Wisatawan yang Mengaku Korban Pelecehan saat Berwisata ke Gili Trawangan Kini Dilaporkan ke Polisi
Tiktoker yang sempat viral karena mengunggah video mendapat catcalling atau pelecehan ketika berwisata ke Gili Trawangan dilaporkan ke polisi.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Wartawan Tribunlombok.com Lalu M Gitan Prahana
TRIBUNNEWS.COM, LOMBOK UTARA - Kasus dugaan pelecehan verbal yang dialami seorang wisawatan yang juga tiktoker, Mia Earlina berbuntut panjang.
Tiktoker yang sempat viral karena mengunggah video curhatannya yang mendapat catcalling atau pelecehan di jalan ketika berwisata ke Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara itu kini dilaporkan ke polisi.
Adalah Marianto, masyarakat Desa Sokong, Kecamatan Tanjung, Lombok Utara, yang melaporkan Mia Earlina ke polisi.
"Berdasarkan aspirasi masyarakat, saya akhirnya ambil tindakan, secara pribadi untuk melaporkan oknum tersebut ke Polda NTB hari ini," ujar Marianto, masyarakat Desa Sokong, Kecamatan Tanjung, Lombok Utara, Senin (19/9/2022).
Baca juga: 8 Hal yang Harus Diketahui Sebelum Liburan ke Gili Trawangan
Meski Mia telah mengklarifikasi serta meminta maaf, namun tiktokers dengan pengikut 383 ribu itu, dianggap telah merusak citra daerah, terutama Kabupaten Lombok Utara.
Marianto menganggap berbagai komentar yang ada di dalam video itu, seakan-akan menyebut masyarakat Lombok Utara adalah masyarakat yang mesum.
"Sehingga hal itu telah merusak citra daerah kami serta mencemarkan nama baik Gili Trawangan sebagai kawasan destinasi wisata dunia yang saat ini mulai bangkit dari keterpurukan," tegasnya.
Unggahan video curhatan Mia Eralina itu telah dianggap melanggar Pasal 28 ayat 1 dan ayat 2 UU No. 11 tahun 2008 setelah diubah menjadi UU No 19 tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, juncto pasal 10 ayat 1 UU KUHP.
"Penghinaan daerah ini bukan main-main, kami butuh waktu lama untuk memperjuangkan daerah ini sampai seindah sekarang," lanjut tokoh masyarakat Desa Sekong itu.
Menurut Marlianto, jika memang terjadi tindak pidana pelecehan seksual di khalayak umum, itu ada salurannya. Ada pusat aduan masyarakat serta pemerintah desa.
"Jadi jangan cari sensasi di medsos, sebab tuduhan itu harus dilengkapi bukti, bukan curhat di medsos," kata Marianto.
Ia juga menuturkan bahwa unggahan video itu tidak hanya membahas soal catcalling, tetapi juga menyerukan untuk tidak datang ke Gili yang dianggap seperti hutan rimba.
"Padahal selama ini, daerah ini welcome kepada siapa saja. Ras suku, agama dan golongan manapun datang ke tempat ini, kami tidak pernah permasalahkan," kata Marianto.
Baca juga: 5 Destina Wisata Alam Ini Pasti Buatmu Makin Terpesona dengan Indonesia