Ban Bekas Isi Biogas, Energi Bersih Warga Sawahan Menuju Keluarga Sejahtera
Pertamina kemudian memberi ide agar biogas ditampung dalam ban bekas. Selanjutnya, ban bekas yang sudah diisi biogas bisa dibawa pulang untuk memasak
Penulis: Daryono
Editor: Wahyu Gilang Putranto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Daryono
TRIBUNNEWS.COM – Sebuah ban dalam bekas berdiameter sekitar 80 cm bersandar di dinding dapur milik Dwi Setyaningsih.
Ban dalam bekas truk fuso itu tampak disambungkan melalui selang gas dengan kompor.
Saat knop kompor diputar, api biru terlihat menyala.
Berbeda dengan ban biasanya yang berisi angin, ban tersebut rupanya berisi biogas yang berasal dari kotoran sapi.
Sehari-hari, biogas dalam ban itu yang dipakai Dwi sebagai bahan bakar untuk memasak.
Semenjak menggunakan biogas, ia sudah jarang memasak menggunakan gas LPG 3 Kg.
“Sekarang ini paling beli gas LPG hanya satu tabung untuk sebulan. Dulu, tiap minggu minimal satu tabung,” katanya saat ditemui di rumahnya di Padokan RT 03 RW 04, Desa Sawahan, Kecamatan Ngemplak, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Senin (24/10/2022).
Baca juga: Pertamina Ingin Jadi Pemain Kelas Dunia untuk Hasilkan Listrik Berbasis Panas Bumi
Biogas dalam ban itu rata-rata bisa dipakai memasak hingga dua hari.
Dwi memiliki dua ban di rumah.
Satu ban berfungsi sebagai cadangan saat biogas dalam ban satunya mulai habis ketika dipakai memasak.
Hal itu untuk memastikan aktivitas memasak tidak tersendat atau kehabisan biogas.
Apabila biogas dalam ban habis, Dwi tinggal mengisi ulang ban itu ke instalasi biogas yang berada di kandang sapi milik kelompok.
Lokasinya hanya beberapa puluh meter dari rumahnya.
Ia biasanya melakukan isi ulang setiap dua hari sekali.
Aktivitas isi ulang ini mirip mengisi angin pada ban yang kempes.
Hanya butuh waktu sekitar 10-15 menit.
Pengisian biogas ke dalam ban itu juga bisa lakukan sendiri oleh Dwi.
Pasalnya, beberapa waktu lalu, Dwi telah mendapat pelatihan yang difasilitasi oleh Pertamina sehingga ia telah mengetahui cara mengisi ulang biogas ke dalam ban.
Menurut Dwi, hadirnya biogas dalam ban bekas yang dipakai untuk memasak membuat keluarganya kini bisa berhemat.
Selain itu, kualitas biogas juga tidak kalah dengan gas LPG.
Kelebihan lain, kini ia tidak bingung lagi saat gas LPG 3 Kg mengalami kelangkaan.
"Sekarang, kalau ada kelangkaan gas LPG 3 Kg sudah tidak ngaruh lagi," ungkap wanita 42 tahun ini.
Awalnya, Dwi sempat khawatir saat dikenalkan memasak dengan menggunakan biogas yang ditampung dalam ban bekas.
Kekhawatiran itu di antaranya soal keamanan. Namun, setelah diberi pemahaman dan mencoba langsung memasak bersama ibu-ibu yang lain, kekhawatiran itu akhirnya hilang.
Dwi Setyaningsih merupakan satu dari 42 kepala keluarga (KK) di Desa Sawahan yang telah menggunakan biogas untuk kebutuhan memasak sehari-hari.
Mereka tergabung dalam Kelompok Ternak JSN Cengkir Gading.
Kelompok ternak berbasis kegiatan pengajian ini bernaung di bawah Majelis JSN Cengkir Gading.
Ketua Majelis JSN Cengkir Gading yang juga Kepala Dusun Padokan, Roni Hermawan mengatakan pemanfaatan biogas di Kelompok Ternak JSN Cengkir Gading sudah dilakukan sekitar dua tahun ini.
Dalam pengolahan biogas ini, warga mendapat pendampingan dari Pertamina.
Pemanfaatan biogas bermula dari keinginan kelompok untuk membuat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Pembuatan IPAL dirasa perlu mengingat jumlah sapi yang dipelihara kelompok mencapai puluhan ekor.
Dengan adanya IPAL itu, diharapkan agar kandang bersih dari kotoran sapi dan tidak berbau.
Gayung bersambut.
Ide itu ditangkap oleh Pertamina.
Pertamina menyarankan agar kelompok tidak sekedar membuat IPAL namun membuat instalasi untuk pengolahan biogas dari kotoran sapi.
Dengan dana corporate social responsibility (CSR) dari Pertamina, dibuatlah intalasi pengolahan biogas atau digester.
