karena Pencemaran, Nelayan Teluk Bima: Bukan Ikan yang Nyangkut
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.