MUI Tanggapi Siswi SMP Wajo yang Menikah di Bawah Umur, Bagaimana Hukumnya dalam Islam?
Kedua bocah tersebut menikah di Pallae, Kelurahan Wiring Palannae, Kecamatan Tempe, Kabupaten Wajo.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, MAKASSAR - Sepasang anak di bawah umur di Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan, bikin heboh.
Dua bocah itu menikah hingga mendapat sorotan dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Kedua bocah tersebut menikah di Pallae, Kelurahan Wiring Palannae, Kecamatan Tempe, Kabupaten Wajo.
Video pernikahan bocah yang diketahui inisial N (16) dan MF (15) pun beredar di media sosial.
Terlihat, mempelai pria sedang bersiap mendatangi rumah pengantin mempelai wanita.
Keduanya kini masih duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).
Ssang pria telah mengenakan pakaian pengantin adat Bugis Makassar berwarna hijau.
Baca juga: Bocah Usia Belasan Tahun Menikah di Wajo Sulsel, Dua Keluarga Dikabarkan Ngotot Saling Menjodohkan
Dalam video tersebut juga memperlihatkan mempelai pria ditemani oleh anak pengantin yang mengenakan pakaian adat serupa.
Orangtua kedua pihak menyetujui pernikahan tersebut.
Hanya saja, kapan pernikahan tersebut berlangsung belum diketahui.
Informasi pernikahan beredar lewat instagram Lambe Turah, Selasa (24/5/2022).
Sekretaris Umum MUI Sulsel Dr KH Muammar Bakry sekaligus Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Alauddin, menyampaikan tanggapannya.
Menurutnya, dalam fikih Islam, tidak ada pembatasan minimal umur untuk melangsungkan pernikahan.
"Data sejarah sejumlah hadis bahwa Aisyah radiyallohhu anha dinikahi oleh Nabi di umur enam tahun dan hidup berumah tangga di umur sembilan tahun," kata dia.
Alasan pernikahan untuk mencegah pergaulan bebas antar anak sangatlah mulia.
Apalagi jika sudah terjalin hubungan cinta dan dua belah pihak antaranak dan antarkeluarga telah bersepakat itu akan lebih baik dan lebih aman.
Menghindari hal-hal yang tidak diinginkan terjadi.
Karena itu, dua anak dari laki-laki maupun perempuan jika dianggap cakap ditandai dengan masa baligh maka dapat menjadi bagian dari syarat sahnya pernikahan.
Hanya saja berdasarkan UU No 16 tahun 2019 tentang perubahan UU No 1 Tahun 1974, pasal 7 bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.
"Atas dasar itu, hukum perkawinan bagi warga Indonesia dianggap sah apabila mencapai umur 19 tahun," kata dia.
Namun demikian, pada ayat 2, ada dispensasi bahwa dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat 1, orang tua pihak pria dan atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
Karena itu bagi yang akan menikah sebelum umur 19, sebaiknya melaporkan ke pengadilan, agar prosesi pernikahan tercarat secara resmi dan diketahui oleh negara dalam hal ini pihak yang berwewenang.
"Ini penting agar, keabsahan rumah tangga dapat menjamin segala hal yang berkaitann dengan hak dan kewajiban suami isti maupun anak," ujarnya.
Pernikahan yang tidak tercatat (nikah sirri) dapat merugikan semua pihak jika terjadi hal di kemudian hari, misalnya penetapan kewarisan, transaksi jual beli dan lain-lain.
"Andai jika sudah terjadi pernikahan, sebaiknya melaporkan kepada pihak berwewenang untuk mendapatkan Istbat nikah," ujar dia. (*)