Kisah Inspiratif Ibu Maria Bisa Kuliahkan Anak Berkat Karya Tenun Ikat Warna Alam di NTT
Maria mengatakan dapat membiayai anaknya berkuliah dan menghidupi kebutuhan keluarganya dengan cukup.
Penulis: Eko Sutriyanto
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di balik gulungan benang yang berakhir menjadi sehelai tenun, Maria Sanam (50), warga Desa Nekemunifeto, Kecamatan Mollo Tengah, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT) telah melalui berbagai kesulitan demi memperpanjang tradisi tenun ikat warna alam di kampung halaman.
Pertemuannya dengan Perkumpulan Warna Alam Indonesia (Warlami) berhasil memperkenalkannnya kembali dengan tradisi tenun ikat berwarna alam, sebuah tradisi yang sejatinya telah berusia cukup tua di daerah sana.
Sejak mendapat pelatihan dari Warlami pada Agustus 2022, Maria dan komunitas penenun di desanya sudah bisa memproduksi sejumlah tenun berkualitas tinggi, bahkan harga jual satu tenun ikat berwarna alam dengan motif pahat dapat dijual sekitar Rp3 juta.
Baca juga: Angkat Kain Tenun Khas NTT, IFS Tampilkan Karya Fashion di Ajang IFW
Dari 30 pengrajin di sana, jumlah tenun ikat yang dapat dihasilkan sekitar 125 kain tenun pertahun dengan harga jual sekitar Rp325 juta.
Sebagai penenun ini, Maria mengatakan dapat membiayai anaknya berkuliah dan menghidupi kebutuhan keluarganya dengan cukup.
"Tenun merupakan salah satu mata pencaharian sa, ini telah membantu sa untuk membiayai anak sekolah sampai kuliah," katanya saat ditemui di BCA Expoversary 2023, ICE BSD, Tangerang, Minggu (26/2/2023).
Maria sudah berkarya tenun ikat sejak di bangku kelas 3 SD, buah belajar dari kedua orang tuanya.
Namun hampir sepanjang Ia menenun, pewarna yang digunakan adalah pewarna sintetis, sebagaimana yang digunakan penenun lain di desanya.
Bagi para penenun, menggunakan benang berwarna sintetis bisa dibilang pilihan masuk akal karena mudah diakses, murah, dan prosesnya cepat.
Tanggal 21 Februari 2023 adalah pertama kalinya Maria menjejakkan kaki di Jakarta sekaligus luar kota.
Jangankan pesawat dan hotel, kebutuhan dasar listrik dan internet adalah barang langka yang tak pernah dialami Maria di desanya.
Di balik semua keterbatasan itu, Maria tidak pernah putus dalam membuat tenun ikat.
“Saat pertama kali sa (saya) naik pesawat, sa sangat merasa takut. Sa hanya berharap dengan Tuhan tolong sa sampai kota tujuan dengan selamat ” ucapnya.