Ketum PKB Cak Imin Terima Mandat Capres dari Ratusan Kades se-Jawa Timur
Dalam pertemuan yang dimoderatori oleh budayawan Sujiwo Tejo tersebut, Cak Imin lebih banyak mendengarkan berbagai aspirasi dari para kades
Penulis: Fersianus Waku
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Fersianus Waku
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menerima mandat untuk maju sebagai calon presiden (capres) dari sekitar 500 kepala desa (kades) se-Jawa Timur.
Mandat tersebut diberikan saat para kades melakukan audiensi dengan Cak Imin dalam forum bertajuk 'Mandat Desa untuk Indonesia "Budal Gus" di Kampung Cokelat, Kabupaten Blitar, Selasa (14/2/2023).
Dalam pertemuan yang dimoderatori oleh budayawan Sujiwo Tejo tersebut, Cak Imin lebih banyak mendengarkan berbagai aspirasi dari para kades.
Sujiwo Tejo mengatakan bahwa sebagai seorang pemimpin memang sudah seharusnya lebih banyak mendengarkan aspirasi dari bawah.
"Awal dari kehancuran seorang pemimpin itu kalau hanya menerima laporan yang baik-baik saja dari para bawahannya," kata Sujiwo.
Baca juga: Daftar Pemain Film Mangkujiwo 2: Sujiwo Tejo Perankan Brotoseno, Penganut Sekte Sesat
Heru Sugiono, kepala Desa Pangungsari, Kecamatan Durenen, Trenggalek, menyampaikan aspirasi agar pemerintah bisa selalu memperbaharui data kependudukan secara reguler, terutama data kemiskinan. Sebab, kondisi warga selalu berubah.
"Data kemiskinan, misalnya, sudah lama nggak di-update padahal ada warga yang sudah meninggal, ada yang mulanya miskin tidak lagi miskin dan sebaliknya. Ini harus di-update tiga bulan sekali," ujarnya.
Heru juga mendoakan agar Cak Imin terpilih sebagai presiden pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mendatang.
"Mudah-mudahan 2024 terpilih sebagai presiden karena Bapak Muhaimin yang tahu soal desa," katanya.
Sementara Syafi'i, kepala Desa Balongjeruk, Kecamatan Kunjang, Kabupaten Kediri menyampaikan persoalan yang kerap dihadapi warganya, yakni kelangkaan pupuk.
"Problem pertanian warga adalah kelangkaan pupuk. Ini yang menjadi keluhan massal petani. Dulu 2014 masa awal Presiden Jokowi, pupuk ada lima jenis. Sekarang hanya dua, itupun kemasannya berkurang sehingga memaksa petani beli pupuk nonsubsidi yang harganya 4 sampai 5 kali lipat. Ini mengurangi hasil para petani," ungkapnya.
Ironisnya, dengan biaya pertanian yang melambung tinggi, ketika musim panen tiba, petani tidak bisa untung besar karena harga anjlok saat panen.
"Ini terjadi karena tidak ada regulasi yang mengatur dengan sungguh-sungguh," katanya.