Dari digester ini kemudian dihasilkan biogas yang dipakai untuk penerangan listrik di kandang ternak dan jalan kampung.
Selain itu, dihasilkan pula pupuk padat dan pupuk cair untuk pertanian anggota kelompok.
Ban bekas jadi solusi
Masih didampingi Pertamina, pengembangan biogas berlanjut di tahun kedua atau tahun 2022 ini.
Pada tahun kedua, kata Roni, muncul keinginan agar biogas yang dihasilkan bisa dimanfaatkan secara lebih luas bagi anggota kelompok atau masyarakat.
Namun, keinginan itu sempat terkendala bagaimana cara untuk menyalurkan biogas ke rumah-rumah warga mengingat lokasi kandang komunal yang tidak berada di dekat rumah warga.
Sempat muncul inisiatif untuk disalurkan melalui pipa-pipa. Namun, ide itu dirasa sulit karena tekanan gas diperkirakan akan habis atau berkurang mengingat jarak yang tidak pendek.
Pertamina kemudian memberi ide agar biogas ditampung dalam ban bekas.
Selanjutnya, ban bekas yang sudah diisi biogas bisa dibawa pulang dan dipakai untuk memasak di rumah.
Ide ini kemudian disetujui kelompok.
Pertamina kemudian memberi pelatihan agar biogas bisa ditampung ke dalam ban bekas.
Warga juga mendapat bantuan 42 kompor dan ban bekas sebagai wadah biogas.
Tak hanya itu, Pertamina juga membuat instalasi purifikasi atau pemurnian biogas pada instalasi biogas yang sudah ada.
“Dengan purifikasi ini, gas meta biogas ini disaring sehingga gas yang dihasilkan murni gas, tidak bercampur air atau sisa kotoran sapi,” terang Roni.
Sebelum dipakai secara massal oleh warga, lanjut Roni, sempat dilakukan pengujian penggunaan biogas dalam ban untuk memasak.
Dari hasil uji coba, penggunaan ban bekas itu terbukti efektif dan aman.
Pengujian itu juga untuk meyakinkan anggota kelompok bahwa memasak menggunakan biogas yang ditampung di dalam ban itu aman dan tidak berbeda dengan gas LPG.
“Awalnya, warga tak takut. Takut meledak dan sebagainya. Tetapi, setelah diajak ke sini, melihat langsung, mereka mulai percaya,” kata Roni.
Roni menyatakan dengan penggunaan biogas sebagai bahan bakar memasak, warga kini bisa lebih berhemat.
“Yang pasti kan manfaatnya mengurangi gas LPG sehingga anggaran beli gas LPG bisa dipakai untuk yang lain,” ungkapnya.
Area Manager Communication, Relations, & Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina Patra Niaga Regional Jawa Bagian Tengah, Brasto Galih Nugroho mengatakan CSR dan pendampingan yang diberikan kepada Kelompok Ternak JSN Cengkir Gading merupakan salah satu bentuk kepedulian Pertamina terhadap masyarakat di sekitar lokasi salah satu unit operasi Pertamina, yaitu Depot Pengisian Pesawat Udara (DPPU) Adi Soemarmo di Boyolali.
“Program Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) ini dijalankan berdasarkan masalah dan potensi sosial yang ada di sana (Desa Sawahan,-red), berdasarkan pemetaan sosial yang telah kami jalankan sebelumnya,” ujarnya kepada Tribunnews.com, Rabu (9/11/2022).
Brasto mengungkapkan dalam pendampingan Kelompok Ternak JSN Cengkir Gading, Pertamina memberikan sejumlah bantuan dan kegiatan di antaranya berupa sosialisasi pemanfaatan limbah kotoran melalui biogas, peningkatan kapasitas kelompok ternak dengan studi banding, sarana prasarana pemanfaatan biogas hingga sarana prasarana peternakan.
Adapun pemanfaatan ban bekas sebagai penampung bahan bakar biogas di Sawahan ini terinspirasi dari penerapan serupa di Kelompok Tani Ternak Agni Mandiri di Desa Sruni, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, yang juga menjadi inspirasi untuk program TJSL Pertamina.
"Hanya saja pada kelompok tersebut belum digunakan secara massal, baru sebagai sampel, sementara di Sawahan ini penggunaannya sudah didorong secara massal," ujarnya.
Baca juga: Pertamina Kembangkan Sejumlah Inisiatif Bisnis Hijau Dukung Pengurangan Emisi
Pertamina berharap program TJSL dan bantuan yang diberikan dapat bermanfaat bagi masyarakat sehingga mampu meningkatkan taraf ekonominya.
“Selain itu melalui program ini juga mampu memberikan dampak perbaikan terhadap lingkungan, salah satunya dengan memanfaatkan kotoran ternak sebagai energi baru terbarukan, yaitu bahan bakar biogas,” pungkas Brasto. (*)