Kemenag Minta Wali Kota Cilegon Fasilitasi Pembangunan Rumah Ibadah Jika Syaratnya Terpenuhi
PMB tersebut mengatur bahwa pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Eko Sutriyanto
"Jumlah tersebut setara dengan 9,86%. Sementara komposisi umat nonmuslim secara keseluruhan mencapai 12,82%,” jelas Wawan.
Baca juga: Kemenkes Membenarkan Ada Satu Pasien Suspek Cacar Monyet di Cilegon, Kini Jalani Isolasi Mandiri
“Bertumpu pada data jumlah penganut agama Kristen di atas, tentu ikhtiyar untuk pendirian rumah ibadah sudah memenuhi kebutuhan nyata,” tambah Wawan.
Kedua, konsideran menimbang SK Bupati tahun 1975 juga merujuk pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Dalam Negeri dan Menteri Agama Nomor 1/BER/mdn-mag/1969 yang keberadaannya sudah dicabut dan digantikan dengan PMB Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.
Dalam hukum, ada asas lex posterior derogat legi priori, yakni hukum yang terbaru mengesampingkan hukum yang lama.
“Yang berlaku saat ini adalah Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006,” kata Wawan.
Ketiga, SK Bupati tahun 1975, diterbitkan dalam konteks merespon Perguruan Mardiyuana sebagai bangunan, bukan rumah ibadah.
Sementara pada waktu itu, Perguruan Mardiyuana dipergunakan sebagai gereja. Sehingga, penganut agama Kristen diarahkan untuk menunaikan ibadah di gereja-gereja yang ada di Kota Serang.
Wawan mengaku pihaknya sudah bertemu dan mendiskusikan persoalan ini dengan Wali Kota Cilegon pada April 2022.
Kemenag mengimbau Pemerintah Kota Cilegon untuk memedomani Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.