Ketaatan pada Pikukuh Adat Membangun Dasar Sikap Toleransi Masyarakat Badui
Masyarakat adat Badui sangat taat pada aturan atau ketetapan (pikukuh) adat yang diwariskan turun-temurun secara lisan. Ini membangun sikap toleransi.
Editor: Anita K Wardhani
![Ketaatan pada Pikukuh Adat Membangun Dasar Sikap Toleransi Masyarakat Badui](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/baduid.jpg)
Ketiga pimpinan tertinggi ini berasal dari tiga kampung keramat di Badui Dalam, yaitu Cibeo, Cikeusik dan Cikartawana.
Pu'un adalah orang suci keturunan karuhun (leluhur) yang berkewajiban menjaga kelestarian pancer bumi dan sanggup menuntun warganya berpedoman pada pikukuh atau ketentuan adat mutlak sebagai panduan perilaku.
Selain itu juga, ketentuan adat dalam masyarakat Badui yaitu larangan adat yang merupakan pedoman dan pandangan hidup yang harus dijalankan secara benar.
Baca juga: Daya Kritis Masyarakat Adat Dinilai Cukup Baik, Ini Hasil Sidang Komisi B Program Kerja AMAN
Isi larangan adat masyarakat Badui tersebut yaitu: pertama, dilarang mengubah jalan air seperti membuat kolam ikan atau drainase.
Kedua, dilarang mengubah bentuk tanah seperti membuat sumur atau meratakan tanah. Ketiga, dilarang masuk ke hutan titipan untuk menebang pohon. Keempat, dilarang menggunakan teknologi kimia.
Kelima, dilarang menanam budidaya perkebunan. Keenam, dilarang memelihara binatang berkaki empat semisal kambing dan kerbau. Ketujuh, dilarang berladang sembarangan. Kedelapan, dilarang berpakaian sembarangan.
Penyampaian buyut karuhun dan pikukuh karuhun kepada seluruh masyarakat Badui dilakukan secara lisan dalam bentuk ujuran-ujaran di setiap upacara-upacara adat. Ujaran tersebut adalah prinsip masyarakat Badui.
Pikukuh tersebut diyakini, dipatuhi, dilakukan dan dijalankan secara sadar secara turun-temurun, oleh seluruh anggotanya, dan membentuk sikap toleransi yang menjadi dasar nilai moderasi masyarakat Badui.
Berdasarkan sejumlah penelitian, ketaatan hukum masyarakat Badui pada pikukuh adat secara sadar telah membentuk perilaku moderat yang sangat menjunjung tinggi dan menghormati hak-hak orang lain yang berbeda keyakinan.
Selain itu toleransi yang lahir dari kepatuhan masyarakat Badui kepada pikukuh adat adalah toleransi tanpa paksaan.
Kuat dan kokohnya keyakinan masyarakat Badui pada pikukuh adat, tak lantas memunculkan sikap intoleransi pada keberadaan keyakinan selain yang mereka yakini.
Masyarakat Badui menyakini bahwa Nabi Adam merupakan nenek moyang pertama keturunan mereka yang disebut dengan Batara Cikal (salah satu dari tujuh dewa).
Batara Cikal yang mereka yakini sebagai nenek moyang adanya mereka memberikan tugas pada warganya untuk bertapa atau asketik (mandita) dan menjaga keharmonisan dunia.
Menghormati dan menghargai sesama merupakan prinsip yang dipegang teguh oleh orang-orang suku Badui, karna orang-orang suku Badui mempercayai bahwa pada hakikatnya seluruh manusia berasal dari satu keturunan yang sama, yang pada perkembangannya manusia mengalami perubahan identitas termasuk pada keyakinan beragama.